Advertorial
Intisari-Online.com -Sebagai pasukan komando, Kopassus digembleng dengan berbagai pelatihan ekstrem agar bisa bertempur di segala medan.
Salah satu kemampuannya adalah bertempur 'secara gila' di tebing-tebing curam yang ada air terjunnya.
Untuk kelengkapan bertempur sambil mendaki tebing-tebing curam atau dikenal sebagai pendaki serbu (dakibu), selain membawa perlengkapan tempur lengkap setiap personel dakibu Kopassus juga membawa perlengkapan panjat tebing.
Tujuan pasukan dakibu Kopassus dalam pertempuran adalah menyerang pasukan musuh secara senyap melalui medan sulit yang tidak diduga oleh musuh.
Misalnya musuh yang sudah merasa aman dan berada di puncak gunung yang terjal tiba-tiba bisa diserbu Kopassus yang secara tiba-tiba bermunculan di sisi lain puncak gunung yang terjal itu.
Kemampaun bertempur di gunung-gunung yang terjal bisa dilaksanakan oleh Kopassus berkat latihan dakibu selama berbulan-bulan sehingga kemampaun dakibu Kopassus setara dengan pemanjat tebing profesional.
Dalam pengambilan baret merah yang menjadi kebanggaan Kopassus setelah lulus pendidikan sekolah komando di Cilacap, Jawa tengah, biasanya baret-baret merah itu juga ditaruh di tebing-tebing terjal dan perlu perjuangan sangat keras untuk mengambilnya.
Untuk mendapatkan baret merah itu, proses pengambilan baret merah juga dikondisikan seperti sedang di medan perang dan semua siswa pendidikan komando membawa semua perlengakapan tempurnya.
Membiasakan mendaki tebing sambil membawa perlengkapan perang sangat penting.
Pasalnya dalam operasi tempur yang sesungguhnya melalui teknik dakibu, pasukan Kopassus yang sedang menyerbu posisi musuh secara senyap juga harus bisa membawa senjata berat.
Selain mereka juga harus membawa logistik tempur dengan menggunakan ‘alat transportasi’ berupa tali temali untuk panjat tebing.
Baca juga:Ketika Pilot TNI AU Terjebak di Tengah Kelompok Bersenjata yang Telah Membunuh 4 Personel Kopassus
Rekan yang mendapat luka dalam pertempuran atau gugur saat melaksanakan teknik tempur dakibu juga harus bisa diatasi oleh tim medis.
Para tim medis itu sambil bergelantungan atau merayap menggunakan tali harus bisa membawa korban atau rekan yang terluka dan kemudian dievakuasi ke tempat yang aman.
Pasukan dakibu ketika sedang bertempur memang memiliki kesulitan yang tinggi karena berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Oleh karena itu teknik tempur dakibu sebenarnya merupakan serbuan senyap dan sebisa mungkin musuh musuh tidak mengetahui ketika pasukan dakibu sedang merayap di tebing.
Pasalnya jika mereka sampai ketahuan musuh bisa menjadi sasaran tembak yang mudah diincar sekaligus serangan itu, jika datang dari atas juga akan sulit dibalas.
Baca juga:Kisah di Balik Pembebasan Sandera DC-9 di Thailand: Nyaris Gagal Karena Senjata Kopassus Diganti
Dalam latihannya, selain harus mahir mendaki tebing-tebing curam, pasukan dakibu Kopassus juga harus bisa memanjat tebing licin di balik air terjun yang sedang mengalir deras sambil bertempur.
Ketrampilan lainnya adalah kemampuan menyeberangi jembatan tali secara cepat sambil membawa perlengkapan tempur dan dalam keadaan diserang oleh musuh.
Kemampuan sebagai dakibu sebenarnya tidak hanya dikuasai oleh Kopassus tapi ketrampilan ekstrem itu juga dikuasai oleh pasukan-pasukan khusus TNI lainnya seperti Paskhas, Kostrad, Marinir, dan lainnya.
Kemampuan pasukan dakibu memang tidak hanya bermanfaat ketika digunakan dalam peperangan tapi juga bisa diterapkan untuk misi non-perang.
Contohnya adalah pengiriman sebanyak 142 prajurit Kopassus untuk menyelamatkan korban gempa di Lombok beberapa saat yang lalu yang saat itu masih terjebak di Gunung Rinjani.
Baca juga:Ingin Mendapatkan Perut Sixpack Seperti Anggota Kopassus? Ini Kuncinya
Prajurit Kopassus yang dikirim menggunakan pesawat C-130 Hercules itu terdiri atas tim pasukan pendaki serbu, tim kesehatan, dan tim perhubungan.
Untuk menunjang kecepatan gerak pasukan dakibu Kopassus ke lokasi korban, TNI juga telah mem-back up dengan menyiapkan dua unit helikopter.
Teknisnya, heli mengangkut pasukan dakibu Kopassus pada ketinggian maksimal yang bisa dicapai setelah itu pasukan dakibu turun untuk melaksanakan operasi penyelamatan.
Tapi jika cuaca sedang buruk dan angin bertiup sangat kencang biasanya heli tidak terbang dan pasukan dakibu harus melakukan pendakian dengan cara berjalan kaki.
Namun sebagai pasukan dakibu terlatih, rintangan di gunung harus bisa diatasi menggunakan perlengkapan pendaki dan panjat tebing yang ada tanpa banyak bicara.
Sumber: Pusat Penerangan TNI.