Advertorial
Intisari-Online.com – Semua orang pasti berharap bisa melakukan sesuatu yang dapat dibanggakan.
Namun, hingga suatu saat mungkin saja seseorang melakukan sesuatu kesalahan dalam hidupnya, yang bisa jadi tidak terlalu masalah.
Kesalahan yang kita lakukan ini mungkin membuat kita merasa sangat bersalah.
Mungkin saja kita menghabiskan separuh tabungan untuk membeli tiket liburan, merayu teman kantor yang sudah bersuami, atau membiarkan kucing kesayangan ke luar pagar lalu hilang.
Baca Juga : Viral Interogasi Jambret Menggunakan Ular, Pihak Polisi Akhirnya Minta Maaf
Secara umum, orang akan sulit memaafkan dirinya ketika melakukan beberapa hal berikut, yaitu mengalami kegagalan pernikahan, tindakannya melukai orang lain, melakukan hal yang merugikan diri sendiri, seperti memakai narkoba, serta tidak melakukan hal yang seharusnya, misalnya menabung untuk pendidikan anak.
Tak mudah untuk memaafkan diri sendiri, dan kita merasa teman atau pasangan juga tidak bisa memaafkan jika mereka tahu apa yang kita lakukan. Rasa malu dan bersalah pun semakin besar.
Menurut psikolog Fred Luskin, PhD, rintangan terbesar untuk memaafkan diri sendiri sebenarnya adalah kecenderungan kita untuk terus berkubang dalam kesalahan.
"Kita merasa buruk bukan cuma karena kita tahu hal itu salah. Tapi kita seolah menarik perasaan buruk itu untuk menutupi kita seperti selimut dan menolak untuk berhenti meratap," kata Luskin.
Ia menjelaskan, tanpa sadar kita menggunakan perasaan bersalah itu seperti jimat untuk menghindari konsekuensi dari tindakan kita.
Baca Juga : Ajari Anak untuk Meminta Maaf dan Memaafkan, Agar Mereka Tak Tumbuh Jadi Pendendam
Kita meringkuk seperti dalam bola dan berkata, "Hei, lihatlah betapa sedihnya aku. Betapa menderitanya. Aku tidak bisa dihukum lebih dari ini".
Alih-alih bertanggung jawab pada apa yang kita lakukan dengan mencoba memperbaiki kerusakannya, kebanyakan dari kita malah menghukum diri dengan perasaan bersalah seumur hidup.
Masalahnya, perasaan bersalah itu menimbulkan dampak yang tidak kita sadari. Menurut Luskin, orang-orang di sekitar kitalah yang terkena dampaknya.
"Siapa pun yang berkubang dalam rasa bersalah, akan menjadi lebih menutup diri dan lebih kritis dibanding biasanya. Pasangan, anak, orangtua, teman, bahkan hewan peliharaan kita, mungkin akan terkena dampaknya," kata dia.
Kondisi mental kita juga berpengaruh pada kondisi fisik. Kita pun jadi merasa susah tidur nyenyak, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, atau gangguan pencernaan.
"Memaafkan diri sendiri berarti berani menghadapi yang terjadi di masa lalu, mengakui kesalahan, dan terus maju," katanya.
Dengan kata lain, ada saatnya kita menyesal, tapi ketika itu selesai, kita harus melangkah.
Belajar melangkah
Salah satu cara untuk move on adalah menyadari bahwa apa yang terjadi sudah berlalu. Terus mengingat-ingat apa yang terjadi justru membuat kita makin merasa buruk.
Jadi, setiap kali perasaan itu muncul, berhentilah, dan coba sadari apa yang sedang kamu lakukan saat ini.
Fokuskan perhatian pada sesuatu yang lebih positif. Jika kamu tidak bisa memaafkan diri karena melakukan sesuatu pada orang lain, terkadang yang dibutuhkan adalah minta maaf langsung.
Namun, jika hal itu tidak memungkinkan, misalnya karena orang tersebut sudah meninggal, kita bisa menebusnya dengan membuat kebaikan kepada orang lain.
Kita juga bisa mencoba belajar memaafkan diri dengan memberikan jeda bagi pikiran dan menggantikan perasaan bersalah dan malu itu dengan perasaan bersyukur. (Lusia Kus Anna)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Kita Sulit Memaafkan Diri Sendiri".