Advertorial
Intisari-online.com -Wiwiek Yuliana (38) merasakan gejala autoimun saat berusia 24 tahun.
Saat itu, ia mengeluh sakit perut, seperti diare biasa. Namun hal tersebut berlangsung cukup lama, hampir satu tahun.
Dalam kondisi itu, Wiwiek juga menyadari ada yang berbeda pada kakinya ketika ia berjalan. “Kakiku mulai berbunyi ketika berjalan, namun aku pikir itu faktor menggunakan sepatu hak tinggi,” tuturnya.
(Baca juga:Penyakit Autoimun, Saat Antibodi Tubuh yang Seharusnya Melindungi Malah Menyerang Dirinya Sendiri)
Barulah ia mengunjungi dokter dan menceritakan bahwa ibunya juga mengidap autoimun SLE. Di situ, dokter menyarankan dirinya untuk melakukan pemeriksaan Anti Nuclear Antibody (ANA).
Pemeriksaan itu digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya autoantibodi yang menyerang diri sendiri.
Setelah diperiksa, akhirnya diketahui Wiwiek memiliki ANA positif dengan profil rheumatoid arthitis (RA). Kondisi ini yang membuat keadaan sendinya memburuk.
Kondisi RA yang dialami oleh Wiwiek tadi kata pakar rheumatoid, Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, Sp.PD-KR, merupakan jenis autoimun yang menyerang tulang dan sendi.
Paling dikenal memang RA, namun sebenarnya cukup banyak jenis autoimun sendi, otot, dan tulang.
Menurut penuturan Harry, gejala awal autoimun pada tulang dan sendi adalah pembengkakan dan peradangan sendi pada bagian tubuh tertentu membuat penderita merasakan rasa sakit yang hebat.
(Baca juga:Kesepian, Salah Satu Hal yang Bisa Memperburuk Sistem Imun Tubuh)
“Kadang-kadang bisa juga ditandai dengan kaku pada bagian tubuh tersebut,” katanya lagi.
Misalnya ketika bangun pagi, seluruh tubuh terasa kaku. Bahkan untuk membalikkan tubuh saja susahnya setengah mati.
Untuk bangkit dari tempat tidur, seorang yang dicurigai mengalami autoimun sendi dan tulang, merasa sangat sulit. Itulah salah satu gejala awal yang paling mudah dikenali.
Dan memang, sebaiknya penyakit ini diketahui sejak awal. Karena jika ditemukan pada stadium yang lebih tinggi, kerusakan sendi bisa menjadi lebih besar. Sedangkan bila ditemukan lebih dini, maka pengobatan dapat dilakukan untuk mencegah sendi mengalami kerusakan.
Uniknya, jika autoimun jenis lain seperti lupus, tidak begitu dianjurkan untuk hamil karena sangat riskan bagi ibu. Odamun sendi dan tulang justru sebaliknya.
Sebab kondisi mereka semakin membaik saat hamil, khususnya pada trimester kedua kehamilan. Belum pasti bagaimana ceritanya, namun penderita autoimun sendi dan tulang justru mengalami kondisi tubuh prima ketika hamil.
Ada pula kisah odamun lainnya, yaitu Sunarti (37), penderita scleroderma dan RA.
Gejalanya bermula pada tahun 1997, tubuhnya terasa kaku. Bahkan untuk bangun tidur saja ia membutuhkan waktu hingga setengah jam.
“Rasanya seperti kita sudah terbangun, namun saraf-saraf tubuh kita belum,” cerita Sunarti.
(Baca juga:Ditemukan! 4 Sel Darah Baru yang Bisa Tingkatkan Sistem Kekebalan Tubuh untuk Lawan Infeksi)
Selain itu, ia memiliki bercak putih di punggungnya, seperti panu namun terasa licin ketika diraba. Ujung-ujung jarinya mengeras. Bahkan ketika sedang stres dan kedinginan, ujung-ujung jarinya dingin dan membiru.
Perempuan asal Karawang yang sudah menjadi odamun selama 18 tahun ini, awalnya sempat dianggap mendramatisir gejala oleh dokter. Akibatnya sejak 1997, ia tidak menyadari dirinya mengalami gejala autoimun.
Hingga pada akhirnya lima tahun kemudian, tahun 2002, ia diperiksa oleh seorang dokter kulit. Karena pada waktu itu, ada pembengkakan di kulit hidungnya, seperti bisul.
Nah, ketika dokter menyentuh kulit pipinya, dokter menyadari ada pengerasan pada kulit pipi Sunarti.
Dari situ baru dokter menyatakan bahwa dirinya terkena scleroderma, yaitu jenis autoimun yang menyebabkan pengerasan/penebalan pada kulit.
Ketika ia memeriksakan penyakitnya ini, ditemukan pula ia memiliki rheumathoid factor, yang membuat tulang dan sendinya terasa kaku. Kini Sunarti berjuang hidup bersama kedua jenis autoimun itu.
(Baca juga:Selena Gomez Idap Lupus: Punya Penyakit Autoimun Itu Ibarat Punya Senjata yang Makan Tuannya)
Perlu diketahui, orang dengan autoimun harus mengonsumsi obat seumur hidupnya untuk pengendalian autoimun tersebut.