Advertorial
Intisari-Online.com –
Tulisan ini disarikan dari buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945 – 1967 (Grasindo, 1999) yang ditulis oleh ketika H. Mangil Martowidjojo, mantan Komandan Detasemen Kawal Pribadi beliau.
--
Ada saja kesibukan Bung Karno selama mengungsi di Yogyakarta.
Selain menghadiri sidang kabinet, rapat di daerah, juga memberikan petunjuk dan semangat kepada rakyat daerah dengan mengadakan rapat raksasa.
(Baca juga: Bung Karno di Mata Wanita: Doyan Pencitraan, Tapi Selalu Sopan dan Hormat pada Wanita)
Terutama petunjuk dan semangat berjuang untuk mempertahankan Negara Kesatuan RI.
Juga memberikan kursus politik kepada para wanita di Istana Presiden di Yogyakarta hampir setiap bulan sekali.
Selain BK, beberapa pemimpin lainnya antara lain Dr. AK Gani, ikut memberikan ceramah dan pidato.
Setiap kali BK selesai memberi pelajaran, bahannya selalu ditulis dan kemudian dibundel jadi satu.
Maka jadilah buku berjudul Sarinah.
(Baca juga: Jika Bung Karno sedang Marah Besar, Pasukan Cakrabirawa Andalkan Wanita Cantik untuk Meredakannya)
Sarinah adalah nama wanita pengasuh Bung Karno, waktu kecil.
Lewat buku itu, nama Sarinah menjadi terkenal di seluruh Tanah Air, bahkan sampai ke luar negeri.
Untuk menjaga kesehatannya, BK berolahraga di halaman istana.
Halaman ini juga digunakan untuk latihan berbaris Polisi Pengawal Pribadi Presiden, dan ia berlari-lari memutari mereka.
Sementara itu Ibu Fatmawati gemar bermain bola keranjang bersama-sama pengawal.
(Baca juga: Inilah yang Dilakukan Bung Karno Setelah Menempeleng Orang)
BK juga sempat merancang kolam cantik di halaman dalam Istana Presiden di Yogyakarta.
Selama tinggal di Yogyakarta, BK dan Ibu Fatmawati kadang-kadang jalan-jalan sore keluar masuk desa dan sawah.
Dari istana Yogyakarta mereka naik mobil.
Sesampai di desa atau sawah, mobil diparkir di pinggir jalan dan ditunggu oleh Pak Arif, sopir pribadi BK.
Saat berjalan kaki masuk keluar kampung dan meninjau persawahan, BK dan Ibu Fatmawati dikawal oleh seorang Polisi Pengawal Pribadi Presiden.
Ketika sedang berjalan kaki dan melihat ada cacing merayap di tengah jalan, BK memerintahkan pengawalnya untuk memasukkan cacing itu ke sawah.
Ada anggota polisi pengawal merasa jijik memegang cacing, dengan cepat BK memegang cacing kepanasan itu dan memasukkannya ke sawah.
Ia juga bercakap-cakap dengan rakyat jelata yang dijumpainya di desa, di kampung maupun di tengah sawah, sambil duduk santai.
Rakyat yang dia ajak ngobrol kelihatan gembira sekali.
Keluar dari istana secara incognito (tidak resmi) memang sering dilakukan. Suatu hari BK berkata pada Mangil, “Mangil. Bapak ingin keluar sebentar. Bapak ingin melihat umpyeke wong golek pangan di Jakarta (Bapak ingin melihat kesibukan orang mencari nafkah di Jakarta).”
Kadang-kadang BK pergi ke pantai Layar Berkembang dan makan satai bersama putra-putrinya.
Malam hari BK pernah ke daerah Senen, daerah planet (kawasan pelacuran) tempo dulu dan mendekati gerbong kereta api yang ditempati gelandangan.
Saat bercakap-cakap dengan mereka, ada seorang perempuan yang berkata keras, “Lo, itu ‘kan suara Bapak! Itu Bapak, ya?”
Karuan saja, tempat itu langsung penuh dengan orang yang mengelilingi Bung Karno.
(Diambil dari Majalah Intisari edisi Juli 1999)