Advertorial
Intisari-Online.com -Dalam Perang Dunia II, militer AS yang saat itu mendominasi pertempuran di kawasan Eropa dan Asia Pasifik makin menyadari pentingnya peran pesawat angkut pasukan serta logistik tempur.
Tidak hanya sebagai pesawat transportasi, pesawat angkut juga harus bisa memberikan perlawanan ketika disergap pesawat tempur.
Perjalanan panjang untuk mewujudkan pesawat angkut itu akhirnya melahirkan C-130 Hercules beragam tipe.
Dari Tipe C-130A hingga paling mutakhir C-130J, yang telah dilengkapi persenjataan untuk menggempur sasaran baik di udara maupun darat.
(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)
Pesawat-pesawat transportasi yang telah dioperasikan militer AS selama PD II seperti Fairchild C-119 Flying Boxcars, C-47 Skytrains, dan Curtis C-46 Comandos terbukti sangat efisien.
Tapi semua pesawat transportasi itu dianggap masih belum bisa terbang pada ketinggian dan kemampuan angkut terbatas.
Ketika Perang Korea (1950-1953) meletus, kebutuhan akan pesawat Hercules semakin mendesak—lebih-lebih karena pasukan AS dikirim sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB.
Untuk memenuhi kebutuhan pesawat trasnportasi it, AU AS menggelar penawaran kepada sejumlah industri penerbangan AS. Dari Boeing, Douglas, Fairchild, Lockheed, Martin, Chase Aircraft, North American, Northrop, dan Airlifts Inc.
Syarat utama AU untuk rancangan yang harus dibuat oleh sejumlah industri penerbangan tersebut adalah pesawat angkut yang mampu mengangkut 92 penumpang, 72 pasukan tempur atau 64 pasukan para bersenjata lengkap yang bisa ditampung di ruang kargo sepanjang 12 meter, tinggi 2,7 meter, dan luasnya 3 meter.
Hercules yang pernah dioperasikan Nazi Jerman dalam PD II, barang atau orang yang dimasukkan ke kargo bisa lewat pintu (ramp) dari samping atau bagian belakang fuselage.
Mesin pesawat yang diinginkan AU adalah empat mesin yang berada di sayap, memiliki tenaga turbo, hemat bahan bakar, dan masih bisa terbang aman jika salah satu mesinnya dimatikan.
Sebelum AU AS meluncurkan program GOR, sejumlah industri seperti Boeing dan Chase ternyata telah merancang pesawat yang menjadi cikal bakal terwujudnya C-130 seperti XCG-20 Avtruc dan C-97.
Tapi yang kemudian diterima AU adalah rancangan Lockheed bermesin T56 turboprop.
Pesawat ini bisa terbang hingga jarak 2.000 kilometer, bisa take off pada landasan pendek dan landasan darurat serta sanggup terbang ketika salah satu mesin dimatikan.
(Baca juga:Keterlaluan, 797 Minuman Keras Vodka Diselendupkan ke Papua Gunakan Hercules TNI AU)
Setelah rancangan Lockheed diterima perusahaan penerbangan lain seperti Fairchild, North American, Martin dan Northrop menyatakan bergabung disusul Boeing, Chase, Doughlas, dan Airlifts Inc.
Salah satu tokoh Lockheed yang merancang C-130 adalah Willys Hawkins.
Proposal yang berisi rancangan C-130 itu sempat diabaikan Kelly Johnson, tokoh proyek pesawat rahasia Skunk Work yang tidak tertarik kepada pesawat berbaling-baling dan tidak bersenjata.
Kerja keras Lockheed dan para rekanannya akhirnya membuahkan hasil ketika pada 23 Agustus 1954, salah satu dari prototipe YC-130 A melaksanakan tes terbang dari pangkalan udara Burbank, California menuju Edward Air Force Base.
Setelah sukses melaksanakan uji terbang produksi C-130 lainnya tidak dilakukan di Lockheed lagi melainkan di Burbank, Marietta, Georgia dan menjadi bagian proyek Skunk Works.
Produksi resmi Hercules yang digarap di Burbank hingga nantinya mencapai jumlah 2.000 unit adalah tipe C-130A empat baling-baling bermesin Allison T56A-9 turboprop yang sudah dipesan 219 unit.
C-130A yang terbang pertama kali pada 7 April 1955 selanjutnya mulai dikirim kepada para pemesan, khususnya AU AS pada Desember 1956.
Sementara untuk negara di luar AS yang pertama kali mengoperasikan C-130A adalah Australia yang membeli 12 unit dan mulai dikirim pada 1958.
Negara lainnya yang menerima C-130A dan masih sekutu AS adalah Kanada (Royal Canadian Air Force) sekaligus merupakan negara pertama yang menerima C-130B mulai awal 1960.
Tahun 1963, demi kepentingan AL AS, C-130 melakukan penerbangan touch and go landing sebanyak 29 kali, 21 unarrested full stop landing, dan 21 unassisted take off di atas kapal induk USS Forrestal.
Pesawat tanker Marinir AS KC-130F bahkan sukses take off dan landing di atas geladak USS Forrestal (CVA-59) di tahun yang sama.
Pesawat bersejarah itu kini menghuni ruangan National Museum of Naval Aiation.
Dalam perkembangannya yang cukup pesat dan demi memenuhi tugas operational baik untuk misi tempur dan kemanusiaan, varian C-130 yang diproduksi pun turut berkembang pesat.
Varian yang kemudian diproduksi adalah C-130H bermesin Allison T56-15 yang telah mengalami up grade avionik. C-130H produksi tahun 1974 itu masih banyak dioperasikan oleh AU AS dan AU negara-negara lainnya, seperti TNI AU.
Dalam perkembangannya yang cukup pesat dan demi memenuhi tugas operational baik untuk misi tempur dan kemanusiaan, varian C-130 yang diproduksi pun turut berkembang pesat.
Varian yang kemudian diproduksi adalah C-130H bermesin Allison T56-15 yang telah mengalami up grade avionik. C-130H produksi tahun 1974 itu masih banyak dioperasikan oleh AU AS dan AU negara-negara lainnya, seperti TNI AU.
Salah satu varian yang menjadi andalan ekspor ke sejumlah negara yang menjadi sekutu AS seperti Inggris adalah C-130K yang dioperasikan RAF Falcons untuk penerjunan pasukan.
Pada 2002, tiga C-130K yang telah di-upgade kemudian dijual kepada AU Australia.
Varian lain, MC-130E Combat Talon untuk AU AS selama Perang Vietnam guna mendukung pasukan khusus United States Special Operations Command telah diganti dengan varian baru yang merupakan Hercules mutakhir, MC-130J.
Sementara untuk C-130R dan C-130T yang dioperasikan AL dan Marinir AS yang dilengkapi tanki bahan bakar cadangan di kedua sayapnya juga sudah ditingkatkan kemampuannya menggunakan mesin T56-A-16.
Khusus Hercules tanker Marinir, KC-130R dan KC-130T bahkan telah dilengkapi pod dan pylon untuk air refueling serta sistem night vision bagi para awaknya.