Advertorial
Intisari-Online.com -Menurut Unexplained Mysteries of World War II Tang adalah kapal selam Angkatan Laut Amerika Serikat.
Tak main-main, ia adalah salah satu kapal yang terhebat sepanjang masa arung dalam PD II.
Berulangkali kapal yang diperlengkapi peralatan deteksi termodem ini unjuk gigi menenggelamkan kapal-kapal Jepang.
(Baca juga:Kapal Mary Celeste, Kapal yang Nyaris Sepanjang Hidupnya Tertimpa Sekaligus Membawa Kesialan)
Sementara Selat Formosa dipilihnya sebagai tempat berburu kegemarannya. Tapi di selat itu pula, di kala fajar 25 Oktober 1944, Tang memilih garis hidupnya sendiri.
Sepanjang 8 bulan masa operasinya di bawah komando Richard H. O'Kane, 24 kapal pernah dikaramkannya dengan bobot mati seluruhnya 93.184 ton. Tak satu pun kapal selam lain pernah mencapai jumlah itu.
Penembakan terakhir menyisakan satu torpedo. Seorang awak kapal, Bill Leibold, bercanda ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan.
Tapi O'Kane telah memutuskan untuk menyerang kapal pemandu yang telah mereka lumpuhkan sebelumnya. Ia membawa kapal selam itu ke tempat pengintaian baru, yang aman dari serangan torpedo. Segera ia memberi perintah untuk menembak.
Setelah itu, Tang dapat kembali ke pangkalannya di Pearl Harbour.
Ada delapan orang di anjungan itu termasuk O'Kane, ketika tiba-tiba salah seorang di antara mereka memencet tombol alarm tanda bahaya dan menunjuk ke suatu tempat.
Beberapa pasang mata melihat adanya buih jejak luncuran torpedo, menghujam ke arah Tang.
O'Kane masih sempat berpikir siapa penyerangnya. Karena tidak nampak kapal perang Jepang lainnya di sekitar kapal pemandu lumpuh yang hendak ditembaknya.
(Baca juga:Misteri Kapal Selam U-BOAT 65 Saat Perang Dunia: Sial Sejak Awal, Berakhir Tragis)
Sapuan sonar pun tidak menunjukkan tanda kehadiran kapal selam musuh. Sungguh tak dibayangkan, ia dapat diserang mendadak.
Film pendek tentang tenggelamnya USS Tang
Torpedo itu meluncur makin dekat. Anehnya, arahnya memutari Tang dengan diameter yang makin lama makin sempit. Tang pun terperangkap.
Ketika torpedo menghantam, ledakannya melemparkan O'Kane bersama delapan orang lainnya ke laut. Beberapa luka berat dan tidak mampu menyelamatkan diri, karena tak seorang pun mengenakan jaket penyelamat.
Dalam beberapa menit kemudian hanya tersisa empat orang yang masih bertahan di laut.
Mereka adalah O'Kane, Leibold, petugas mesin Letnan Larry Savadkin, dan spesialis radar Floyd Caverly, yang beberapa detik sebelum torpedo menghantam, telah naik geladak untuk melaporkan kegagalan kerja beberapa peralatannya.
Tang pun mulai karam dari buritannya dulu dengan kecepatan mengerikan. Benturan keras terdengar begitu buritannya menyentuh dasar di kedalaman 180 kaki.
Sementara sebagian besar haluannya tetap muncul di permukaan.
Sementara itu konvoi kapal perang pemandu Jepang lainnya di sekitar kapal pemandu yang diternbak Tang sebelumnya mulai menyerang gencar.
Tak satu pun tembakan itu sampai cukup dekat hingga praktis tak ada kerusakan tambahah yang dialami Tang.
Namun serangan membabi buta selama empat jam itu tetap saja mimpi buruk bagi awak kapal Tang. Tidak ada pilihan lain, kecuali mereka menunda usaha melarikan diri.
Meskipun dari jarak jauh gelombang kejutan bawah air dapat saja mematikan.
Ketika serangan berakhir, 30 orang yang masih hidup di bawah arahan petugas torpedo Letnan Jim Flanagan, bersiap mengkaramkan kapal selam.
Tapi akhirnya, setelah proses pengkaraman, dari 88 awak Tang, hanya 15—di antaranya O'Kane, Leibold, Flanagan, dan Oliver—yang selamat karena ditolong sekaligus ditangkap kapal Jepang.
Jepang berpropaganda mengaku sebagai pengandas Tang. Namun staf AL AS tetap penasaran dengan nasib tragis yang dialami kapal selam itu.
Ketika kamp penjara di Omori, tempat penahanan awak Tang yang selamat, dibebaskan oleh tentara Amerika tanggal 29 Agustus 1945, tinggal 9 orang yang hidup termasuk O'Kane yang kemudian dianugerahi Congressional Medal of Honor.
O'Kane pulalah yang membuka rahasia kisah nyata tenggelamnya kapal selam Tang.
Kapal itu menenggelamkan dirinya sendiri dengan torpedonya yang terakhir. la memang berhasil ditembakkan, namun alat kemudinya sudah tidak beres yang mengakibatkan arah lajunya jadi berbelok menuju kapal asalnya.
(Baca juga:Amerika Serikat Mesti Hati-hati, Rusia Sedang Operasikan Pesawat Pengintai Berteknologi Serba Digital)
Bill Leibold benar. Seharusnya mereka menyimpan torpedo itu sebagai kenang-kenangan.