Maria Walanda Maramis: Pahlawan Nasional Indonesia yang Jadi Google Doodle Hari Ini

Tatik Ariyani

Penulis

Maria Josephine Catherina Maramis, atau yang lebih dikenal dengan nama Maria Walanda Maramis merupakan Pahlawan Nasional Indonesia.

Intisari-Online.com - Maria Josephine Catherina Maramis, atau yang lebih dikenal dengan nama Maria Walanda Maramis merupakan Pahlawan Nasional Indonesia.

Hari ini, Sabtu (1/12/2018), Google menampilkan Maria Walanda Maramis sebagai Google Doodle untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-146.

Ia dikenal sebagai pahlawan yang berusaha memajukan keadaan wanita di Indonesia pada awal abad ke-20.

Seperti dilansir Tribunnews dari Wikipedia, sosok Maria Walanda Maramis dianggap sebagai pendobrak adat dan pejuang emansipasi wanita di dunia politik serta pendidikan.

Baca Juga : Hari Pahlawan: 10 Fakta Pertempuran Surabaya 10 November 1945 yang Belum Terceritakan

Karena perjuangan dan dedikasinya, Maria diberi gelar Pahlawan Pergerakan Nasional dari pemerintah Indonesia pada 20 Mei 1969 silam.

Maria kecil menghabiskan sebagian besar waktunya di Minahasa Utara.

Lahir dari pasangan Maramis dan Sarah Rotinsulu, Maria merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Namun pada usia enam tahun, Maria Walanda Maramis harus menjadi yatim piatu lantaran kedua orang tuanya jatuh sakit dan meninggal.

Baca Juga : Hari Pahlawan: Ratmi B-29, Dikenal Sebagai Pelawak, Tapi Kok Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata?

Maria kecil dan kedua saudaranya kemudian diasuh oleh sang paman dan dibawa ke Maumbi.

Bersama kakak perempuannya, Anatje, Maria kemudian disekolahkan sang paman di Sekolah Melayu.

Sekolah Melayu tersebut merupakan satu-satunya pendudukan resmi yang diterima Maria dan Anatje.

Pasalnya saat itu perempuan diharapkan untuk menikah dan mengasuh keluarga mereka.

Saat beranjak dewasa, Maria Walanda Maramis pindah ke Manado dan mulai menulis opini di surat kabar Tjahaja Siang.

Maria menuliskan soal pentingnya peran ibu dalam keluarga.

Ia juga menyebutkan ibu memiliki kewajiban untuk mengasuh dan menjaga kesehatan keluarganya.

Baca Juga : Hari Pahlawan: Saat Surabaya Disebut 'Kota Neraka' oleh Tentara Inggris Selama Pertempuran 10 November

Karena menyadari besarnya peran ibu dalam keluarga, Maria bersama beberapa orang mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917.

Tujuan didirikannya PIKAT adalah untuk mendidik para wanita mengenai hal-hal rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, dan lain sebagainya.

Di bawah pimpinan Maria Walanda Maramis, PIKAT berkembang pesat dan mulai mendirikan cabang di Maumbi, Tondano, dan Motoling.

Bahkan PIKAT juga memiliki beberapa cabang di Jawa, seperti di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan Surabaya.

Hampir satu tahun berdiri, PIKAT kemudian membuka sekolah di Manado pada 2 Juni 1918.

Hingga Maria meninggal pada 22 April 1924 di Maumbi, ia tetap aktif menjalankan PIKAT.

Untuk mengenang jasanya, pemerintah di Manado membangun Monumen Pahlawan Nasional Maria Walanda Maramis di Desa Maumbi, Kecamatan Kalawat.

Baca Juga : Hari Pahlawan: Kisah para Pahlawan yang Harus Bersemayam Tanpa Makam

Soal pembangunan monumen tersebut, diungkapkan kakak perempuan Maria, Anatje.

"(Monumen) Ini dibangun pada 8 Maret 1987 saat kepemimpinan Gubernur Rantung," ujar Anatje pada Jumat (26/2/2016), seperti dikutip dari TribunManado.co.id.

Saat diwawancarai TribunManado.co.id, Anatje memang tinggal di tempat peristirahatan terakhir Maria.

Jadi ia mengetahui bagaimana proses pembangunan Monumen Pahlawan Nasional Maria Walanda Maramis.

Tak hanya di Maumbi, patung Maria juga didirikan di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang. (Pravitri Retno Widyastuti)

Artikel Terkait