Advertorial
Intisari-Online.com -Kematian mantan penyelam angkatan laut yang memasok oksigen untuk tim sepakbola yang terjebak di dalam gua menunjukkan betapa berbahayanya upaya penyelamatakan ini.
Lebih dari dua minggu yang lalu, sebuah tim sepakbola remaja, terdiri atas 12 pesepakbola dan seorang pelatih, terjebak di dalam gua Tham Luang, Thailand.
Hingga kini, setidaknya sekitar 8 bocah berhasil diselematkan ke luar gua.
Meski begitu, masih banyak persoalan yang harus dihadapi oleh tim penyelamat, juga orang-orang yang peduli terhadap kasus ini.
Penyelam itu, Saman Gunan namanya, kehilangan kesadaran dalam perjalanan keluar dari gua setelah mengirimkan oksigen.
Bagaimanapun juga, terjebak di dalam gua lebih dari dua minggu bisa menimbulkan beberapa risiko kesehatan bagi bocah-bocah itu.
Begitu para akademisi memperingkatkan.
Stres psikologis dinyatakan hilang dan ketidakpastian penyelamatan kemungkinan besar bisa menyerang mereka.
“Mereka mungkin ketakutan, saling berdekapan, dan gelisah,” ujar Dr Andrea Danese, kepala Stress and Development Lab di King’s College London, Inggris.
“Mereka mungkin takut akan keselamatan mereka; menjadi pemurung dan mudah marah … juga mual dan sakit kepala karena kesusahan yang intens.”
Lebih dari itu, untuk beberapa anak, pengalaman traumatis bisa mempunyai dampak jangka panjang.
Selain persoalan psikologis, kita juga mesti memperhatikan faktor fisik akibat terjebak di bawah tanah.
Baca juga:‘Aku Dibesarkan di Sebuah Gua dan Harus Membunuh Bocah Lain untuk Bertahan Hidup’
Bagaimanapun juga, pasokan oksigen di mana bocah-bocah itu terjebak terus menurun. Kondisi ini memaksa petugas penyelamat untuk bekerja lebih cepat lagi.
Sebelumnya, ada opsi untuk menunggu musim hujan berakhir ketika air yang menggenangi terowongan menyusut.
“Kurangnya cahaya matahari selama kurang lebih dua minggu, secara psikologis, tidak hanya membuat mereka mengalami disorientasi, tapi juga mengganggu fungsi fisiologis dasar mereka yang bergantung pada ritme sirkadian,” kata Sarb Johal, profesor di Joint Centre for Disaster Research di Massey University, Selandia Baru.
Ritme sirkadian inilah yang menentukan bagaimana tubuh kita bangun dari tidur dan tidur lagi, dan membuat metabolisme tubuh ktia melambat di malam hari.
Ritme sirkadian juga memainkan peran dalam berbagai proses tubuh lainnya, termasuk kadar hormon yang dapat mempengaruhi stres, mengubah suhu tubuh naik dan turun, juga berpengaruh terhadap proses pencernaan makanan.
Itulah sebabnya, Sarb Johal menyarankan agar tim penyelamat juga memikirkan pentingnya mengatur sirkulasi cahaya—mengantisipasi jika mereka harus bertahan lebih lama di dalam gua.
Infeksi juga menjadi persoalan lain ketika terjebak di dalam guan.