Advertorial
Intisari-Online.com – Apa yang tidak pernah dicapai oleh petualang dan cendekiawan selama empat abad, kini ditemukan oleh sebelas orang laki-laki dalam beberapa hari saja.
Di tengah-tengah hutan belantara Peru mereka telah menemukan kota emas Paititi yang masyhur, serta harta karun Raja Inka Atahualpa yang mati terbunuh.
Yang pertama-tama mereka lihat di reruntuhan kota yang terpendam itu seekor ular hijau yang panjangnya tiga meter.
Kepala binatang itu bergerak-gerak dengan marah di antara dua tumpukan batu yang merupakan pintu masuk ke sebuah gua.
(Baca juga:Alasan Suku Inca Mengorbankan Anaknya)
Dengan tenang Jorge Allande, pemimpin ekspedisi, mengambil "machete"nya dan dengan satu ayunan memenggal kepala binatang berbahaya itu.
Sesudah itu laki-laki yang penuh keringat dan berjenggot itu memasuki gua.
Apa yang tampak di dalam gua membuat mereka tercengang-cengang dan takut menarik napas: di dalam guci-guci yang sebagian sudah retak tersimpan karya-karya seni orang-orang Indian yang sangat berharga, keramik yang dilukisi, kalung-kalung, bros, pisau dari perak (airmata bulan, begitulah orang Indian menamakan bahan perak yang mengkilap), gelang tangan dan kalung, tempat minum, patung-patung binatang dan dewa-dewa dari emas.
"Maka dengan demikian kami ketahui," kata Roberto Guzmann, salah seorang pengikut ekspedisi, "bahwa kami telah menemukan Paititi, kota emas Inka yang terpendam dalam hutan belantara.”
Paititi yang sering juga dinamakan dorado, adalah kota di mana bangsa Inka menyembunyikan harta mereka sesudah kerajaan mereka dimusnahkan oleh bangsa Spanyol.
Paititi telah dicari-cari oleh petualang, akan tetapi tidak pernah diketemukan.
Jorge Allande dan orang-orangnya membiarkan harta karun itu di tempat penemuan. Mereka itu bukanlah pencuri harta karun melainkan ahli-ahli purbakala amatir.
(Baca juga:Kotak Pandora Misteri Runtuhnya Peradaban Suku Maya Mulai Terbuka)
Dan hingga kini mereka tidak menceritakan kepada siapapun kecuali kepada beberapa pejabat di ibukota Lima, di manakah sebetulnya letak kota emas itu.
Hanya ini sajalah yang mereka ungkapkan: tempat itu tempat reruntuhan yang sangat luas di hutan belantara Anden Timur.
Orang harus berjalan kaki tujuh hari dari kota QuilIabamba. Dan kota reruntuhan tadi sudah ditumbuhi oleh tanam-tanaman hutan.
Jorge Allande dan teman-temannya mempunyai alasan yang baik untuk berdiam diri, sebab baru saja penemuan kota itu diketahui orang, maka di negeri Peru telah berjangkit demam emas.
Beribu petualang masuk ke dalam hutan belantara untuk mencari rahasia Jorge Allande.
Oleh karena itu mereka diam. Mereka ingin membuat sketsa kota Inka itu dengan diam-diam dengan bantuan para ahli cendekiawan yang sejati agar harta karun itu dapat dikagumi oleh generasi mendatang.
Dibunuh juga
Jorge Allande datang dari Cuzco, ibukota Inka semula yang terletak pada ketinggian 3500 meter. Di kota itu di mana-mana dapat diketemukan bekas-bekas kebesaran Inka.
Tidak mengherankan, bahwa Jorge telah membaca dengan teliti sebuah buku yang menceritakan tentang penaklukan Tanah Emas Peru oleh bangsa Spanyol.
la membaca tentang Fransisco Pizarro yang menaklukkan Peru pada tahun 1531 dibantu oleh sekelompok petualang.
la membaca tentang pertemuan yang dramatis antara Pizarro dengan Raja Inka yang terakhir yang bernama Atahualpa di kota pegunungan Cajamarca.
(Baca juga:Arkeolog Menemukan 'Gerbang ke Alam Baka' di Bawah Kuburan Misterius Suku Maya)
Pada waktu itu Atahualpa menjadi raja sebuah kerajaan makmur di benua Amerika. Kerajaan itu separoh Eropa besarnya dan dihuni oleh 12 juta penduduk.
Akan tetapi Atahualpa tidak keluar sebagai seorang merdeka dari kota pegunungan itu, sebab ia ditangkap oleh petualang Spanyol, Pizarro.
Harta yang dibawa raja Inka dan pengikutnya itu membuat mata petualang-petualang Spanyol "hijau", hingga mereka menyerang orang Inka, seolah-olah mereka ini anjing-anjing hutan.
Mereka memulai pertumpahan darah yang ngeri. Pizarro sendiri sambil terhuyung-huyung mencari jalan di antara tumpukan mayat untuk menarik — Atahualpa pada rambutnya yang panjang dan mengeluarkannya dari medan pertempuran.
Tanpa pemimpinnya yang dianggapnya sebagai dewa maka pertahanan orang Indian segera lumpuh.
Kota Cajamarca dirampok habis-habisan oleh orang Spanyol. Mereka merampok mayat-mayat, gudang-gudang, rumah dan istana.
Hasil perampokan itu sangat banyak: bahan-bahan yang mahal, alat-alat, meja dan kursi dari kayu mahal-mahal dan emas sekali lagi emas.
Ketika Atahualpa mengetahui bahwa orang-orang Spanyol itu dijangkiti "demam" emas, ia menawarkan Pizarro tebusan yang sangat mengagumkan, ia ingin memberikan kamar yang besarnya tujuh kali tujuh meter penuh dengan emas setinggi orang dan selain daripada itu ia akan memberikan dua ruangan lagi penuh dengan perak, asal saja ia dibebaskan.
Tentu saja Pizarro menerima tawaran itu. Maka Atahualpa mengirim utusan ke segala penjuru kerajaannya. Dan betul: tidak lama kemudian ketiga kamar penuh dengan barang-barang berharga yang diambil orang Indian dari kuil-kuil dan istana-istana.
Pada bulan Juli 1553 uang tebusan itu terkumpul. Dalam ketiga kamar tertumpuk perhiasan, gelas-gelas dan tempat-tempat, gambar dari matahari.
Orang memperkirakan bahwa sekarang jumlah itu berharga 14,5 juta Mark. (1 DM = Rp. 167).
Pizarro membagi-bagi kekayaan kepada orang-orangnya yang haus akan barang-barang berharga itu dan mengirimkan sebagian ke Spanyol.
Meskipun demikian Atahualpa dibunuh juga pada tanggal 29 Agustus di lapangan utama di Cajamarca.
400 tahun kemudian
Sebuah ceritera yang mengerikan akan tetapi menarik. Tidak mengherankan bahwa ceritera itu mengasyikkan seorang pemuda 400 tahun kemudian.
(Baca juga:Indonesia-Arab Saudi Sepakat Bahwa Islam Harus Berkontribusi Menjaga dan Melindungi Peradaban Dunia)
Pemuda ini mulai mempelajari buku-buku ilmiah mengenai ini dan duduk berbulan-bulan di bibliotek-bibliotek dan museum-museum untuk membaca apa yang telah dituliskan para sejarahwan.
Mereka melukiskan dengan tepat apa yang telah terjadi di ibukota Inka Cuzco. Pada waktu petualang-petualang buas berbangsa Spanyol menyerbu ke Cuzco sesudah merusak Cajamarca, maka mereka menemukan di kota itu, yang pada waktu itu merupakan salah sebuah kota yang terpenting di Amerika, kuil-kuil yang tembok-tembok luarnya dilapis dengan emas.
Di dalam kuil bagi Matahari, yang kemudian dibuat katedral, duduklah mumi-mumi Raja-raja di atas tahta dari emas murni.
Pakaian mumi itu dihias dengan permata dan di dalam sebuah kuil lain, petualang-petualang itu menemukan "taman emas".
Ada gumpalan tanah dari emas, jagung emas dan penjaga kuil dari emas.
Apa yang telah berhasil dirampas oleh para "konkuistadores" di hancurkan, dilelehkan dan dibawa ke Spanyol.
Meskipun demikian, telah diketahui bahwa apa yang dibawa oleh orang-orang Spanyol hanyalah sebagian kecil saja dari kekayaan Inka yang sebetulnya.
Para biarawan dan pegawai yang setia telah berhasil membawa lari barang-barang berharga. Ini juga telah dibaca oleh Jorge Allande dalam buku-buku tua.
Lima tahun yang lalu ia memulai meneliti dan mencatat kesannya pada sebuah peta Anden Timur.
Ia telah menemukan bukti-bukti bahwa orang-orang Inka lari dengan harta dan merusak jalan-jalan di belakang mereka hingga orang-orang Spanyol tidak dapat mengikuti mereka ke Paititi.
Paititi dianggap orang-orang Inka sebagai suatu tempat yang aman karena dihuni oleh orang-orang Indio yang masih buas dan tanpa busana.
Mereka langsung membunuh orang asing dengan panah-panah yang berbisa.
Berangkat dengan keledai
Pencari harta karun sekarang tidak usah takut orang-orang Indio, tetapi mereka menghadapi bahaya lain.
Ketika Jorge Allando mempersiapkan ekspedisinya pada tahun 1974, sebuah patroli polisi secara kebetulan menemukan sebuah perkampungan budak yang modern di dekat Cuzco.
Di situ petualang dan bandit telah memaksa orang-orang yang telah ditangkapnya untuk mencuci emas tanpa bayaran.
Baru diketahui bahwa banyak sekali perkampungan semacam itu dibangun di "Neraka Hijau".
Ahli purbakala amatir Jorge Allande dan ke sepuluh temannya tidak takut perkampungan semacam itu, serta kemungkinan masuk perangkap.
Mereka meneruskan maksudnya untuk menemukan Paititi.
Pada bulan Mei 1975 mereka siap. Dengan peta-peta yang dibuatnya sendiri, bahan makanan, obat-obatan, tenda-tenda dan senapan-senapan mereka berangkat dari Cuzco dengan sebuah iringan keledai dan mulai masuk ke pegunungan dan turun ke lembah yang panas.
Dengan gangguan nyamuk, ular dan semut berbisa, mereka harus membuat jalan melalui hutan belantara yang lebat.
Sesudah dua hari seorang dari rombongan diserang demam. Ia disuntik dan beberapa pohon ditebang agar si sakit mendapat sinar matahari.
Sesudah tiga hari ia agak sembuh dan mereka meneruskan perjalanan.
Ekspedisi yang dilakukan oleh Jorge itu mengingatkan orang bahwa pada tahun 1539 tepat 437 tahun yang lalu ketika adik Francisco Pizarro, Gonzalo masuk hutan dengan 350 serdadu Spanyol (150 di antaranya naik kuda), 4000 orang Indian pegunungan dan 5000 ekor babi sebagai bekal makanan untuk menemukan Paititi.
Perjalanan itu merupakan perjalanan penuh derita.
Pizarro tidak menemukan Paititi akan tetapi ia menemukan sungai terbesar di dunia yakni sungai Amazone.
Jorge Allando sering ingat akan ekspedisi ini pada waktu ia pada tahun 1975 masuk hutan dengan kawan-kawannya.
Akan tetapi pada hari ke sepuluh pada saat mereka bertemu muka dengan seekor ular hijau besar yang marah, mereka tiba-tiba berdiri di depan gua harta karun.
Mereka sudah mencapai tujuan mereka. Mereka menemukan sebuah kota emas bangsa Inka: Kuil-kuil dari batu yang bersinar kebiru-biruan di situ ditutupi oleh pohon-pohon tinggi.
Tiang-tiang yang dihias dengan ukiran orang dan binatang yang indah, lapangan-lapangan yang dilapisi dengan batu dengan bangku bangku yang nyaman, makam dan ruang makam yang penuh barang-barang berharga.
Dan di mana-mana emas …. emas sekali lagi emas.
Akan tetapi belantara Peru mempunyai banyak rahasia. Apakah kota yang ditemukan itu betul-betul Paititi? Ini masih harus dibuktikan. (Quick - Otmar Kauck)
(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1976)