Find Us On Social Media :

Masih 17 Tahun dan dalam Keadaan Hamil, Begini Pengakuan Perempuan yang Berhasil Lolos dari Boko Haram

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 28 Januari 2018 | 15:45 WIB

Intisari-Online.com - Ibrahim yang saat itu masih 17 tahun baru saja hamil ketika gerilyawan Boko Haram menyerbu desanya pada musim panas 2014. Gerombolan itu menculik para wanita dan membantai para pria.

Ibrahim, yang lahir sebagai seorang Kristen, benar-benar tahu apa yang akan terjadi para perempuan yang sedang mengandung bayi.

Seorang perempuan lain yang ketahuan hamil langsung dilemparkan ke tanah oleh seorang tentara. Tak berhenti di situ, tentara itu juga memotong janinnya dengan sebuah golok—membiarkan perempuan itu tewas bersimbah darah.

Dalam buku A Gift From Darkness: How I Escaped with My Daughter from Boko Haram, Ibrahim, dibantu temannya yang seorang penulis, bercerita tentang penangkapannya oleh pasukan Boko Haram, juga keputusasaannya.

Ia juga bercerita bagaimana ia berjuang agar bayinya tetap hidup.

(Baca juga: Rusia Siapkan Pesawat Pengebom Nuklir Blackjack Senilai Rp3,5 Triliun, NATO dan AS pun Langsung Ketar-ketir)

Pada 2014, Boko Haram tiba-tiba dikenal dunia setelah menculik 276 siswi dari sebuah sekolah di timur laut Nigeria, yang akan dijadikan sebagai pengantin dan budak seks.

Saat Boko Haram datang ke desanya di Gwoza pada Juli 2014, Ibrahim sudah menikah dua kali setelah dijual oleh ayahnya demi seekor kambing dan seekor sapi.

Suami pertamanya meninggal di tangan militan Boko Haram setahun sebelumnya.

Ketika militan itu datang lagi, ia dijadikan satu dengan perempuan lainnya di sebuah perkemahan Boko Haram. Di sana mereka diperintahkan untuk masuk Islam oleh seorang pria yang dipercaya sebagai pemimpin tertinggi kelom itu: Abubakar Shekau.

Ketika Abubakar bertanya siapa di antara para perempuan itu yang mau masuk Islam, menurut Ibrahim, banyak yang bersedia. Tapi tidak dengan dirinya.

Dalam hatinya, Ibrahim mengutuk perempuan-perempuan itu yang begitu mudah melepaskan keimanannya. Beberapa hari kemudian, ia dan para perempuannya lainnya dipindahkan ke kamp lain. Di sana ia benar-benar menyaksikan kekejaman pasukan Boko Haram.

Suatu hari, seorang tentara Boko Haram melihatnya sedang berdoa dengan cara Kristen.