Advertorial
Intisari-Online.com -Jangan melihat umurnya yang masih 11 tahun, tapi lihat prestasinya. Belum lama ini Hafis baru saja menjadi peserta termuda ajang Aceh International Surfing Championship (AISC) ke-3 di Kepulauan Simeulue, Aceh.
Jangan salah, ini adalah salah satu ajang surfing internasional paling bergensi di dunia.
Sehari-hari, Hafis rutin bermain di pantai dan membantu sang ayah sebagai nelayan ketika ia tak bertugas sebagai petugas keamanan di sebuah resor di pantai tersebut.
Meski tak menjadi juara, Hafis mengaku sangan bangga bisa lolos dan mengikuti ajang bergengsi itu.
“Saya gugup sekali, ini pertama kalinya mencoba kemampuan dalam pertandingan, jangankan internasional, lomba tingkat lokal saja saya belum pernah,” ujar Hafis, Sabtu (28/10) di kawasan pantai Matanurung, Kecamatan Teupah Tengah, Simeulue.
Hafis menyukai surfing sejak dua tahun yang lalu. Waktu itu ia melihat banyak wisatawan asing yang berselancar di pantai tempat ayahnya bekerja. Ia kemudian belajar dan berlatih dari teman ayahnya.
“Namanya Bang Rambo,” tuturnya.
Meski sempat tak disetujui oleh ibunya, Hafis cuek saja. Ia terus bersemangat untuk latihan.
Ketidaksetujuan sang ibu bukan tanpa alasan. Suatu ketika Hafis pernah mengalami insiden ketika latihan, kepalanya terantuk papan selancar dan harus menjalani perawatan medis hingga mendapatkan tiga jahitan di pelipisnya.
“Jadi mamak takut saya nanti bisa lebih celaka lagi, tapi ayah saya mendukung hobi ini,” katanya.
“Ayah membantu memberi pengertian pada mamak, dan sekarang pelan-pelan mamak sudah percaya, apalagi melihat saya serius mengikuti lomba surfing internasional kali ini.”
Berlomba bersama para peselancar nasional di kelompok pemula dan lokal tak menyurutkan semangat bocah laki-laki bertubuh kecil ini.
“Awalnya grogi, apalagi saat bertanding ombaknya agak pendek jadi butuh konsentrasi dan kejelian tersendiri dalam mendapatkan ombak, tapi saya senang lah,” sebutnya.
Lebih dari itu, bertemu dan para peselancar, baik nasional maupun internasional adalah pengalaman luar biasa yang baru bagi Hafis.
“Saya bangga bisa bertemu dan berada di pantai yang sama dengan banyak peselancar dunia seperti Rio Waida, mudah mudahan saya bisa jadi juara dunia juga nanti seperti Rio,” harapnya.
Sekadar informasi, AISC kali ini didominasi anak-anak muda.
Kepala dinas Pariwisata Kabupaten Simeulue, Abdul Karim, mengatakan, kejuaraan surfing tahun 2017 kali ini memang mengejutkan, karena di 20 peselancar asal Simelueu ikut meramaikan kompetisi.
“Ini sebuah perkembangan yang luar biasa, kalau dua tahun lalu ajang yang serupa hanya diikuti oleh 2 orang peselancar saja dari Simelueu, tapi kali ini luar biasa, diikuti oleh 20 orang termasuk peselancar cilik Hafis,” kata Abdul Karim.
Abdul Karim berharap dengan diselenggarakan AISC ke-3 ini bisa meningkatkan kemampuan generasi muda di pulau Simeulue untuk bisa berprestasi, tidak hanya dalam memajukan dunia pariwisata tapi juga dibidang olahraga.
Aceh Internasional Surfing Championship (AISC) ke-3 dilangsungkan di Kabupaten Simeulu, Aceh.
Simeulue sendiri terletak di 150 km dari lepas pantai barat Aceh. Nama-nama peselancar ternama seperti Rio Waida, I Komang Putra Hermawan, I Wayan Darma Putra, dan Pepen Hendrik turut meramaikan ajang kompetisi berskala internasional tersebut.
Gelar juara AISC 2017 kali ini disabet oleh I Wayan Darma Putra dengan poin 17,33.
AISC 2017 yang berlangsung di Pantai Matanurung, Simeulue berlangsung sejak tanggal 26-28 Oktober 2017.
Kejuaraan internasional ini telah menambah daya tarik wisatawan mancanegara dan lokal untuk berkunjung ke Simeulue.
Meski kejuaraan selancar tahun ini sudah berakhir, tapi harapan demi harapan terus dipupuk oleh Hafis. Ia bercita-cita menjadi peselancar ternama dan bisa mengharumkan nama bangsa.
(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul "Hafis, Peselancar Cilik Asal Pulau Simeulue")