Advertorial

Dialah Ali Hassan Salameh, Teroris yang Tak Hanya Diburu oleh Mossad tapi Juga Para Wanita

Moh. Habib Asyhad
Intisari Online
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Salameh yang terus diburu-buru dan memiliki nama lain Abu Hassan sudah menjadi tokoh besar di kalangan PLO dan kelompok teroris Black September.
Salameh yang terus diburu-buru dan memiliki nama lain Abu Hassan sudah menjadi tokoh besar di kalangan PLO dan kelompok teroris Black September.

Intisari-Online.com -Agen rahasia Israel, Mossad pernah memburu tokoh teroris yang paling sulit dilumpuhkan, Ali Hassan Salameh.

Salameh dikenal sebagai teroris yang pandai menyamar, membuat tergila-gila para wanita, dan kelompoknya kerap melancarkan serangan mematikan ke target-target Israel di tahun 1970-an.

Salameh yang terus diburu-buru dan memiliki nama lain Abu Hassan sudah menjadi tokoh besar di kalangan PLO dan kelompok teroris Black September.

Mossad pernah melakukan operasi pembunuhan terhadap Salameh di Norwegia tetapi ternyata salah sasaran.

(Baca juga:Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)

Pada saat itu sesungguhnya Salameh memang berada di negara itu. Tapi dirinya ternyata luput dari incaran Mossad dan setelah peristiwa itu, dia malah makin piawai.

Salameh juga dikenal sebagai ahli menyamar dan berkali-kali lolos dari buruan Mossad.

Keahlian menyamar itu ternyata diperoleh dari rekannya yang menjadi tokoh teroris dunia yang jago menyamar dan meloloskan diri, Carlos The Jackal.

Tapi Salameh mulai menunjukkan kelemahannya saat bermukim kembali ke Beirut dan menikah lagi dengan gadis Lebanon, Georgina Rizak.

Georgina yang sangat menyukai Salameh pernah menjadi Ratu Kecantikan Sejagat tahun 1971.

Kepopuleran Georgina RIzak lah yang membuat Mossad berhasil mencium keberadaan Salameh dan kemudian merancang operasi pembunuhan.

Untuk memasuki Beirut agen Mossad yang terdiri dari tim pria dan wanita tidak mengalami banyak kesulitan.

Bahkan untuk mendeteksi kediaman Salameh yang berada di suatu apartemen dan kebiasaannya wara-wiri ke istri barunya juga makin mempermudah aksi Mossad.

(Baca juga:Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)

Sialnya Salameh dan pengawalnya yang selama ini selalu waspada dan curiga tidak menyadari bahwa seorang agen wanita Mossad, Erika Mary Chambers, yang tinggal di seberang apartemen Salameh selalu mengawasinya.

Erika yang dikenal sebagai wanita genit dan penggemar kucing serta suka melukis memang sama sekali tidak mencerminkan sosok agen Mossad.

Setelah Erika berhasil memastikan apa saja rutinitas dan rute yang selalu dilewati Salameh, ia segera memanggil tim pembunuh Mossad untuk segera datang ke Beirut.

Dua personel Mossad yang bertugas sebagai regu pembunuh pun segera terbang ke Beirut.

Agen Mossad yang pertama tiba di Beirut pada bulan Januari 1978 adalah Peter Sriver.

Ketika tiba di Beirut, Peter yang berpaspor Inggris mengaku sebagai konsultan teknik dan usahawan Inggris.

Peter kemudian menginap di salah satu hotel dan menyewa Volkswagen yang natinya akan difungsikan sebagai bom mobil.

Sehari kemudian agen Mossad yang kedua, Ronald Kolberg, menyusul tiba di Beirut dan menggunakan paspor Kanada.

Ia menginap di hotel yang tidak jauh dengan tempat Peter menginap.

Tujuan menginap di hotel terpisah itu adalah untuk menghilangkan kecurigaan bahwa mereka salin kenal.

Setelah mengisi Volkswagen dengan peledak dan meninggalkan kunci untuk Kolberg, Sriver segera terbang ke Lebanon menggunakan paspor bukan Inggris.

Kolberg yang sudah menyewa mobil pun meluncur ke hotel tepat menginap Sriver lalu mengambil kunci Volkswagen dan mengendarainya di jalan yang biasa dilalui Salameh.

Kolberg kemudian memarkir Volkswagen yang dipenuhi bom di dekat apartemen Salameh.

(Baca juga:Bermaksud Hancurkan Hizbullah, Pasukan Elit Israel Ini Malah Dihajar Habis-habisan Gaga-gara Ini)

Tanpa mengundang banyak perhatian, Kolberg menghilang naik taksi.

Tepat pada tanggal 22 Januari pukul 15.35 petang, Salameh yang mengendarai Chevrolet bersama empat pengawalnya melintas tepat di samping Volkswagen.

Bom yang dipicu melalui gelombang radio pun meledak menghancurkan mobil Chevrolet bersama isinya.

Tak hanya Salameh dan empat pengawalnya yang tewas, empat orang lain yang sedang melintas juga turut tewas.

Mossad dan rakyat Israel pun merasa puas dengan tewasnya Salameh karena dendamnya terbalas.

Tapi tewasnya Salameh ternyata tidak mampu menghentikan aksi teror terhadap Israel.

Gerakan teror Black September bahkan menjadi momentum internasional bagi terorisme grobal untuk melancarkan serangan ke seluruh dunia.

Aksi terorisme di AS pada 9 September 2002 yang menghancurkan dua gedung kembar WTC di New York bahkan memanfaatkan bulan September sebagai ikon aksi pembalasan. (Ade Sulaeman)