“Beginilah aktivitas saya dan teman-teman sehari-harinya. Kami memberikan pelayanan kesehatan tanpa memungut biaya sepeserpun,” kata Michael mengawali percakapan sambil duduk di sebuah kursi plastik.
Beberapa dokter umum, dokter gigi, serta perawat tampak mendampinginya bekerja, di bagian belakang mobil yang sudah disulap menjadi kamar obat.
(Baca juga: Rumah Sakit Identik Warna Putih, Kenapa Dokter Di Ruang Operasi Mengenakan Baju Hijau?)
Kiprah dokter asli Surabaya ini tak beda jauh dengan dokter Lo di Solo.
Bagai malaikat bagi kaum marginal, hampir setiap saat dia bersama timnya blusukan ke kawasan-kawasan padat penduduk, terminal sampai di tempat pembuangan sampah di Surabaya untuk memberi pengobatan gratis.
Sudah sekitar sembilan tahun ia menjalaninya.
Karena kepeduliannya itu, Michael sampai mendapat julukan sebagai ”Dokter Gelandangan”.
“Sudah menjadi sumpah saya, kalau jadi dokter maka dari ujung rambut sampai ujung kaki hidup akan saya abdikan untuk masyarakat miskin,” katanya penuh semangat.
Orangtua bangkrut
Kisah Michael menjadi pelayan kesehatan bagi kaum papa, sangat berliku dan pernuh warna.
“Rumah saya di Surabaya itu di jantung kota, setiap berangkat dan pulang sekolah dari SD-SMA di pinggir-pinggir jalan banyak sekali gelandangan. Saya lalu berpikir bagaimana nasib mereka ini, untuk makan saja susah, harus mengemis. Bagaimana kalau sakit?” kata Michael kecil.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR