Advertorial
Intisari-Online.com --Bertugas sebagai pasukan PBB, bagi pasukan TNI sebenarnya sudah merupakan hal biasa dan juga sudah cukup pengalaman.
Dari sisi sejarahnya Indonesia sudah memiliki pasukan PBB yang terkenal dengan nama Kontingen Garuda Indonesia (Konga) .
Pasukan PBB Indonesia ini, bahkan sudah bertugas sejak tahun 1957 ketika Mesir dilanda konflik militer di wilayah perbatasannya.
Pengiriman Misi Garuda yang pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957.
(Baca juga:Diduga Selundupkan Senjata, Anggota Pasukan Perdamaian Indonesia Ditangkap di Sudan)
Pengiriman Misi Garuda dilatarbelakangi adanya konflik di Timur Tengah terkait masalah nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Presiden Mesir Ghamal Abdul Nasser pada 26 Juli 1956.
Nasionalisasi Terusan Suez langsung memicu konflik karena awalnya pengelolaan Terusan Suez adalah perusahaan Inggris dan Prancis, The Suez Company.
Akibatnya militer Inggris dan Prancis pun bertindak diikuti oleh militer Israel yang justru melancarkan serangan ke Mesir paling duluan.
Situasi di Mesir itu jelas mengancam perdamaian dunia karena militer Rusia mengancam akan turun tangan membantu Mesir. Dewan Keamanan PBB pun segera bertindak dan mendesak pihak-pihak yang bersengketa segera melakukan perundingan damai.
Untuk mengatasi krisis di Meesir, dalam Sidang Umum PBB Menteri Luar Kanada Lester B. Perason mengusulkan agar dibentuk suatu pasukan PBB untuk memelihara perdamaian di Timur Tengah.
Usul ini disetujui Sidang dan pada tanggal 5 November 1956 Sekjen PBB membentuk sebuah komando PBB dengan nama United Nations Emergency Forces (UNEF).
Sejumlah negara, termasuk Indonesia pun menyambut baik terbentuknya UNEF itu dan berjanji mengirimkan pasukan perdamaian.
Sebagai wujud pelaksanaanya, pada 28 Desember 1956, Indonesia (TNI) membentuk pasukan pemelihara perdamaian berkuatan satu detasemen (550 orang) yang terdiri dari kesatuan-kesatuan Teritorium IV/Diponegoro dan Teritorium V/Brawijaya.
Kontingen Indonesia untuk UNEF yang diberinama Pasukan Garuda ini diberangkatkan ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957.
Partisipasi pasukan perdamaian PBB Indonesia terus berlanjut. Untuk kedua kalinya Indonesia mengirimkan kontingen pasukan PBB yang diperbantukan kepada United Nations Operations for the Congo (UNOC) sebanyak satu batalion.
Pengiriman pasukan ini terkait munculnya konflik politik yang memicu perang saudara di Kongo (Zaire).
Demi mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak, maka PBB membentuk Pasukan Perdamaian untuk Kongo bernama UNOC.
Pasukan perdamaian PBB Indonesia yang dikirim ke Kongo dinamai Pasukan Garuda II, dan kekuatan tempurnya terdiri atas Batalion 330/Siliwangi, Detasemen Polisi Militer, dan Peleton KKO Angkatan Laut.
Pasukan Garuda II berangkat dari Jakarta tanggal 10 September 1960 dan menyelesaikan tugasnya di Kongo pada bulan Mei 1961.
Tugas pasukan Garuda II di Kongo kemudian digantikan oleh pasukan Garuda III yang bertugas dari bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964.
Peran aktif Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia terus berlanjut, ketika meletus Perang Vietnam (1968-1975) yang melibatkan kekuatan militer AS, Uni Soviet, dan China.
(Baca juga:Kenapa Komite Nobel Tak Bisa Mencabut Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi?)
Militer AS mendukung pasukan Vietnam Selatan sebaliknya militer Uni Soviet dan China mendukung pasukan Vietnam Utara (Viet Cong) yang berideologi komunis.
Perang Vietnam yang cenderung merembet ke wilayah sekitarnya seperti Thailand dan Kamboja serta perbatasan China-Vietnam telah membuat kawasan Indochina makin memanas. PBB pun segera bertindak.
PBB kemudian membentuk International Commission of Control and Supervission (ICCS) sebagai hasil dari persetujuan internasional di Paris pada tahun 1973.
Komisi ini terdiri atas empat negara, yaitu Hongaria, Indonesia, Kanada dan Polandia. Tugas ICCS adalah mengawasi pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak yang bertikai.
Untuk menciptakan perdamaian di kawasan Indochina itu, Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk mengirim pasukannya sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB.
Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas politik di kawasan Indochina yang terus bergolak akibat Perang Vietnam tersebut.
Pasukan perdamaian Indonesia yang dikirim ke Vietnam dinamai Pasukan Garuda IV dan berkekuatan 290 personel.
Pasukan perdamaikan ini bertugas di Vietnam dari bulan Januari 1973, untuk kemudian diganti oleh Pasukan Garuda V.
Tugas Pasukan Garuda V selanjutnya digantikan oleh pasukan Garuda VII. Namun, pada tahun 1975 Pasukan Garuda VII ditarik dari Vietnam karena seluruh Vietnam jatuh ke tangan pasukan komunis Vietnam Utara.
Hingga saat ini pasukan PBB Indonesia baik dari TNI maupun POLRI masih bertugas di sejumlah negara untuk memelihara perdamaian.
Jumlah personel Indonesia yang tengah bertugas dalam berbagai United Nation Peacekeeping Operation/UN PKO (sesuai data United Nations Department of Peacekeeping Operations per 30 November 2015) adalah sejumlah 2.840 personel, dan menempatkan Indonesia di urutan ke-12 dari 124 Troops/Police Contributing Countries (T/PCC).
Personel dan Pasukan Kontingen Garuda tersebut bertugas di 10 MPP PBB, yaitu UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur, Sudan), MINUSCA (Repubik Afrika Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali), MINURSO (Sahara Barat), MINUSTAH (Haiti), UNMIL (Liberia), UNMISS (Sudan Selatan), dan UNISFA (Abyei, Sudan).
Indonesia adalah negara penyumbang personel pasukan terbanyak pada misi UNIFIL (Lebanon) dengan jumlah 1.296 personel.
Salah satu misi spektakuler pasukan PBB Indonesia adalah ketika bertugas di kawasan konflik di Darfur, Sudan.
Pasukan PBB Indonesia yang tergabung dalam UNAMID berusaha keras menciptakan perdamaian kendati militer Sudan kerap tidak menunjukkan sikap kooperatif dengan cara menyerang warga sipil menggunakan pesawat tempur.
Di dalam situasi yang rawan itu pasukan PBB Indonesia yang terdiri dari unsur TNI dan Polri, salah satu tugasnya adalah mengawal bantuan kemanusian dan melindungi warga sipil dari korban perang.
(Baca juga:Tak Perlu Militer, Indonesia Bisa Gunakan Pendekatan Kemanusiaan untuk Bantu Menyelesaikan Konflik Rohingya)
Tindakan secara militer yang sebenarnya tidak disukai oleh kalangan militer Sudan sendiri. Tapi pasukan PBB Indonesia harus tetap teguh menjalankan tugasnya.
Pada tahun 2015 pasukan PBB Indonesia yang dikirim ke Sudan berjumlah cukup besar dan merupakan pasukan yang terlatih baik.
Sebanyak 800 pasukan yang dikirim dilengkapi 34 unit panser ANOA, 30 truk transport, dan 34 kendaraan ringan lainnya.
Selain bertugas untuk misi pengawalan pengiriman bantuan kemanusiaan, pasukan PBB Indonesia juga mendapat tugas membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Tugas-tugas kemanusiaan yang diemban oleh pasukan PBB Indonesia di Darfur tetap beresiko. Sekitar 192 pasukan UNAID dari berbagai negara telah gugur dalam tugas.
Pasukan PBB Indonesia sendiri sejak tahun 1950 hingga sekarang, telah mengirimkan lebih 25.000 personel Pasukan PBB dan 31 di antaranya telah gugur dalam tugas.