Advertorial

72 Tahun Paspampres: Cakrabirawa Pasukan Elit Pengawal Presiden yang Dibubarkan 'Gara-gara G30S'

Ade Sulaeman

Editor

Pasukan Cakrabirawa pun dibubarkan pada 28 Maret 1966, para petinggi dan personelnya banyak yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan.
Pasukan Cakrabirawa pun dibubarkan pada 28 Maret 1966, para petinggi dan personelnya banyak yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan.

Intisari-Online.com -Sebelum Soekarno menjadi Presiden RI dan bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan, sudah dibentuk Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) yang bertugas mengawal presiden.

Di wilayah Jakarta Raya, nama kesatuan Polisi Istimewa disebut “Polisi Macan” di bawah pimpinan Gatot Suwiryo.

Menurut sumber dari bukuMaulwi Saelan Penjaga TerakhirSoekarno, pada tahun 1945 Gatot memindahkan anggota Polisi Macan ke Pasukan Pengawal Pribadi Presiden (Tokomu Kosaku Tai) di bawah pimpinan Mangil Martowidjojo dan bermarkas di Kantor Pusat Kementerian Negara sekaligus asrama di Gedung Kementerian Dalam Negeri (kini Jl Veteran) di bawah pimpinan Raden Said Soekanto.

Tugas-tugas Pasukan Pengawal Pribadi Presiden itu antara lain mengamankan perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI 17/8/1945, membantu pengamanan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada bulan September 1945, mengawal rombongan Presiden dan Wakil Presiden dalam perjalanan secara rahasia menggunakan keretap api dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.

(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)

Sejak keberhasilan mengungsikan rombongan Presiden dan Wapres ke Yogyakarta itu, Said Soekanto pada tahun 1947 membentuk kesatuan khusus bernama Pasukan Pengawal Presiden (PPP) dan dikomandani oleh Mangil.

Tugas utama PPP adalah menjaga keselamatan pribadi Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh anggota keluarganya.

Hingga tahun 1962 meskipun Presiden Soekarno telah mendapat pengawalan dari PPP, upaya pembunuhan terhadap diri Presdien tetap terjadi.

(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)

Berdasar peristiwa yang mengancam jiwa Presiden Soekarno itu, ajudan Presiden, Letkol CPM Sabur, menghadap ke Istana Merdeka untuk menyampaikan laporan bahwa Departemen Pertahanan dan Keamanan berencana membentuk Pasukan Pengawal Istana Presiden (PPIP) yang lebih sempurna.

Tokoh yang ingin membentuk pasukan pengawal Istana Presiden itu adalah Jenderal AH Nasution tapi Presiden Soekarno ternyata menolaknya.

Pasalnya Mangil saat itu sudah membentuk Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan dirasa oleh Presiden Soekarno sudah cukup untuk mengawalnya.

(Baca juga: Centang Biru WhatsApp Dimatikan, Begini Cara Mudah Tahu Pesan Kita Telah Dibaca)

Namun Letkol Sabur tetap mendesak Presiden Soekarno untuk membentuk PPIP dan akhirnya ternyata berhasil.

Presiden Soekarno bahkan menunjuk Letkol Sabur sebagai komandan PPIP dan dipercaya mencari anggota PPIP yang berasal dari semua angkatan (AU, AD, AL, dan Kepolisian).

Pada 6 Juni 1962 PPIP yang dinamai Cakabirawa pun diresmikan oleh Presiden Soekarno dan dikomandani oleh Sabur yang sudah mendapat kenaikkan pangkat sebagai Brigjen dan Wakil Komandannya adalah Kolonel Maulwi Saelan.

Cakrabirawa dalam dunia pewayangan merupakan senjata pamungkas milik Prabu Kresna yang jika dilepaskan bisa menyebabkan malapetaka yang dahsyat bagi musuhnya.

Menurut Soekarno dalam otobiografinya,Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, pasukan Cakrabirawa berkekuatan 3000 personel yang berasal dari keempat Angkatan Bersenjata.

Setiap anggota Cakrabirawa berasal dari pasukan yang andal. Umumnya mereka berlatar belakang pejuang gerilya yang menonjol.

Mereka direkrut dari bekas pasukan Raider Angkatan Darat, Korps Komando (KKO) Angkatan Laut, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara, dan Brigade Mobil diberi nama Batalyon KK (Kawal Kehomatan), dengan nomer urut I sampai IV.

Batalyon I dan II bertugas di Jakarta dan Batalyon III dan IV menjaga Istana Bogor., Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).

Karena penugasan tersebut, Markas Batalyon I KK berada di Jalan Tanah Abang (kini Markas Paspampres) dan Batalyon II menempati asrama Kwini (sekarang ditempati Marinir angkatan Laut).

Batalyon I KK berasal dari satu batalyon Angkatan Darat dipimpin oleh Mayor Eli Ebram.

Ia hanya menjabat satu tahun lebih, kemudian naik pangkat menjadi Letkol.

Eli Ebram kemudian diganti oleh Letkol Untung, pindahan dari Kodam VII/Diponegoro, Jawa Tengah.

Batalyon II KK eks Pasukan KKO Angkatan Laut dipimpin oleh Mayor KKO Saminu, yang naik pangkat menjadi Letkol KKO.

Batalyon III KK dari PGT Angkatan Udara dipimpin oleh Mayor PGT. Dan, Batalyon IV KK dari Brimob Angkatan Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Polisi M.Satoto, yang naik pangkat menjadi ajun komisaris besar polisi (Letkol Polisi RI).

Dalam gerakan G-30-S-PKI 1965, Letkol Untung dan satu peleton Cakrabirawa dari Batalyon I KK pimpinan Lettu Dul Arif, merupakan motor utama dalam aksi penculikan dan pembunuhan 7 Jenderal Pahlawan Revolusi.

Akibat aksi Letkol Untung dan peleton pimpinan Lettu Dul Arif itulah nama Cakrabirawa pun tercoreng dan oleh pemerintah Orde Baru semua anggota Cakrabirawa dianggap sebagai pendukung PKI.

Pasukan Cakrabirawa pun dibubarkan pada 28 Maret 1966, para petinggi dan personel pasukan Cakrabirawa pun banyak yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan.

Pengamanan terhadap Presiden dan Wapres serta keluarganya kemudian dipercayakan kepada pasukan Angkatan Darat yang selanjutnya membentuk lagi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) di era kekuasaan Presiden Suharto.

Hari jadi Paspampres diperingati setiap tanggal 3 Januari dan penetapan hari jadi ini terkait dengan peristiwa bersejarah Pasukan Pengawal Pribadi Presiden yang sukses menyelamatkan Presiden dan Wapres serta keluarganya dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946. (Agustinus Winardi)

(Baca juga: Omar Dhani, Loyalis Bung Karno yang ‘Kena Tulah’ saat Orde Baru karena Pernah ‘Nyalip’ Soeharto)

Artikel Terkait