Advertorial

Kesurupan Bisa Bikin Kebal, Bahkan Dikubur Hidup-hidup Pun Tidak Mati

Moh Habib Asyhad

Editor

Intisari-Online.com – Dalam hal kekebalan pada atraksi tarian di Bali, debus atau kuda lumping, terjadi semata-mata akibat kemampuan trance tadi.

Bukan karena mistik atau gaib.

Seseorang yang berhasil memasuki alam trance akan memiliki kemampuan linuwih (lebih). Sebabnya itu tadi.

Segala sensasi yang diatur oleh mekanisme saraf-saraf tubuh sudah berubah.

(Baca juga:Kesurupan Bukan Mistik Tapi ‘Bibit’ yang Bisa Membuat Manusia Menjadi Lebih Seimbang)

(Baca juga:Percaya atau Tidak, Elemen-elemen Ini Dianggap Ampuh Menangkal Santet)

"Sehingga trance mampu membentuk saraf-saraf tubuh menjadi kebal,” ujar Dr. Luh Ketut Suryani—ketika diwawanca Intisari tahun 1992 berusia 48 tahun dan berpangkat kepala bidang Laboratorium Psikiatri Universitas Udayana, Bali.

Bara api yang diinjak tak lagi dirasakan panas. Keris yang ditikamkan ke perut tak sedikit pun menimbulkan rasa sakit, bahkan tak menampakkan bekas luka.

Itu pula sebabnya ada orang dikubur hidup-hidup tidak mati.

Dia telah membuat kebutuhan O2 itu seminimal mungkin, semua saraf tubuh telah berubah menyesuaikan diri dengan kondisi baru.

"Dulu banyak orang menganggap semua itu mistik, abstrak, tapi sebenarnya bukan. Semua itu bisa diterangkan dalam ilmu kedokteran dan ini sudah dibuktikan," ujar wanita Indonesia peraih pertama gelar doktor psikiatri itu.

Malah katanya, ilmu semacam itu sekarang sedang laku dipelajari orang Barat.

Ada beberapa cara yang memungkinkan seseorang mencapai trance.

(Baca juga:Kisah Gadis 6 Tahun yang Selamat dari Siksaan Selama 5 Hari karena Dituduh sebagai Tukang Sihir)

(Baca juga:6 Cara Mendukung Orang-orang yang Kita Sayangi Ini Memang tak Mudah Ditempuh, Tapi Terbukti Ampuh)

Antara lain lewat meditasi, hipnotisme, obat-obatan, pemusatan pikiran pada sepenggal pengalaman, yang bisa pula berbarengan dengan situasi yang monoton, rangsangan berirama, keletihan fisik, ketegangan atau pengharapan emosional.

Pada sendratari Calonarang tadi umpamanya, trance terjadi karena adanya kekuatan hipnotis (oleh diri sendiri atau orang lain), dan dipicu oleh iringan tetabuhan yang monoton.

Menurut Suryani, seseorang yang sedang trance sadar betul dan tahu sekelilingnya, hanya saja dia kurang bisa mengontrol diri.

Anggapan para pakar Barat yang menyatakan seseorang yang trance tidak sadar, salah sama sekali.

Kesimpulan itu bukannya tanpa dasar. Psikiater ini telah melakukan observasi menyangkut terjadinya kesurupan sejak tahun 1971.

Selama itu dia mewawancarai banyak penari Bali dan mengamati perubahan fisik secara mendalam.

Alhasil, sebagian besar penari Bali ternyata dalam keadaan trance saat beraksi.

Dalam alam kesurupan, perasaan si penjoget menjadi seperti "mengambang".

Dia sadar kondisinya, mendengar dan melihat orang-orang sekelilingnya, tapi tidak ada perhatian.

Konsentrasinya hanya terpaku pada instruksi-instruksi tari yang dibawakannya.

Dia seperti menghipnotis diri dan setiap gerakan sepertinya ada yang menggerakkan secara otomatis.

Realitas ini menurut Suryani, berbeda dengan yang dialami oleh orang-orang Barat yang belajar menari di Bali.

Mereka tak memiliki perasaan semacam itu. Usai pergelaran cuma perasaan senang dan puas semu yang mereka rasakan.

Tapi kalau penari Bali puasnya tak terlukiskan. Bahkan, dalam tarian keagamaan di pura, kepuasan itu berwujud ketenangan batin yang masih berlangsung sampai tiga hari.

(Baca juga:Dan Halutz, Jenderal yang Membuat Malu Militer Israel Setelah Kalah Bertempur Melawan Hizbullah)

(Baca juga:Ehud Olmert, Mantan Wartawan yang Sukses Jadi Perdana Menteri Isreal Tapi Kariernya Hancur karena Gagal Taklukkan Hizbullah)

Suryani memperkirakan penabuh gamelan Bali yang mengiringi suatu tarian atau sendratari melakukan hipnoterapi (terapi untuk membuat seseorang kesurupan) pada si penari.

Perangkat gamelan mereka jadikan salah satu media untuk mengekspresikannya. Bisa jadi, ini pula yang terjadi pada pertunjukan debus atau kuda lumping.

Pertunjukan debus yang dipimpin seorang syeh juga disertai alunan alert musik sederhana untuk mengiringi para pezikir yang selalu menyanyikan lagu puji-pujian kepada Tuhan.

Demikian pula pada kuda lumping yang diiringi seperangkat tetabuhan dan disertai seorang "dukun" sebagai penanggung jawab atas keselamatan pemain.

Irama musik pengiring kedua bentuk kesenian ini sama-sama monoton.

"Jadi apa pun yang monoton yang diarahkan terhadap seseorang pada dasarnya mampu menjadikan kesurupan," ungkap Suryani yang pernah menulis buku setebal 235 halaman berjudul Trance and Possesion.

(Baca juga:Bukan Flakka, Bukan Pula Narkoba, Pil PCC yang Bikin Anak-anak di Kendari ‘Kesurupan’ Ternyata…)

(Baca juga:Pasukan Legiun Asing Prancis, Tentara Militan yang Jika Bertempur Seperti Orang Kerasukan Setan)

Selain untuk keperluan dunia seni, trance ternyata banyak pula manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan kemampuan itu, seseorang mampu mempergunakan indera keenamnya dengan sempurna, sehingga dia bisa membaca maksud orang lain tanpa harus mengatakannya.

Bahkan, tak sedikit yang tahu suatu peristiwa yang bakal terjadi.

Dengan trance, katanya, seseorang juga bisa mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara singkat dengan hasil maksimal.

Lewat trance seseorang mampu membaca pikiran guru sebelum guru itu menerangkan: "Seandainya kaum intelektual di Indonesia ini mau memahami dunia trance, lalu mengkaji secara ilmiah dan menggabungkannya dengan dunia logika, mungkin kehidupan ini akan bertambah bagus," harapnya. (B. Soelist)

(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1992)

Artikel Terkait