Intisari-Online.com – Dalam cerita rakyat Eropa, putri duyung alias Putri Laut bukan binatang, tetapi peri yang mempunyai kekuatan gaib dan mampu mengetahui apa yang bakal terjadi.
Pernah ada yang terperangkap masuk bubu udang seorang nelayan pantai Normandy, di Prancis.
(Baca juga: Usut Asal Mitos Putri Duyung: Nyanyian Pemikat Maut bagi Para Pelaut dari Sang Putri Laut)
Tentu saja, ia menuntut agar dibebaskan karena merasa tak bersalah. Masuknya ke dalam bubu tidak disengaja, 'kan?
"Lepaskan, hoeee! Kalian akan celaka nanti!" teriaknya setengah mengancam, tetapi juga setengah ketawa. Memang menggelikan bahwa ada peri bisa tertangkap manusia. Dalam bubu udang, lagi!
Lalu apa yang terjadi?
Tiba-tiba saja ada taifun yang membadai diikuti air laut pasang setinggi gunung melanda pantai. Desa nelayan itu porak poranda dan tenggelam dalam air bah. Ramalan Putri Laut menjadi kenyataan.
(Baca juga: Caitlin Nielsen, Wanita yang Memilih Hidup Seperti Putri Duyung)
Cerita rakyat ini jelas hanya rekaan orang yang mengada-ada. Air bah memang sudah dari sononya muncul setiap musim angin barat di pantai Normandy. Bukan karena ada peri yang ditawan dalam bubu.
Tetapi agaknya cerita itu disusun karena hendak menitipkan pesan moral melalui Putri Laut yang sedang populer: kalau ingin hidup selamat dan panjang umur, sebaiknya jangan merampas kemerdekaan orang.
Oleh Norman Rockwell, Putri Laut yang tertangkap bubu itu diabadikan sebagai ilustrasi yang menggelitik, untuk sampul Majalah The Saturday Evening Post, 20 Agustus 1955.
Di negeri lain, Putri Laut diwartakan ada yang dipersunting dengan akal bulus oleh manusia yang menyembunyikan sisirnya.
(Baca juga: Putri Duyung Ini Berenang dalam 10.000 Plastik untuk Menunjukkan Betapa Parahnya Polusi di Bumi)
Selama sisir ini belum ditemukan kembali oleh Putri yang peri itu, selama itu pula ia terpaksa hidup bersama dengan manusia.
Tetapi begitu sisir ditemukan kembali, Putri Laut akan kembali ke dunianya sendiri lagi. Ia tidak sedih atau menyesal meninggalkan manusia bekas suaminya.
Sebab, kawinnya dulu memang dipaksa dengan akal bulus.
Mirip kisah “Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari” bukan?
Gara-gara Columbus
Ketika Columbus yang terkenal dengan telurnya itu tiba di Pulau Hispaniola, Kepulauan Karibia tahun 1492, ia melihat beberapa ekor manati Trichechus manatus berenang mendekati pantai. Dalam logbook-nya ia menulis bahwa ia berjumpa dengan Mermaid.
Penemuannya menambah keyakinan rakyat Eropa bahwa Mermaid itu benar-benar ada. Buktinya, orang dengan reputasi dunia seperti Pak Columbus sendiri melaporkan dari Spanyol.
Pada tahun 1836, Hans Christian Andersen dari Denmark kemudian mengisahkan kehidupan putri yang sedang "in" itu dalam buku dongengnya, The Little Mermaid.
Dilahirkan sebagai putri bungsu dari Dewa Laut di dasar samudera, Putri yang kecil mungil ini boleh datang ke permukaan air untuk melihat dunia luar, setelah berumur 15 tahun.
Ternyata ia menemukan seorang pangeran manusia yang sedang pingsan di atas papan kayu yang terombang-ambing gelombang laut. Kapalnya baru saja karam dilanda taufan.
Tanpa pikir panjang, ia menyelamatkan pangeran manusia itu sampai mencapai daratan. Di sana pangeran ditolong lebih lanjut oleh beberapa orang manusia yang membawanya pergi.
Karena tidak ditengok sama sekali, Putri Laut itu kecewa. Berhari-hari lamanya ia sedih dan melamun, betapa tampan pangeran itu, tetapi betapa cuek sikapnya!
Pada suatu hari ia pergi ke dukun sakti dan meminta agar ekornya yang seperti ikan dipermak menjadi kaki manusia. Pasti ekor ikan ini penyebab pangeran cuek.
Tetapi sebagai imbalan, ia harus menggadaikan suaranya pada dukun itu. Tak jadi soal! Ia sudah mantap mau menemui pangeran manusia itu lagi. Menurut kakak-kakaknya, istananya sudah jelas letaknya.
Ketika akhirnya tiba di tangga istana sang pangeran, ia minum jamu pemberian dukun agar tahan hidup di daratan.
Ditanya, dari mana asalnya, ia hanya memandang pangeran dengan mata yang bulat indah dan senyum yang menawan. Ia ingin sekali mengatakan sesuatu, tetapi tak mampu mengeluarkan suara.
Pangeran itu iba melihat gadis mungil dengan mata tak berdosa, datang sebagai gelandangan. Ia terpesona melihat kecantikan putri itu, kemudian memberinya gaun manusia yang indah dan mengajaknya tinggal di istana.
Pahala kebaikan
Makin lama, Putri Laut itu makin jatuh cinta pada pangeran yang begitu baik hati, mau menerima kehadirannya.
Setiap hari ia diajak makan bersama dan bercengkerama pula untuk berbagi suka dan duka, penuh kasih sayang.
Pangeran itu makin sayang padanya, tetapi kesayangannya seperti ayah menyayangi anaknya. Tak terpikirkan olehnya untuk mengawininya sebagai calon permaisuri.
Ketika pangeran itu hendak dikawinkan dengan seorang putri manusia biasa dari kerajaan tetangganya, hati Putri Laut itu seperti disayat-sayat sembilu rasanya. la menangis sedih karena yang diharapkan tak tercapai.
Ketika ia kemudian diajak pangeran berlayar ke negeri calon istrinya, kakak-kakaknya menyusul sampai ke tangga kapal. Mereka hendak menolong dan sudah menyiapkan pisau bermantra dari dukun sakti untuk membunuh pangeran.
Putri Laut itu sendiri yang harus menusukkannya ke pangeran. Jadi, ia dapat memperoleh bentuk aslinya lagi sebagai Mermaid. Untuk apa mengikutinya terus!
Namun, ia tidak tega membunuh manusia yang sangat dia cintai. Pisau dibuang ke laut dan ia sendiri terjun bunuh diri, sampai menjadi busa yang terombang-ambing gelombang laut.
Aneh sekali, sebagai busa ia merasa bahwa ia tidak mati, tetapi tiba di dunia lain yang ada penduduknya juga.
"Kau sekarang berada di antara anak-anak udara," tutur seorang penduduk, "Seorang putri laut tidak mempunyai nyawa yang abadi. Juga tidak mungkin mendapat nyawa itu, kecuali setelah dicintai oleh seorang manusia. Kau telah menerima kasih sayang dari manusia. Jadi sekarang kau mempunyai nyawa yang abadi. Karena kau juga sudah menunjukkan peri kemanusiaan yang berbudi luhur, kini kau memasuki langit spiritual."
Sebagai anak udara, arwah Putri Laut itu dapat melihat dari atas sana, betapa hiruk-pikuknya pangeran dan anak buahnya di kapal. Sia-sia mereka mencari putri cantik yang selama ini berbagi kebahagiaan bersama pangeran.
Dongeng Andersen yang sangat mengesankan dan tak lekang oleh waktu ini diterjemahkan ke berbagai bahasa, sehingga seluruh dunia mengenal Little Mermaid.
Ada seorang perupa pula yang kemudian mengabadikan putri itu sebagai patung Mermaid, duduk bersimpuh di atas batu karang, memandang ke arah permukiman manusia di daratan. Itulah gambaran Putri Laut yang menanti pangeran manusia yang mustahil.
Sampai sekarang "Putri" ini masih duduk bersimpuh di jalan masuk ke pelabuhan Kopenhagen, Denmark.
(Seperti ditulis oleh Slamet Soeseno di Intisari edisi Agustus 1998)