Intisari-Online.com - Selama 2018, banyak fenomena alam yang telah terjadi sepanjang tahun.
Termasuk erupsi Gunung Agung yang menyebabkan warga Bali was-was pada bulan Juli yang telah lampau.
Pada Senin (2/7/2018) malam, sekitar pukul 21.04 WITA.
Menurut data PVMBG, erupsi tersebut menyebabkan tinggi kolom abu teramati mencapai 2.000 meter di atas puncak (± 5.142 m di atas permukaan laut).
Baca Juga : Diduga Jadi Penyebab Tsunami Banten, Gunung Krakatau Ternyata Raih Volcano Cup 2018, Pilihan para Vulkanolog
Namun jika warga Bali dan seluruh Indonesia was-was dengan aktivitas Gunung Agung yang kian meningkat, para peneliti dan ilmuwan NASA justru sebaliknya.
Menurut mereka, meletusnya Gunung Agung itu berpotensi menyelamatkan dunia dari perubahan iklim.
Kok begitu?
Kabar ini sempat menjadi pembicaraan hangat pada Februari 2018 silam.
Baca Juga : (Video) Detik-detik Panggung Seventeen Diterjang Tsunami, Tepat Saat Ifan Minta Penonton Tepuk Tangan
Saat itu NASA berharap bisa memanfaatkan gunung berapi yang meletus di pulau itu—ya benar, Gunung Agung—untuk mempelajari efek lebih lanjut.
Para peneliti itu berharap, dengan melacak letusan Gunung Agung, mereka bisa tahu lebih banyak tentang bagaimana bahan kimia yang dilepaskan ke atmosfer bisa digunakan untuk melawan perubahan iklim.
Setelah Gunung Agung bangun dari tidur dan kemudian meletus pada akhir November tahun lalu, secara konsisten gunung itu menuangkan uap dan gas ke atmosfer.
Fenomena ini cukup khas meskipun beberapa gunung berapi begitu kuat sehingga bisa menyebabkan apa yang dikenal dengan “musim dingin vulkanik”.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR