Advertorial

Kelimutu, Danau yang Bisa Berubah Bak Lautan Kecap

Aulia Dian Permata
Yoyok Prima Maulana

Tim Redaksi

Jika ada perubahan warna danau Kelimutu menjadi hitam kelam, maka ada peristiwa buruk yang akan terjadi.
Jika ada perubahan warna danau Kelimutu menjadi hitam kelam, maka ada peristiwa buruk yang akan terjadi.

Intisari-online.com - Indonesia terkenal dengan wisata alam yang tiada habisnya. Mulai dari pegunungan, laut, hingga danau-danau menawan semua ada di negeri ini.

Salah satu danau yang sangat terkenal dengan keindahannya adalah Danau Kelimutu yang terletak di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

Danau Kelimutu diberi nama dari bahasa Lio, bahasa yang bisa ditemui di suku Lio di sekitar Kelimutu. Keli artinya gunung, sedangkan mutu berarti mendidih. Kelimutu jika digabungkan artinya gunung yang mendidih.

Danau ini memang sebenarnya adalah kawah dari gunung Kelimutu yang menjulang setinggi 1.639 meter di atas permukaan laut.

Sebagai sebuah danau yang menawarkan pemandangan indah, danau Kelimutu pernah masuk ke dalam daftar 7 keajaiban dunia. Namun, bukan hanya karena keindahannya saja, tapi juga ada beberapa hal unik yang hanya bisa ditemui di Danau Kelimutu.

Keunikan paling terkenal dari Danau Kelimutu adalah tiga kawah yang membentuk tiga danau ini memiliki warna air yang berbeda.

Salah satu kawahnya bahkan bisa berubah menjadi hitam pekat seperti lautan kecap.

Menurut kepercayaan suku Lio, penduduk di sekitar Gunung Kelimutu, perubahan warna danau ini disebabkan oleh aktivitas leluhur di danau tersebut.

Masyarakat suku Lio percaya bahwa ketika ada keluarga mereka yang meninggal, arwah mereka akan terbang dan menghuni danau.

Kelimutu sendiri memiliki tiga kawah vulkanik yang membentuk danau.Kawah pertama, Tiwu Ata Mbupu, untuk roh yang semasa hidupnya selalu berbuat baik.

Baca Juga : Tiket Pesawat Melambung: Ini 8 Trik Jitu Dapatkan Tiket dengan Harga Supermurah, Bocoran Pegawai Maskapai Penerbangan

Kawah kedua, Tiwu Ata Ko'o Fai Nuwa Muri, untuk roh muda-mudi yang telah meninggal. Kawah ketiga, Tiwu Ata Polo, untuk roh yang semasa hidupnya bergelimang dosa.

Para pemangku adat setiap kampung, yang kerap disebut "musalaki" juga memiliki prinsip bahwa jika ada perubahan warna danau yang biasanya hijau lumut atau putih susu menjadi berwarna hitam kelam, maka ada peristiwa buruk yang akan terjadi.

Roh leluhur menjadi muara dari setiap keadaan yang menimpa suku Lio. Oleh sebab itu, musalaki dan segenap suku Lio mengadakan upacara adat Pati Ka Dua Bapu Ata Mata tiap tahun, tepatnya pada 14 Agustus.

Upacara ini awalnya digagas oleh pengurus Taman Nasional Kelimutu dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Ende. Pati Ka Dua Bapu Ata Mata artinya memberi makan untuk roh orang yang sudah mati, atau roh leluhur di danau.

Upacara adat ini diawali dengan berkumpulnya para pemangku adat dari kampung sekitar Kelimutu.

Pertama, pada 14 Agustus para pemangku adat berkumpul untuk memberi doa pada sesajen yang akan diantar ke mulut danau.

Upacara adat Pati Ka Dua Bapu Ata Mata berlangsung selama 3 hari, dari tanggal 14 hingga 16 Agustus. Hari kedua, tanggal 15 Agustus dilanjutkan dengan pementasan sanggar seni dari masing-masing desa.

Acara hari terakhir diisi dengan Gawi bersama-sama. Gawi adalah tarian tradisional suku Lio yang memiliki arti persatuan tanpa batas. Tarian ini dilakukan seluruh peserta upacara adat dengan cara saling berpegangan tangan dan membentuk lingkaran tanpa putus yang menandakan kebersamaan.

Rangkaian upacara adat ini memang sengaja diatur menjelang tanggal 17 Agustus untuk mengenang Presiden Soekarno.

Baca Juga : Bertamasya Menyintas Waktu ke Zaman Manusia Purba di Sangiran

Bagaimanapun juga, Kota Ende—juga Danau Kelimutu—tidak bisa lepas dari sosok Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia yang sempat diasingkan di kota ini.

Oleh karena itu, selain untuk menghormati para leluhur, Pati Ka Dua Bapu Ata Mata juga bertujuan untuk memohonkan keselamatan bangsa.

Selain menjadi kewajiban suku Lio untuk para leluhurnya, upacara adat ini diharapkan bisa menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Danau Kelimutu juga terkenal sebagai lokasi terbaik di Ende untuk menikmati matahari terbit. Matahari terbit di Danau Kelimutu terkenal sangat cantik.

Banyak wisatawan yang sengaja datang sepagi mungkin untuk menyaksikan keindahan sang matahari mulai menghalau kabut di sekitar danau dan membiaskan semburat emas sedikit demi sedikit.

Untuk bisa menikmati keindahan matahari terbit atau sekedar melepas penat merasakan dinginnya udara di Danau Kelimutu, Anda bisa datang kapan saja. Untuk menuju kawasan Taman Nasional Kelimutu dari Bandara H. Hasan Aroeboesman Ende, Anda bisa menggunakan travel.

Jasa travel ini banyak disediakan di bagian luar bandara, Anda hanya perlu bertanya pada petugas di sekitar pintu keluar bandara. Tarif travel berkisar Rp150 - 250 ribu untuk sampai di Moni atau ke desa Waturaka yang jaraknya lebih dekat dari Kelimutu.

Moni dan Waturaka adalah salah beberapa desa transit sebelum melanjutkan perjalanan ke Kelimutu esok paginya. Di Moni dan Waturaka, Anda bisa menyewa homestay atau rumah tinggal dengan harga yang cukup murah, rata-rata Rp250 ribu untuk satu kamar.

Anda juga bisa menyewa kendaraan bermotor atau mobil untuk mengantar Anda berburu sunrise di Danau Kelimutu. Dari dua desa terdekat itu, perjalanan menuju Danau Kelimutu hanya perlu waktu sekitar 20-30 menit.

Tarif sewa angkutan desa atau motor bisa berbeda-beda tergantung cara Anda menawar, tapi biasanya untuk motor matic tarifnya Rp 125 ribu per 12 jam.

Jangan khawatir, masyarakat Moni dan Waturaka sudah terbiasa dengan wisatawan dan mereka semua sangat ramah serta siap membantu perjalanan Anda!Jadi, kapan ke Kelimutu?

Baca Juga : Ini Daftar Negara dengan Paspor Terkuat di Dunia dan Daftar Negara dengan Paspor Terlemah di Dunia

Artikel Terkait