Perang Candu: Saat Inggris Jual 1.400 Ton Opium per Tahun ke China

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Onilne.com- Sepanjang sejarah, peradaban selalu memiliki berbagai alasan untuk memulai perang.

Perang itu tidak selalu disebabkan oleh aneksasi teritorial atau pengaruh budaya, tetapi juga terjadi karena perdagangan dan insiden diplomatik.

Begitulah kasus Kerajaan Inggris dan dinasti Qing Cina, yang memiliki sudut pandang dinamis, bergolak, dan saling bertentangan tentang bagaimana hubungan diplomatik dan perdagangan mereka.

Hingga akhirnya mengarah pada Perang Candu atau yang juga dikenal sebagai Perang Anglo-Cina.

Baca Juga : Dolar Diprediksi akan Kehilangan Kekuatannya Tahun 2025, Mata Uang ini yang Akan Menggantikannya

Perang Candu Pertama berlangsung dari tahun 1839 hingga 1942 dan diikuti oleh yang kedua mulai tahun 1856 dan berakhir pada 1858.

Konflik-konflik terjadi setelah neraca perdagangan hilang di antara kekuatan Eropa dan kekuatan Asia pada abad ke-17 dan 18 saat terjadi permintaan barang dari China. Impor sutra dan porselen semakin populer di barat, dan itu dibarengi dengan permintaan yang mendesak dari tradisi minum teh di Inggris.

Selama ini, bagi Cina, pasar hampir tidak ada.

Baca Juga : Cara China 'Menjajah' Negara-negara Lain: Beri Pinjaman yang 'Mustahil' Dilunasi

Negara itu mencukupi diri sendiri dan beberapa pernyataan resmi mereka adalah bahwa "tidak ada yang bisa dibawa kapal Eropa melintasi lautan".

Namun, abad ke-18 adalah masa ketika sebagian besar kerajaan Eropa secara berangsur-angsur meluas ke seluruh dunia.

Mereka memberlakukan ekonomi mereka berkat perdagangan maritim, dan di sana ada banyak permainan untuk dimainkan.

Pada akhirnya China mengembangkan konsep baru tentang bagaimana bertahan dalam permainan ini dan menjadi bagian dari sistem dan jaringan perdagangan internasional yang cukup signifikan.

Baca Juga : Dulu Ditinggal Wanita karena Hanya Jadi Kuli Bangunan, Nasib Pria Ini Kini Bikin Mantan Pacar Menyesal

Itu mengarah pada pembentukan Sistem Canton pada tahun 1757 yang ternyata sangat menguntungkan bagi orang Cina, serta bagi para pedagang Eropa.

Sistem canton memungkinkan hak perdagangan monopoli untuk pedagang Cina swasta.

Perekonomian tidak lagi terpusat.

Itu adalah sistem dengan hak monopoli yang sama seperti dengan perusahaan British India atau perusahaan Belanda Timur.

Baca Juga : Indonesia Sempat Getarkan Dunia Karena Hampir Ciptakan Bom Nuklir Sendiri, Amerika Sampai Ketar-ketir

Perubahan itu berarti aliran perak untuk pedagang Cina, karena perak adalah satu-satunya kompensasi yang mereka minta sebagai imbalan atas barang-barang mereka.

Semua baik-baik saja sampai Inggris menyadari pada 1817 bahwa mereka dapat mengurangi defisit perdagangannya dengan mengikutsertakan India dalam perdagangan candu.

Pemerintahan Qing awalnya akan menerima impor opium, karena ia menciptakan pajak tidak langsung atas rakyat Cina.

Namun kemudian perdagangan opium menjadi tidak terkendali.

Baca Juga : Nilai Tukarnya Makin 'Perkasa' di Banyak Negara, Dollar AS Sebenarnya Bisa 'Dibunuh' oleh Cadangan Emas China

Pada 1838, Inggris menjual sekitar 1.4000 ton opium per tahun ke China.

Apakah untuk melegalkan narkotika atau tidak, adalah perdebatan besar dan berkelanjutan di antara para pejabat Cina.

Opium itu berangsur-angsur tumbuh sebagai masalah, Situasi meningkat pada tahun 1839 ketika Kaisar Daoguang menolak untuk melegalkan opium atau candu.

Perdagangan kemudian ditutup dan dihapuskan.

Baca Juga : Kerbau Bule Kiai Slamet yang Diarak di Malam 1 Suro, Kotoran dan Kutunya pun Diburu karena Dianggap Sakti

Namun setelah China mencoba menegakkan kebijakan pasarnya, Inggris nampaknya merasa keberatan.

Tak lama kemudian, Inggris menunjukkan kemegahan angkatan lautnya yang menyiratkan ancaman perang dan supremasi.

Ketegangan dan kerusuhan antara kedua negara tidak berhenti sampai penandatanganan Perjanjian Nanking.

Perjanjian itu gagal untuk memperbaiki hubungan antara kedua negara dan menyebabkan Perang Candu kedua.

Baca Juga : 76 Hari Terkatung-katung di Atlantik Seorang Diri, Kepribadian Callahan Terpecah Dua

Artikel Terkait