Advertorial
Intisari-Online.com -Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis mengatakan, penerapan tiga aturan baru dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdijampel) Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan akan mengurangi mutu layanan kesehatan, bahkan mengorbankan keselamatan pasien.
Marsis menilai, tiga aturan baru yang berisi pembatasan jaminan pada kasus katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik hanya untuk mengurangi defisit pembiayaaan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) tetapi berpotensi merugikan pasien.
"Sebagai organisasi profesi, kami menyadari adanya defisit pembiayaan JKN. Namun, hendaknya hal tersebut tidak mengorbankan keselamatan pasien, mutu layanan kesehatan, dan kepentingan masyarakat," ujar Marsis dalam konfrensi pers di Kantor IDI Pusat, di Jakarta , Kamis (2/8/2018).
Jumpa pers itu digelar untuk menanggapi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018.
Mulai 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak. Kini operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18.
Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan.
Sementara pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, ke depan yang dijamin hanya dua kali dalam seminggu.
Baca juga:Kahiyang Ayu Melahirkan: Ini Kisaran Biaya Operasi Caesar di RSIA YPK Mandiri
Pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya.
Sedangkan bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu.
Namun aturan itu berlaku bagi anak keempat peserta yang merupakan pekerja penerima upah atau peserta mandiri.
Anak pertama hingga ketiga dari peserta yang merupakan pekerja penerima upah masih masuk dalam jaminan ibunya.
Baca juga:Hidup Ala La Sape, Rela Tak Makan dan Berutang Demi Pakai Baju Merek Ternama
Tiga aturan baru itu dinilai bisa mengurangi defisit anggaran hingga Rp360 miliar.
Marsis menyampaikan, semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian.
Marsis menilai aturan baru BPJS Kesehatan terkait perawatan bayi bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi.
Terkait kasus katarak, Marsis mengatakan kebutaan akibat katara di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
Aturan baru BPJS Kesehatan malah akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat. (David Oliver Purba)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PB IDI: 3 Aturan Baru BPJS Kesehatan Akan Merugikan Pasien".
Baca juga:Murah, 'Bandel', Namun Tetap Mematikan, Saab JAS-39 Gripen Ibarat 'AK-47 Versi Jet Tempur'