Advertorial
Intisari-Online.com – Nama kerennya Xystrocera robusta, tapi di Indonesia lebih dikenal dengan nama ulat boktor atau engkes-engkes, yang suka menyerang pohon Jeunjing (Albizzia falcate).
Pengalaman pahit akibat ulah ulat ini dialami oleh Dinas Kehutanan pada sekitar tahun enam puluhan.
Ribuan Ha kawasan hutan yang ditanami Jeunjing (dalam rangka gerakan penghijauan pada waktu itu) habis musnah akibat serangan hama ini.
Si Boktor ini memang lihai. Dia tidak memakan daun sebagaimana biasanya Ulat-ulat, tetapi yang diserang adalah bagian lunak di bawah permukaan kulit batang, terutama pada pohon-pohon berumur deIapan tahun ke atas.
Sedangkan pohon Jeunjing pada umur ini, sedang masanya untuk memperbesar batang.
Karena itu pemberantasannya juga sulit. Insektisida yang disemprotkan sering tidak sampai pada sasarannya, karena ulat ini terlindung di bawah permukaan kulit, apalagi setelah ulat ini berubah jadi pupa (kepompong), dia dapat tinggal dalam lubang gerekan dalam batang dan badannya dilindungi oleh semacam dinding yang terbuat dari Ca Co3 (zat kapur).
Gerekan ke dalam batang inilah sebenarnya yang paling fatal akibatnya pada Jeunjing, sebab batang akan ber-lubang-lubang banyak, dan jika ada angm sedikit bertiup agak keras, semua tegakan dalam areal itu akan rubuh dan hancur sama sekali.
Karena insektisida sudah tak mempan, maka dipikirkan orang cara Iain untuk membasminya. Salah satu cara, ialah mencarikan parasit Iain yang dapat memakan telur-telur atau larva-larva dari si Boktor ini.
Syarat dari parasit yang baik, ialah bahwa parasit itu harus hanya menyerang hama itu saja, tidak ikut-ikutan menyerang pohonnya, dan cara berkembang biaknya harus lebih cepat dari hamanya. Parasit yang telah diketemukan dan ternyata paling doyan makan larva Boktor adalah sejenis serangga dari Famili Braconidae. Sering kali disebut juga sebagai Serangga Anti Boktor.
Serangga Anti Boktor ini kalau disebarkan dalam jumlah yang cukup, akan menghalangi pertumbuhan populasi dari hama Boktor. Tapi dia sendiri tidak membahayakan, karena tidak suka pohon-pohon Jeunjing.
Untuk mendapatkannya dalam jumlah banyak maka harus diadakan perkawinan buatan di dalam tempat khusus untuk itu. Dan karena merasa berkepentingan, manusia pun ikut menternakkannya.
Rupanya karena merasa diperlukan, Braconidae ini jadi banyak tingkah. Kesulitan pertama ialah dalam mengawinkannya untuk mendapatkan keturunan yang banyak sehingga dapat menyerang Boktor habis-habisan.
Percobaan di Laboratorium Fakultas, membuat kami harus garuk-garuk kepala, sebab Braconidae ini tak mau kawin satu sama lain walaupun sudah dipaksa-paksa. Tetapi untunglah, walaupun tanpa dikawini oleh jantannya, beberapa waktu kemudian betinanya mau juga bertelur.
Baca juga:Serangga Purba yang Membingungkan Peneliti Selama 1 Abad Itu Akhirnya Terbongkar Juga Kedoknya
Ini adalah akibat sifat Partenogenesis dari binatang ini, yaitu sifat dapat berkembang biak sendiri tanpa dibuahi. Hanya sayangnya, setelah menetas anaknya jantan semua. Dapat dibayangkan bahwa pada generasi berikutnya, Braconidae ini pasti sudah habis.
Konon, Braconidae dapat beranak betina, kalau telurnya betul-betul hasil dari perkawinan induk Jantan dan Betinanya. Dan untuk terjadinya perkawinan ini, syaratnya ialah bahwa kedua induk ini harus “indehoy" sambil terbang.
Dalam sarang percobaan, agar serangga ini dapat terbang, sarangnya minta digoyang-goyang terus menerus, dan ini berarti harus ada tenaga khusus yang bersedia menggoyang terus menerus.
Begitulah, sampai sekarang Boktor-iboktor ini masih aman berkeliaran, karena musuh utamanya masih belum bisa diternakkan secara buatan dengan baik. Keadaan ini memerlukan perhatian dari petani-petani kita yang sekarang katanya sudah harus “gandrung" pohon Jeunjing dalam rangka penghijauan (di Jawa Barat, terkenal dengan nama Gerakan Gandrung Tatangkalan).
Karena, makin banyak Jeunjing yang tumbuh, berarti makin banyak pula makanan bagi si Boktor, dan penyebarannya lebih mungkin untuk meluas, sebab kelompok-kelompok tanaman Jeunjing ini dengan sendirinya akan makin dekat satu sama lain, dan suatu saat tunggu saja populasi dari hama ini meledak.
Jalan yang paling aman sekarang untuk menghindari Hama Boktor ini ialah menanam Jeunjing dalam kelompok-kelompok kecil yang tempatnya cukup berjauhan dalam jarak di mana Boktor tak mampu terbang dari satu kelompok ke kelompok lain.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1974)
Baca juga:Meski Kecil, Serangga Ini Membunuh Mangsanya yang Lebih Besar dengan Sadis