Intisari-Online.com - Baik militer Indonesia maupun agen CIA yang pada tahun 1965 beroperasi di Indonesia mungkin tidak mengira jika pada 30 September 1965 sampai terjadi penculikan dan pembunuhan 7 jenderal yang merupakan perwira tinggi TNI AD.
Peristiwa pembunuhan beberapa perwira tinggi sekaligus dalam organisasi militer manapun di dunia ini, jelas merupakan peristiwa yang sangat megguncang negara bersangkutan sekaligus menunjukkan adanya pertentangan serius di dalam organisasi militer itu sendiri.
Para perwira tinggi yang terbunuh dalam peristiwa G30S semuanya merupakan jederal AD, bahkan salah satunya, Jenderal Ahmad Yani, yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima AD.
Oleh karena itu satuan TNI yang paling mengalami kegoncangan akibat aksi G30S adalah TNI AD.
Maka tidak mengherankan ketika mendapatkan kesempatan untuk melakukan serangan balik, serangan yang dilakukan oleh TNI AD merupakan serangan balas dendam yang tak kalah sadisnya seperti perlakukan para pelaku G30S ketika membunuh para jenderal.
Tentara manapun di dunia ini akan ngamuk jika para jenderalnya terbunuh dalam perang, apalagi jika sampai dibunuh secara biadab.
Amukan para tentara yang merupakan anak buah jenderal bersangkutan pasti sangat luar biasa jika diukur dari sisi kemanusiaan.
Mayjen Soeharto sebagai Pangkostrad yang saat itu secara otomatis bisa menggantikan posisi Jenderal Ahmad Yani, segera melakukan inisiatif untuk melumpuhkan aksi G30S dan ternyata berhasil melakukannya dalam waktu singkat.
(Baca juga: Ternyata, Sebenarnya Ada 8 Jenderal yang Akan Diculik Saat G30S/PKI)
Tapi aksi penumpasan terhadap G30S yang telah membuat Mayjen Soeharto sangat marah ternyata merupakan aksi balas dendam berkepanjangan yang kemudian dilaksanakan pasukan TNI AD di semua daerah.
Apalagi selaku Pangkostrad dan pengganti posisi Ahmad Yani, Mayjen Soeharto memerintah penumpasan terhadap simpatisan dan anggota PKI sampai ke akar-akarnya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR