Advertorial
Intisari-Online.com – Saya amat beruntung karena dapat menyaksikan dari dekat tanda tangan beberapa tokoh militer. Sampai ada kalanya dapat melihat perubahan-perubahan yang nampak antara masa-masa perjuangan dulu sampai yang sekarang ini.
Kecuali kertasnya yang jauh berbeda kadang-kadang juga nampak adanya beberapa perubahan.
Kertas-kertas yang dipakai pada masa perjuangan itu kadang-kadang amat memelas. Kertas merang atau apa yang dikenal dengan nama kertas-telo. Kalau tidak, ya kertas sampul-kuning yang biasa dipakai sebagai pembungkus kado.
Baca juga: Saat 'Pahlawan' Jadi Lawan: Tangis Bung Karno saat Harus Tanda Tangani SK Hukuman Mati Kartosuwiryo
Ada juga kertas-kertas yang sebaliknya sudah dipakai catatan-catatan lain, masih dimanfaatkan untuk menulis surat resmi.
Tintanyapun macam-macam, ada yang memakai potlod tinta ada yang memakai pensil warna biru dan tidak ketinggalan tinta stempel dipakai juga sebagai tinta tulis.
Kertas-kertas antik ini betul-betul saya perlakukan sebagai orang sedang memisahkan gabah dari beras yang akan dimasak. Apalagi kalau akan memasukkan kedalam map atau rak penyimpanan.
Harus hati-hati benar, supaya tidak lekas rusak tertindih tumpukan-tumpukan lainnya. Lipatan-lipatan kecilpun dapat merontokkan kertas telo itu.
Memperlakukan kertas semacam ini dengan umurnya yang rata-rata sudah lebih dari dua puluh tahun, rasanya seperti menyimpan barang purbakala saja. Belum lagi yang dirusak oleh kutu kertas atau cecunguk.
Bahkan ada juga yang sudah robek-robek dikrikit tikus piti. Seolah-olah merupakan persediaan makanan darurat, sewaktu tikus-tikus itu mengalami masa paceklik.
Maka kertas telo itu merupakan sasaran yang masih tinggi kadar gizinya bagi rata-rata tikus kecil itu. Ini kentara sekali dari bekas kotoran yang ditinggalkan tikus-tikus pada lemari kertas antik.
Dimulai saja dari surat resmi Let. Kol. J.F. Warrow, Komandan Brigade 16 dengan nomer surat yang terdiri dari sepuluh angka: 1616111200 dar '49 tertanggal 16 Nopember 1949. Isinya tentang adanya persetujuan bersama di antara para Komandan Batallion di daerah Malang.
Baca juga:Bukan Soeharto, Inilah Daftar Presiden Terlama dan Tercepat di Dunia
Yang berarti tembak menembak dan rasa permusuhan di antara anak buah Bat. 17 dibawah Mayor Abdullah, Bat. 32 Mayor Abdul Manan dan dari Be IV Mayor Rusman sudah harus dihentikan.
Yang agak aneh ialah cap dari Brigade 16 ini terdirf dari bulat telur dan bulat.
Sebaliknya diharapkan agar saling dapat menjamin keamanan. Memberi penerangan kepada rakyat, pengembalian tahanan-tahanan. Campagne memberantas berita-berita yang bukan sebagai adanya dan masing-masing pasukan kembali ke tempat semula.
Demikianlah instruksi Komandan Brigade 16 atau Wehrkreise Arjuna, Jawa Timur.
Lain halnya siapakah yang menjadi Komandan Operasi “Selatan" ? Daerah Bojonegoro merupakan daerah Operasi Selatan dengan Komandan Mayor Basuki Rachmad.
Baca juga:Kisah Paspampres: Soeharto dan Traffic Light yang Tak Pernah Merah
Surat No. 665/VI/Sec/Dos/49 merupakan peringatan dari Komandan C.M.D. Bojonegoro Major Basuki Rachmad kepada Sie Gerindo pimpinan Sersan Sutrisno supaya consolidasi pasukan tidak sampai mengganggu keamanan daerahnya.
Basuki Rachmad yang kita ketahui sebagai Menteri Dalam Negeri pada akhir-akhir hidupnya itu, menerakan tanda tangannya diatas kertas tik biasa.
Ketikannya rapi dan masih jelas dibaca. Hanya pinggirannya yang sudah koyak-koyak, mungkin karena terus-menerus pindah dari map yang satu ke map yang lain tanpa sempat meluruskan pinggiran-pinggirannya. Atau berdandan, berbenah diri.
Membolak-balik kertas-kertas antik tidak dapat dilakukan dengan tergesa, harus dapat dinikmati satu persatu kekunoannya. Perintah Siasat No. 58/ SP/CPD/49 ditandatangani seorang Komandan dengan potlod berwama biru, di atas kertas merang yang sudah mulai bulukan.
CPD ternyata berarti Comarido Pertempuran Daerah. Mayor S. Sokowati selaku komandannya. Dengan wilayah Madiun dan sekitarnya.
Adakah namanya berubah? S. Sokowati menjadi Soekowati, saya merasakan adanya perubahan itu. Entah kalau saya yang salah dengar. Sekarang meningkat pada surat antik yang bernomor Kode 104/III C/'48.
Surat keputusan Komandan Brigade III, untuk memberhentikan dengan hormat, Letnan Muda III Suwardjo Stb. No. 06365. Komandan Regu 1, Sie 3, Cie Bantuan Bat. II. Alasan berhenti karena permintaan sendiri, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1948.
Oleh sebab itu dalam SK itu Letnan Muda III Suwardjo diperkenankan mengambil tunjangan sebulan gaji.
SK dalam kertas merang ini diketik dengan rapi tetapi karena pitanya yang sudah kering kelihatan tidak begitu terang. Tanggal SK tsb. ialah 11-9-1948, Komandan Brigade III Staf, P.D. Tng (artinya Pejabat Tertinggi?), Letkol Soeharto.
Tanda tangannya agak naik, ada gelung pada huruf S dan T. Hingga muka dan belakang bergelung. Dengan coretan tajam kebawah.
Tinta spesial seperti tinta stempel Brigade III. Perubahan tandatangan itu nampak jelas pada panjang dan gelung.
Begitu pula garis makin menaik dengan goresan tajam sudah tidak nampak lagi, setelah pak Harto menjadi Presiden RI.
(Ditulis oleh P.K. Poerwantana. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1974)