Intisari-Online.com – Tantangan saya sudah banyak, dan rasa sakit saya sangat ekstrem. Ini adalah kisah yang ditulis oleh Rister Ratemo, penduduk asli Kenya, yang kini tinggal di New Jersey.
Setelah lahir di sebuah desa yang indah yang dikenal sebagai Manga di pedesaan Kenya, saya adalah seorang siswa yang cerdas di sekolah.
Saya adalah anak kedua yang lahir di keluarga beranggotakan enam orang. Orang tua saya adalah guru sekolah dasar.
(Baca juga: Kisah Seorang Wanita Mengatasi Segalanya dari Kebutaan Hingga Menjadi Ibu Tunggal)
Pada usia 13 tahun, saya didiagnosis dengan keratoconus, kondisi mata yang langka yang mempengaruhi kornea mata dan berpotensi menyebabkan kebutaan.
Kami mengunjungi banyak rumah sakit dan akhirnya disarankan untuk pergi ke India untuk transplantasi kornea. Sayangnya, kami tidak mampu melakukannya.
Orangtua saya terlalu takut. Mereka tidak dapat mengerti bagaimana anak mereka yang sehat bisa melakukan transplantasi kornea yang harus disumbangkan dari jiwa yang telah meninggal.
Saya bekerja sangat keras di sekolah, tapi mataku sakit siang dan malam, sedemikian rupa sehingga sulit bahkan untuk membaca dan tidur.
Saya tidak punya pilihan; saya harus bekerja keras di sekolah. Saya menulis di selembar kertas bahwa saya harus bekerja keras dan mendapat pekerjaan bagus sehingga saya mampu membayar operasi saya. Itu adalah pengingat yang tetap.
Saya berhasil masuk sekolah gadis terbaik di Kenya. Dan kemudian, saya pergi ke universitas terbaik di Afrika Timur dan Tengah.
Saat saya kuliah, saya mempunyai anak pertama. Saat itu saya berusia 23 tahun. Kini, saya harus mengatasi masalah mata, studi, anak saya, dan patah hati. Pacar saya meninggalkan saya.
Tapi hidup terus berlanjut. Saya kemudian mendapat pekerjaan di bank. Saya bertemu suami saya di tempat kerja.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR