Advertorial
Intisari-Online.com -Tahun 2015, publik sempat geger dengan terungkapnya sindikat prostitusi online di mana pekerja seksnya berprofesi sebagai model dan publik figur.
Dari sang muncikari, Robby Abbas, didapatkan daftar siapa saja model dan publik figur yang 'dijual' ke lelaki hidung belang, beserta daftar harganya yang fantastis.
Model sekaligus aktris cantik berinisial AA adalah salah satu yang ramai diberitakan saat itu.
Robby pun divonis hukuman penjara 1 tahun 4 bulan karena terbukti melanggar Pasal 296 KUHP, yakni melakukan perbuatan mempermudah orang lain berbuat cabul dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Baca Juga : Diduga Mampu Bayar Artis VA Rp 80 Juta, Apakah Pembeli Jasa PSK Bisa Dijerat Hukum?
Sementara itu, sederet model dan publik figur yang berada dalam daftar Robby, dinyatakan bebas.
Kini, publik kembali dihebohkan dengan kasus serupa. Kali ini melibatkan seorang model sekaligus pembawa acara di televisi berinisial VA.
Sama seperti kasus Robby dan AA, Polisi menahan dua orang muncikari. Sementara, VA dan seorang rekannya sesama artis berinisial AS dibebaskan serta dilabeli sebagai korban dan status sebagai saksi.
Baca Juga : Madame Ching: PSK Miskin yang Berubah Menjadi Kapten Bajak Laut Terkejam dengan 100.000 Awak Kapal!
Adilkah?
Pola pemidanaan dalam perkara prostitusi seperti ini mengusik rasa keadilan sebagian kalangan.
Mengapa yang dijerat hanya muncikari? Mengapa sang pekerja seks tidak? Bukankah keduanya juga menikmati uang hasil tindakan haram tersebut?
Pakar psikologi forensik Universitas Indonesia Reza Indragiri Amriel mengatakan, pendapat seperti itu sangatlah lumrah diajukan.
"Sebab faktanya, dewasa ini, seseorang yang menjadi pelacur adalah yang memilih profesi itu berdasarkan perhitungan bisnis untung rugi. Si pelacur berkehendak dan memutuskan sendiri dia itu akan menjadi pelacur. Artinya dia adalah pelaku aktif dalam praktik pelacuran," ujar Reza kepada Kompas.com, Selasa (8/1/2019).
Sangat jarang ditemukan lagi seseorang menjadi pekerja seks disebabkan oleh eksploitasi sekaligus intimidasi dari seorang lainnya yang berkuasa atas dirinya.
Sementara itu, lanjut Reza, hukum positif di Indonesia tak memosisikan pekerja seks sebagai pelaku, melainkan sebagai korban.
"Prinsip hukum ini berangkat dari pandangan bahwa setiap pelacur adalah manusia yang tak berdaya yang dieksploitasi pihak lain," ujar Reza.
Baca Juga : Seks Tukar Pasangan Lebih Berisiko Terkena Penyakit Kelamin Dibanding Memakai Jasa PSK
Sebenarnya, konsep pemidanaan prostitusi 'zaman now' seperti ini sudah dirumuskan dalam sebuah konferensi perempuan di Beijing, China, beberapa tahun lalu.
Dalam konferensi itu, dirumuskan bahwa ada yang namanya 'voluntary prostitution' dan 'involuntary prostitution'.
'Involuntary prostitution' adalah mereka yang menjajakan jasa seks atas dasar eksploitasi dan intimidasi.
Sementara 'voluntary prostitution' adalah mereka yang secara sukarela, bahkan senang hati, menjual tubuhnya kepada pria hidung belang.
"Dan mereka-mereka yang ditangkap berdasarkan pemberitaan sekarang-sekarang ini, adalah contoh dari 'voluntary prostitution'," lanjut Reza.
Artinya, apabila rumusan 'voluntary prostitution' dan 'involuntary prostitution' termuat dalam hukum positif Indonesia, AA, VA serta sederet artis dan publik figur yang berdasarkan penyelidikan dan penyidikan kepolisian terlibat, dapat dikenakan sanksi hukum bersama-sama muncikari mereka.
Demi rasa keadilan, Reza berpendapat, pemerintah bersama DPR RI mulai memikirkan pemidanaan perkara prostitusi seperti ini.
"Proses revisi KUHP di DPR RI patut memuat poin mengenai pemidanaan bagi pelacur dengan tipe 'voluntary prostitution' dan 'involuntary prostitution'," lanjut Reza.
Baca Juga : Kisah Atiqah Hasiholan yang Rela Jadi PSK Demi Perjuangkan Kemanusiaan
Apabila itu tidak memungkinkan, sanksi sosial kepada mereka harus tetap diterapkan. Hal itu demi mencegah dampak buruk prostitusi bagi generasi muda di masa mendatang.
"Misalnya jangan kasih mereka order sinetron atau acara televisi. Komisi Penyiaran Indonesia perlu membuat ketentuan untuk memastikan mereka-mereka itu tidak sering muncul di layar kaca. Juga untuk memastikan mereka tidak menjadi agen penyakit menular. Bahkan, kalau perlu mereka wajib melaporkan diri secara rutin," ujar Reza.
(Fabian Januarius Kuwado)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menelisik Kemungkinan PSK Turut Dipidana, Bukan Dilepaskan...".
Baca Juga : Didukung Penuh Jadi PSK, Perempuan Ini Mengaku Sangat Bangga pada Suami Juga Anaknya