Advertorial
Intisari-Online.com -Tahun 1960-an Indonesia memiliki 12 unit pesawat C-130 Hercules dari AS.
Meskipun saat membeli Hercules AS melarang Indonesia menggunakan pesawat transpor itu di Irian Barat (Papua), karena kepentingan yang mendesak, Hercules diam-diam dioperasikan juga dalam Operasi Trikora.
Operasi Trikora merupakan operasi militer Indonesia dalam skala besar untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda.
Penggunaan Hercules itu berdasarkan perintah langsung dari Panglima Mandala Mayjen TNI Soeharto dan ditandatangani pada 9 Agustus 1962.
Empat hari kemudian, 13 Agustus 1962, enam C-130 Hercules mulai menjalankan misi untuk menerjunkan pasukan ke kawasan Irian Barat lewat Operasi Jatayu.
Enam Hercules yang mengangkut pasukan khusus itu terbagi ke dalam tiga misi: Operasi Elang, Operasi Gagak, dan Operasi Alap-alap.
Operasi Elang dilaksanakan menggunakan dua Hercules yang diterbangkan oleh pilot Letkol Slamet dan Kapten Udara Sukardi/ Letnan Udara (LU) II Siboen.
Kedua Hercules terbang dari Laha dan bertugas menerjunkan 132 personel PGT-AU di Kawasan Klamono-Sorong.
(Baca juga:Pesawat yang Pernah Intai Indonesia dan Picu Penyerahan Irian Barat ke Indonesia Itu Siap Pensiun)
Pasukan PGT-AU dipimpin oleh Kapten Udara Radix Sudarsono. Untuk pengawalan, Hercules disertai satu pesawat tempur Ilyushin-28 yang diterbangkan oleh LU II Wakidjan.
Operasi Gagak, merupakan operasi airborne untuk menerjunkan 141 personel pasukan Banteng Raiders Yon-454/Diponegoro yang dipimpin oleh Mayor Infantri Untung.
Tujuan penerjunan menggunakan dua Hercules yang diterbangkan oleh Mayor Udara Pribadi dan Kapten Udara Abidin itu adalah wilayah sekitar Kaimana.
Untuk mengawal dikerahkan satu psawat B -25 dan Mustang.
Sementara Operasi Alap-alap, merupakan operasi penerjunan 132 anggota PGT-AU di kawasan Merauke.
Pasukan yang dipimpin oleh LU II B Matitaputty itu bertugas medukung pasukan dari TNI AD (RPKAD) yang telah diterjunkan pada 23 Juni 1962 (Operasi Naga) dan dipimpin oleh Mayor Infantri Benny Moerdani.
Sebagai operasi airborne yang terancam oleh sergapan pesawat-pesawat tempur Belanda, strategi untuk meghindari atau melawan sergapan pesawat lawan pun dijalankan.
Sebelum pasukan diterjunkan, unntuk mengecoh lawan, terlebih dahulu dilaksanakan penerbangan tipuan menggunakan satu Ilyushin-28 Beagle, dan dua B-25/26, empat Mustang dan dua Albatross yang berperan sebagai pesawat SAR.
Tujuannya agar pesawat-pesawat pengecoh tersebut dikejar pesawat tempur Belanda sehingga penerbangan Hercules pun luput dari incaran pesawat tempur lawan.
Upaya penerbangan tipuan teryata brhasil. Dua pesawat tempur Neptune Belanda yang sedang terbang patroli tidak jadi mendekati Hercules tetapi memilih mengejar Ilyushin -28 yag diterbangkan LU II Wakidjan.
Sementara untuk meghadapi sergapan Neptune para pilot sudah tahu cara menghindarinya.
Yakni dengan cara terbang naik secepatnya hingga mencapai ketinggian maksimal.
Pada ketinggian maksimal itu, kendati Neptune terbang persis jauh di bawah Hercules, Neptune tidak bisa melaksanakan serangan apapun karena tidak mampu mencapai ketinggian yang telah dicapai Hercules AURI.
Tapi ketika sedang terbang rendah untuk persiapan penerjuan pasukan Hercules ternyata disergap oleh Neptune.
Namun berkat informasi radar yang terpasang di Bula, kendati Neptune ketinggian terbangnya sama dengan Hercules, kecepatan terbangnya tidak mampu mengimbangi kecepatan Hercules.
Akibatnya, Neptune gagal mengejar dan memilih terbang balik ke pangkalannya.
Operasi perjunan pasukan yang dikontrol langsung oleh Panglima Mandala Mayjen TNI Soeharto yang berada di pesawat komando Convair-240 itu berjalan lancar.
Semua pasukan bisa diterjunkan dan keenam Hercules pun bisa mendarat selamat di pangkalan udara AURI.
Tapi pasukan yang diterjunkan di berbagai kawasan ternyata harus menghadapi keganasan rimba Irian Barat dan pertempuran sengit melawan sergapan pasukan Belanda.
(Baca juga:Pesawat Hercules C-130 yang Jatuh di Papua Punya Jejak Mentereng di RAAF Australia)
Sejumlah pasukan PGT pun gugur sebagai pahlawan.
Setelah berkali-kali bentrok dengan serdadu Belanda hingga tercapainya gencatan senjata antara Indonesia-Belanda (1963), semua pasukan yang selamat pun ditarik kembali ke markas induknya.
Suksesnya sejumlah operasi di Irian Barat yang sifatnya sangat rahasia ituy tidak terlepas dari peranan radar early warning dan ground control interceptor yang berada di Bula.
Berkat antuan radar buatan Polandia itu upaya pesawat-pesawat Belanda yang akan melaksanakan penyergapan langsung terdeteksi sehingga semua Hercules bisa menghidar ke arah yang tepat.
Radar peringatann dini di Bula dan Morotai selain digunakan oleh pesawat-pesawat terbang yang dioperasikan di Komando Mandala juga berguna untuk mengerahkan pesawat-pesawat MIG-17 dan Mustang AURI.
Khususnya ketika pesawat-pesawat penyergap Bbelanda berhasil dideteksi oleh radar.
Untuk meminimalkan resiko, dalam Operasi Jatayu semua rencana penerbangan disusun secara matang dan teliti.
Antara lain diberikan alternatif pendaratan dan rute untuk melarikan diri.