Advertorial

Soal Kedekatan dengan China dan Rusia, Duterte: Jika Pesawat yang Saya Tumpangi Meledak, Tanyakan CIA

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte tidak mengesampingkan bahwa AS mungkin akan sangat terganggu dan memberinya ancaman.

Hal ini terkait keputusannya untuk mendapatkan senjata dari China dan Rusia, setelah Washington menolak untuk memasok senjata untuk Manila.

Filipina telah mencari senjata modern dan senjata kecil untuk meningkatkan pertempuran melawan kelompok-kelompok teroris yang terafiliasi dengan ISIS, sejak Duterte mengambil alih kantor pada Juni 2016.

Namun, Washington menolak untuk menjual senapan serbu.

(Baca juga: Pernah Juga Dipakai VOC di Maluku, Beginilah Cara Agen CIA Menginterogasi Korbannya dengan Cara Murah tapi Sangat Kejam)

Hal ini disebabkan atas kekhawatiran tentang catatan hak asasi manusia Filipina di tengah perang melawan peredaran obat-obatan terlarang yang sedang berlangsung.

Duterte pun terpaksa mencari pemasok baru. Manila, yang telah lama bergantung pada AS untuk senjata, beralih ke China dan Rusia untuk mengisi kesenjangan.

"Faktanya adalah, Amerika benar-benar tidak menghormati kata-kata mereka," kata Rodrigo Duterte pada hari Kamis, menjelaskan keputusannya untuk mencari mitra alternatif.

Pemimpin Filipina itu mengatakan kepada sekelompok petani dan nelayan yang berkumpul di resepsi istana kepresidenan bahwa Beijing dan Moskow menjawab seruan itu, bahkan setuju untuk memberikan beberapa senjata secara gratis.

(Baca juga: Ingin Tahu Berat atau Tidaknya Nama Anda? Yuk Cari Tahu dengan Perhitungan Nama Ala Jawa Ini)

“Jadi saya pergi ke Tiongkok ... untuk meminta [Presiden China Xi Jinping] untuk membantu kami: 'Saya butuh senjata',” kata Duterte saat berbicara panjang lebar. “Xi Jinping berkata, ‘Tidak masalah. Jangan bayar saya, itu semua milik Anda.’”

“Lalu saya pergi ke Rusia ... ‘Saya datang ke sini untuk meminta bantuan Anda! Tidak apa-apa, saya akan memberikannya kepada Anda, gratis’," Duterte memparafrase dugaan tanggapan Presiden Vladimir Putin selama pertemuan mereka tahun lalu.

Menyusul kunjungan Duterte ke Moskow pada Mei tahun lalu, Rusia memang mengirimkan senjata sederhana ke negara Asia.

Pada Oktober tahun lalu, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu secara pribadi mengawasi pengiriman sekitar 5.000 senapan serbu Kalashnikov dan sekitar satu juta butir amunisi, yang disumbangkan sebagai bagian dari hubungan baru antara Moskow dan Manila.

(Baca juga: (Foto) Masih Ingat Rob? Ternyata Ia adalah 'Orang Ketiga' di Antara Pasangan Selebritas Dunia, Ini Buktinya)

Selain senapan mesin dan amunisi, Armada Pasifik Rusia juga mengirimkan 20 truk militer untuk Angkatan Bersenjata Filipina (AFP).

Beijing juga mengirim senjata ke Manila, menyumbangkan ribuan senapan serbu dan ratusan senapan sniper, serta amunisi, ke Filipina sebagai isyarat "hubungan yang ramah dan kooperatif" pada bulan Juni dan Oktober tahun lalu.

Namun, tidak satupun dari kondisi ini diartikan bahwa Manila berusaha menjauhkan diri dari Washington dan bergabung dengan blok militer Beijing atau Moskow yang entah bagaimana dapat mengancam AS, pemimpin Filipina menekankan.

“Tidak ada aliansi militer. Saya belum siap untuk itu,” katanya. "Sampai hari ini Rusia dan China belum meminta bahkan untuk selembar kertas atau pensil."

"Setidaknya, jika pesawat saya meledak, atau jika beberapa bom di tepi jalan meledak, mungkin Anda bisa bertanya pada CIA," kata Duterte dalam campuran bahasa Filipina dan Inggris.

(Baca juga: Heboh! Beredar Makanan Ringan yang di Dalamnya Ada Hadiah Uang Tunai Hingga Rp 50 Ribu!)

Artikel Terkait