Advertorial
Intisari-Online.com -Selain Andrey Dolgov, kapal pencuri ikan buronan internasional yang ditangkap TNI AL tahun lalu, ternyata masih banyak kapal pencuri ikan di dunia.
Kelompok pencuri ikan yang paling terkenal salah satunya adalah yang disebut Bandit 6.
Kelompok ini terdiri atas enam kapal yaitu Kunlun, Perlon, Songhua, Thunder, Viking, dan Yongding.
Keenam kapal ini biasa beroperasi di perairan sekitar Antartika untuk mencari ikan toothfish atau yang dikenal juga dengan nama ikan bass Chile.
Baca Juga : Kisah Andrey Dolgov, Kapal Perampok Ikan Buruan Banyak Negara yang Bertekuk Lutut di Tangan Menteri Susi
Ikan ini dikenal dengan harganya yang amat mahal. Namun, untuk menangkap ikan itu, nelayan atau kapal ikan membutuhkan izin khusus.
Nah, keenam kapal ini tak pernah melaporkan jumlah tangkapan mereka. Hal itu melanggar aturan yang dibuat Komisi untuk Konservasi Sumber Daya Kelautan Antartika (CCAMLR).
Selain tak melaporkan hasil tangkapan, keenam kapal ini juga menggunakan peralatan yang dilarang, seperti pukat yang amat merusak karena disebar dan ditarik di sepanjang dasar laut.
Pada November 2014, organisasi konservasi Sea Shepherd menggelar Operasi Icefish, sebuah kampanye melawan penangkapan ikan ilegal di perairan Antartika.
Baca Juga : Inilah Alasan Mengapa Sebaiknya Kita Memakan Apel Tanpa Mengupas Kulitnya
Saat operasi ini digelar, keenam kapal Bandit 6, yang pernah dioperasikan perusahaan Spanyol Vidal Armadores, sudah menjarah ikan setidaknya selama 10 tahun.
Sea Shepherd adalah organisasi nirlaba yang fokus pada konservasi laut dan berbasis di Washington, Amerika Serikat.
Pada Desember 2014, dua kapal milik Sea Shepherd, MV Bob Barker dan MY Sam Simon, berlayar ke Samudra Antartika untuk mencari keenam kapal Bandit 6.
Tiga hari kemudian, MV Bob Barker memergoki Thunder dan langsung mengejarnya.
Baca Juga : Percaya bisa Mencegah Kanker dan Meningkatkan Kekebalan Tubuh, Wanita Ini Makan Serangga Hidup Setiap Hari
Di saat yang kurang lebih sama, tiga kapal lain Bandit 6, yaitu Kunlun, Songhua, dan Yongding, dicegat kapal AL Selandia Baru, HMNZS Wellington.
Para kru ketiga kapal itu mengaku kapal mereka terdaftar di Guinea Ecuatorial, tetapi pemerintah negara Afrika itu membantah.
Interpol kemudian menerbitkan purple notice terkait ketiga kapal itu atas permintaan pemerintah Selandia Baru.
Namun, kru ketiga kapal itu tetap tak mengizinkan awak Wellington naik. Ditambah cuaca yang buruk, HMNZS Wellington tak bisa memaksakan personelnya naik ke ketiga kapal tersebut.
Akibatnya, kru AL Selandia Baru hanya mengumpulkan data soal ketiga kapal itu dan mereka memutuskan kembali ke pelabuhan.
Pada 2 Februari 2015, MV Sam Simon memergoki Yongding dan Kunlun. Sam Simon lalu mengejar Kunlun selama delapan hari, mengusirnya dari lokasi penangkapan ikan, dan mengambil jaring yang ditinggalkan Kunlun.
Semua barang bukti itu kemudian dibawa Sam Simon ke Mauritius untuk diserahkan kepada pihak berwajib.
Pada Maret, Kunlun tiba di Phuket, Thailand, dengan muatan 182 ton toothfish yang oleh kru Kunlun disebut sebagai ikan kerapu.
Namun, kebohongan itu diketahui aparat Thailand yang kemudian menahan kapal tersebut. Di bulan yang sama, kapal lain Bandit 6, Viking, juga ditangkap di Malaysia.
Namun, kapal itu dibebaskan setelah membayar denda 71.500 dollar AS atau sekitar Rp 1 miliar.
Sementara itu, MV Bob Barker masih mengejar Thunder. Pengejaran itu mencakup jarak 10.000 mil laut atau sekitar 18.500 kilometer dan berlangsung 110 hari.
Ini adalah operasi pengejaran kapal pencuri ikan dengan durasi terlama yang pernah tercatat.
Pada 6 April, kapten kapal Thunder mengirim panggilan radio berisi permintaan bantuan karena telah menabrak sesuatu.
Kapal-kapal milik Sea Shepherd kemudian datang untuk mencoba membantu dan seluruh 40 awak kapal Thunder bisa diselamatkan.
Tiga kru Sea Shepherd kemudian naik ke Thunder dan menemukan pintu-pintu kabin semuanya terbuka.
Kru Sea Shepherd tidak menemukan bukti apa pun, termasuk tanda-tanda adanya tabrakan.
Di sisi lain, para kru Thunder malah bersorak girang saat kapal mereka tenggelam.
Hal ini membuat kru Sea Shepherd berkesimpulan kapal itu sengajaa ditenggelamkan untuk menghilangkan bukti.
Pada 22 April 2015, kapal lain Bandit 6, Perlon, dipergoki kapal milik Badan Pabean dan Perlindungan Perbatasan Australia dan AL Australia.
Pemerintah Australia lalu menyebarkan kabar ke sejumlah negara di sekitarnya tentang keberadaan Perlon. Saat kapal itu tiba di Malaysia pada Mei, pemerintah setempat menahannya.
Para kru Perlon kemudian dijatuhi denda 445.000 dollar AS atau sekitar Rp 6,2 miliar serta diperintahkan untuk menyerahkan muatan yang bernilai sekitar 1,3 juta dollar AS.
Pada 19 Mei 2015, kapten kapal MV Bob Barker, Peter Hammarstedt, sedang berlibur di Mindelo, Cape Verde, saat memergoki sebuah kapal yang amat familiar mendekati pelabuhan.
Peter kemudian mengambil foto kapal itu dan mengirimkan ke pemerintah Selandia Baru yang kemudian memastikan kapal itu adalah Songhua, anggota Bandit 6.
Sehari kemudian muncul Yongding, kapal lain Bandit 6, dan pada 21 Mei kedua kapal tersebut ditahan otoritas pelabuhan Cape Verde.
Pada September 2015, Kunlun dapat kabur dari Phuket setelah pemerintah setempat mengizinkan kapal itu mengisi bahan bakar agar bisa menyalakan kamar pembeku ikannya.
Pada Februari 2016, kapal itu terlihat di perairan Senegal dan mengklaim terdaftar di Indonesia. Namun, pemerintah Senegal menahan kapal itu.
Kini tersisa hanya satu kapal Bandit 6 yang masih dikejar kapal milik Sea Shepherd MV Steve Irwin.
Saat MV Steve Irwin mengetahui lokasi kapal itu, mereka memberi tahu Pemerintah Indonesia.
Mendapat kabar itu, TNI AL segera bergerak dan pada 25 Februari 2016, Viking tertangkap basah sedang beroperasi di perairan Tanjung Berakit, Riau.
Selama ini, Viking beroperasi sebagai "kapal hantu" dengan terus mengganti nama, registrasi, dan tidak memancarkan sinyal satelit untuk menghindari pelacakan.
Menurut Interpol, Viking sudah berganti nama 13 kali, berganti bendera 12 kali, dan mengganti call-sign sebanyak delapan kali.
Saat ditangkap, di atas kapal Viking terdapat 11 kru yang terdiri dari lima warga Argentina, Peru, Myanmar, dan enam warga Indonesia.
Kapal itu kemudian diserahkan ke Kementerian Perikanan dan Kelautan sebelum akhirnya dihancurkan pada 14 Maret 2016. (Ervan Hardoko)Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kisah 6 Kapal Penjarah Ikan Dunia, Salah Satunya Dihancurkan Indonesia"