Penulis
Intisari-Online.com – Hari tahun baru di negara Maradona ternyata sepi-sepi saja. Untung 1 Januari 1989 jatuh pada hari Minggu. Ada kesempatan menghadiri pesta koboi bagi wisatawan.
Mari kita simak tulisan Lugito Hayadi, Pesta Koboi di Argentina, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1989.
Besok tahun baru, jadi tidak ada acara," kata pewisata kami. Kami kecewa juga. Tapi-mau apa lagi kalau hampir semua objek wisata tutup.
Sore ltu tanggal 31 Desember 1988. Kami baru saja tiba di Buenos Aires, lbu kota Argentina, setelah menyaksikan air terjun terbesar di dunia yang terletak di Iguazu, Brasil.
Baca Juga : Perang Inggris – Argentina yang Hanya 74 Hari demi Berebut Pulau Penuh Ratusan Ribu Domba
Apa dong yang harus kami lakukan besok? Untungnya pemandu wisata mengetahui suatu cara menarik untuk merayakan tahun baru.
"Siapa mau ikut Fiesta Gaucha en Estancia besok?" tanyanya. Nama keren ltu sebetulnya hanya pesta tradisional khas desa. Mungkin lebih tepat kalau disebut pesta gaya koboi Argentina. Pesta ini diadakan dua kali seminggu, yaitu setiap hari Rabu dan Minggu.
Istri saya dan saya mau saja. Kami diharuskan membayar AS $ 26 seorang.
"Besok, pukul 10.00, Anda dijemput, ya!" kata pemandu. Ternyata peminat pesta koboi ltu banyak. Dua puluh lima orang dari manca negara dijejalkan ke sebuah bus.
Baca Juga : Evita Peron, Legenda 'Kupu-kupu Baja' dari Argentina, 'Santa' Bagi Kaum Miskin
Dilayani koboi
Kami dibawa ke luar kota, ke daerah pertanian Rita, kira-kira 80 km di sebelah utara Buenos Aires. Senang juga saya melihat pemandangan alam dari jalan raya yang sepi itu: ladang-ladang gandum yang menguning dan padang rumput yang khas.
Pertanian Rita lahannya luas. Di sini diternakkan pula kuda. Di tengah tanah pertanian itu ada sebuah pondok besar yang tidak berdinding. Atapnya dari rumbia. Di dalamnya ada meja-meja panjang dan kursi-kursi kayu, dan sebuah panggung kecil.
Saat itu pondok itu kosong, tetapi sudah banyak bus lain berdatangan. Kami mendapat segelas minuman berwarna kuning yang rasanya seperti campuran air jeruk dengan anggur.
Selain itu kami mendapat juga semacam pastel yang rasanya hampir tidak berbeda dengan pastel di Indonesia.
Baca Juga : Buenos Aires, Ibukota Argentina yang Kantor Kepresidenannya Beraura Feminim dan Berwarna Pink!
Sejumlah koboi Argentina yang bertopi hitam, berikat leher merah atau hitam dan bersepatu bot, tampak sibuk. Bukan mengurus kuda atau ternak, tetapi menyiapkan makanan untuk para tamu!
Di tempat itu juga ada tempat penjualan cehdera mata seperti tas dan dompet, ikat pinggang dan agenda bersampul kulit. Ada lukisan-lukisan kehidupan koboi, kaset lagu-lagu koboi dan tango.
Selesai berbelanja, kami dekati para koboi yang sedang memasak. Panggangan dagingnya membuat kami tercengang, saking gedenya. Panggangan itu masih tradisional: tanah digali sedalam ± 30 cm dan dibuat seperti lingkaran bergaris tengah 2 m.
Di dasar lubang diletakkan kayu yang kemudian dinyalakan. Di atas api kayu itu dipasang kawat sehingga menutupi lubang. Di atas kawat itulah diletakkan daging yang akan dibakar.
Baca Juga : Di Argentina, Kebiasaan Makan Daging Panggang Pun Jadi Alat Propaganda Rezim Militer
Kenyang sate dan minum
Daging itu ukurannya besar-besar. Steak Amerika saja kalah gedenya, apalagi steak Prancis! Sebelum ditaruh di atas kawat panas, daging itu ditusuk dulu dengan batang logam sepanjang ± 0,5 m. Tentu untuk memudahkan pemanggang membolak-baliknya.
Ternyata, mereka bukan cuma menyediakan daging sapi, tetapi juga domba dan babi. Bau daging bakar semerbak ke mana-mana, sehingga perut rasanya lapar sekali. Saya kira bukan cuma kami yang bangkit selera makannya, tetapi juga kira-kira lima ratus pengunjung lain.
Akhirnya saat makan pun tiba. Kami duduk berhadap-hadapan di bawah atap pondok. Mula-mula dihidangkan salad yang tidak berbeda seperti yang kita jumpai di AS ataupun Eropa.
Baca Juga : Eva Peron, Istri Diktator Argentina yang Jenazahnya Disembunyikan, Mengapa?
Kami boleh memilih: roti, kentang atau nasi putih. Tentu saja kami memilih yang terakhir. Namun, nasi putih datangnya lama sekali, jadi kami pilih saja yang lain.
Sementara itu para koboi juga mengantarkan minuman kepada para pengunjung. Boleh pilih, mau Coca-Cola, Seven Up, atau bir.
Kami pilih Coca-Cola. Ternyata minuman tidak dihidangkan dalam gelas atau botol kecil, tetapi dalam botol ukuran 1 l untuk setiap orang! Itu pun masih ada yang memerlukan tambahan minuman lagi. Tanpa banyak cingcong, pelayan memberinya satu botol jumbo lagi! Makan-minum itu sudah termasuk dalam biaya tour ke pesta koboi ini.
Seorang koboi dengan ramah menanyakan, daging apa yang kami inginkan dan berapa banyak. Kami mencoba semuanya, tetapi sedikit-sedikit saja. Ternyata mereka juga menawarkan jeroan. Jeroan mentah itu dibakar di panggangan kecil di atas meja.
Baca Juga : Eva Peron, Istri Diktator Argentina yang Jenazahnya Disembunyikan, Mengapa?
Rasanya? Ah, tidak seenak baunya. Karena dipanggang secara masal, kematangannya tidak merata. Kebanyakan pengunjung meminta, daging yang matang, tetapi ada juga yang lebih suka daging yang masih setengah matang.
Kalau daging di piring sudah habis, seorang koboi akan datang menawarkan tambahan. Pokoknya, semua orang bisa mengisi perut sepuas hatinya di sana.
Main pensil besii
Selesai santap siang, kami dipersilakan memandang ke panggung. Lantas muncullah pasangan penari tango, dengan iringan musik hidup dari akordeon dan biola.
Tari pergaulan yang bertempo sedang berdasarkan irama hitungan 2/2 atau 4/4 itu didominasi entakan kaki seperti tarian flamenco di Spanyol. Kalau mau, setiap orang boleh naik ke panggung untuk ikut menari.
Sehabis; cuci mata dengan tarian dan cuci telinga dengan lagu-lagu tango, kami disuguhi pertunjukan caballo y juego de pato. Dalam permainan pato ini, para koboi ngebut di atas kuda tunggangannya sambil mencoba memasukkan semacam pensil besi ke cincin yang digantungkan pada seutas tali. Tali itu dipegang koboi lain.
Peserta pato bukan cuma koboi pria, tetapi juga koboi wanita yang berpakaian sama seperti rekan-rekan prianya. Sesudah menonton sejam, kami bosan juga. Kebetulan pukul 15.00 acara berakhir. Kami pun pergi melihat-lihat lahan pertanian dan ternak kuda.
"Boleh berfoto bersama koboi, asal bergantian," begitu diumumkan. Kesempatan itu tidak disia-siakan, termasuk oleh saya.
Baca Juga : Tango yang Sensual dan Kontroversial
"Kalau ingin menunggang kuda berkeliling di tempat ini juga boleh," begitu kata pemandu. Kesempatan ini tidak saya gunakan. Soalnya, saya tidak punya pengalaman dalam tunggang-menunggang kuda.
Akhirnya tibalah saat untuk pulang ke Buenos Aires. Para koboi pun melambai-lambaikan tangan tanda selamat jalan.
Adios Amigos!
Baca Juga : Meski Kalah Dalam Pertempuran, Pasukan Argentina Malah Dipuji Pasukan Elite Inggris yang Menaklukkanya