Penulis
Intisari-Online.com -Isoroku Yamamoto dikenal sebagai Laksamana (Jenderal Aangkatan Laut bintang 4) Jepang yang menjadi otak serangan pembuka Jepang dalam Perang Pasifik.
Sebagi ahli strategi peperangan di laut, Yamamoto merupakan orang yang sulit tergantikan.
Saat kematiannya pada 1943 tak seorang perwira Jepang pun mampu mengisi kekosongan yang ditinggalkannya.
Yamamoto lahir sebagai Isoroku Takano di daerah Nigata tahun 1884.
Ia kemudian diadopsi oleh keluarga Yamamoto dan lulus dari Akademi Angkatan Laut pada 1904.
Setahun kemudian, Yamamoto ikut dalam Laksamana Togo melawan armada Rusia di Selat Tsushima pada Mei 1905.
(Baca juga:Mengerikan! Kim Jong-un Ancam Atlet-atletnya Masuk Gulag Jika Kalah dalam Olimpiade Musim Dingin)
Dalam pertempuran laut itu, ia terluka dan kehilangan dua jari pada tangan kirinya.
Karena kondisi fisiknya itu, Yamamoto hampir dikeluarkan dari dinas aktif AL.
Yamamoto kemudian melanjutkan studi di Universitas Harvard AS, dari 1919 hingga 1921. Setelah lulus ia mengajar di Sekolah Perang AL.
Sebelum menjadi atase AL di Washington DC (1925-1928), Yamamoto banyak berkeliling di Eropa.
Setelah itu ia menjadi komandan kapal induk Akagi, lalu memimpin Depertemen Teknologi AL, ia diangkat sebagai Komandan Divisi I Udara AL.
Yamamoto juga memimpin delegasi Jepang dalam Konferensi AL di London, Inggris.
Pada konferensi itu Yamamoto tegas menolak rasio kekuatan AL negara-negara maritim yang diputuskan oleh Washington Naval Treaty 1922. Menurutnya itu sangat merugikan Jepang.
Yamamoto termasuk pendorong digunakannya kapal induk sebagai senjata ofensif yang utama dari AL.
Tatkala menjadi menteri urusan AL (1936-1939), ia bersikap moderat dan termasuk tokoh yang menentang ekstremisme di kalangan militer Jepang.
Sewaktu kondisi politik internasional kian memanas, Laksamana Yamamoto yang terkenal cerdas dan rasional itu diangkat sebagai Panglima Armada Gabungan.
Dalam jabatannya ini, ia harus menyiapkan perencanaan alternatif manakala perang tak terhindarkan. Berbeda dengan banyak pimpinan militer Jepang lainnya, terutama dari AD.
Yamamoto menyadari betul konsekuensi perang dengan AS yang dilihatnya memiliki kemampuan industri luar biasa.
Satu-satunya yang mungkin dilakukan Jepang adalah menghantam pangkalan laut utama AS di Pearl Harbour, dan dari situ Jepang berharap meraih perdamaian lewat perundingan.
Sejarah memang mencatat Yamamoto berjasa bagi serangkaian kemenangan Jepang pada awal peperangan.
Namun ia pun juga ikut bertanggung jawab atas titik balik kemunduran pasukan Jepang, lewat perang laut di Midway dan Solomon.
Sebagai orang nomor satu yang paling diburu militer AS terkait serangan paling mematikan di Pearl Harbour , kematian Yamamoto sangat diinginkan negara Adi Daya itu.
Yamamoto akhirnya tewas pada 18 April 1943 tatkala pesawat yang membawanya disergap pesawat-pesawat pemburu AS di atas udara dekat Bougenvile.
Kematiannya meninggalkan “sepatu yang kebesaran” untuk dapat diisi oleh siapa pun.
Ia dikenang sebagai perwira AL yang cerdas, kompleks, berani, tetapi terkadang punya sifat yang kontradiktif.