Advertorial

Burahol alias Kepel, Si Langka Penyedap Bau Keringat Para Putri Keraton

Moh Habib Asyhad

Penulis

Daging buahnya yang kuning coklat muda seperti buah sawo terasa manis. Tetapi kalau sawo lebih banyak dagingnya karena bijinya hanya sedikit, buah kepel justru terbalik.
Daging buahnya yang kuning coklat muda seperti buah sawo terasa manis. Tetapi kalau sawo lebih banyak dagingnya karena bijinya hanya sedikit, buah kepel justru terbalik.

Intisari-Online.com – Gara-gara tidak merakyat, kepel atau burahol menjadi tanaman langka. Bagaimana kita melestarikannya kembali sebagai pohon buah yang unik dan bermanfaat?

Aneh tapi nyata! Penyebab tidak merakyat itu ialah bau! Buahnya mengharumkan bau keringat, sampai dipakai sebagai deodoran oleh para putri keraton Raja Mataram.

Baginda menyuruh menanam pohon itu di halaman istana, untuk- diambil buahnya bagi para putri keraton.

Hanya dengan memakan buah itu yang sudah masak, para putri ini sudah bisa berbau bunga violces. Keringatnya wangi, dan napasnya harum.

(Baca juga:Dengan Meminum Ramuan Tradisional Ini Kita Dijamin akan Hidup Laiknya 'Keluarga Keraton')

Takut kualat

Kebiasaan makan buah kepel kemudian ditiru oleh para putri keraton raja-raja kecil lainnya di Jawa Tengah dan Timur. Kerajaan kecil-kecil ini kemudian menanam pohon itu juga di halaman keratonnya masing-masing.

Kebetulan di masyarakat Jawa feodal waktu itu ada semacam kepercayaan, bahwa orang yang meniru cara hidup raja dan anggota keluarganya hanya orang yang kuat, baik lahir maupun batin, seperti para adipati (semacam gubernur zaman sekarang), pangeran, pejabat kerajaan, dan panglima perang. Lainnya akan kualat.

Akibatnya, para tetua kampung dan pemimpin masyarakat mengeluarkan keputusan, bahwa rakyat jelata tidak dibenarkan menanam pohon itu.

Pohon yang sebelumnya sudah ada di desa-desa harus ditebangi dan dimusnahkan. Barangsiapa tidak mengindahkan akan diusut sampai tuntas dan dijatuhi hukuman.

Di Jawa Barat, pohon itu juga banyak tumbuh di hutan, tetapi para istri Raja Sumedang, Galuh, dan Dipati Ukur tidak tertarik pada pohon itu.

Mereka menyebutnya burahol, sampai dua orang taksonomis mancanegara yang mengidentifikasi tanaman itu memberi nama Latin Stelechocarpus burahol.

Rakyat Jawa Barat menganggap buah itu tidak bernilai, karena dagingnya tidak banyak. Sebaliknya, bijinya yang besar-besarlah yang memenuhi ruangan buah.

Akibatnya, tidak ada yang peduli ketika pohon burahol dari hutan ditebangi, setiap kali ada bagian dari hutan dibuka untuk dijadikan daerah permukiman baru.

Kalau di Jawa Tengah kepel menjadi langka karena rakyat membabatnya habis lantaran takut kualat, di Jawa Barat burahol ditebangi karena dianggap tidak ada harganya.

(Baca juga:Kambing di India Masuk Penjara Gara-gara Makan Tanaman Orang Sembarangan)

Tak pernah ada usaha menanamnya kembali di kebun pekarangan setiap kali ada pembukaan hutan untuk permukiman baru. Burahol Sunda ini sama jenisnya dengan kepel Jawa.

Setelah kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah punah, pohon itu ikut terancam punah karena rakyat biasa tidak ada yang berminat menanam dan melestarikannya.

Kumpulan pohon kepel yang masih ada sampai sekarang biasanya juga terdapat di dekat bekas ibukota kerajaan, seperti Loano, Purworejo, misalnya.

Ancaman punah itu sudah sejak lama diprihatinkan, jangan-jangan kepel benar-benar punah kelak."

Anak cucu kita mungkin terpaksa puas melihatnya hanya sebagai foto dan lukisan tangan hitam putih dalam buku nonfiksi yang tidak laris, ketimbang buku komik tembak-tembakan sinar laser.

Pohon hias potensial

Pohon itu lumayan indahnya, dengan batang yang tegak lurus, dan tajuk berbentuk kerucut. Cabang-cabangnya tumbuh hampir mendatar.

Di daerah atasan lebih kecil daripada di daerah bawahan, sehingga membentuk kerucut alami yang indah.

Kalau usai berbuah kemudian menumbuhkan tunas daun muda yang baru, pohon itu lebih semarak lagi, karena hijaunya daun tua dihias dengan warna merah daun muda seperti daun kayu manis.

Daun itu akan lebih mengkilat kalau tertimpa sinar matahari. Tak mengherankan, kalau ia disukai sebagai tanaman hias oleh para putri keraton,

Dengan tingginya yang dapat mencapai 20 m, pohon itu juga bagus ditanam sebagai peneduh taman yang rindang.

(Baca juga:Lewat Penelitian, Rahasia Kekuatan 'Mistis' Binahong Terungkap)

Tetapi rakyat jelata yang hidup di daerah sekitar garis kemiskinan tidak mempunyai waktu untuk menikmati keindahan pohon itu sebagai tanaman hias.

Waktunya senantiasa sudah habis untuk bercocok tanam tanaman pangan dan hortikultura yang bergizi.

Pada ranting-rantingnya muncul bunga jantan yang putih kekuning-kuningan semerbak mewangi.

Bunga betinanya tidak tinggal sekamar pada ranting yang sama, tetapi "pisah ranjang". la bertengger pada batang yang lebih terbuka, mulai dari pangkalnya dekat tanah sampai ke tempat percabangan dahan yang pertama.

Pohon cauliflor yang bunganya muncul pada batang ini baru dapat berbuah, kalau ada serangga yang berkunjung karena tertarik bau bunga jantan pada ranting-ranting, tapi kemudian iseng-iseng mampir ke bunga betina yang sedang mejeng di batang utama dengan warnanya yang hijau lembut kekuning-kuningan.

Kalau penyerbukan bunga berhasil, muncullah buahnya pada batang itu juga. Dompolan yang meruyak mengelilingi batang itu tampak unik dan menggemaskan.

Pada pohon yang sudah besar, batangnya sering tidak tampak karena tertutup oleh lebatnya buah. Jumlahnya bisa 2 – 8 butir tiap tandan. Padahal tandannya banyak.

Ukuran buahnya yang membulat hanya sekepal, memang mengilhami penamaannya di Jawa Tengah, kepel.

Kulitnya tertutup lapisan seperti pasir halus. Mula-mula coklat abu-abu, tetapi kemudian berubah coklat tua kalau sudah masak. Biasanya akan jatuh sendiri kalau sudah masak benar.

Bahan studi yang bagus

Daging buahnya yang kuning coklat muda seperti buah sawo terasa manis. Tetapi kalau sawo lebih banyak dagingnya karena bijinya hanya sedikit, buah kepel justru terbalik.

Daging buahnya Cuma sedikit, sedangkan bijinya besar-besar dan banyak. Ada yang sampai empat butir setiap buah.

(Baca juga:Ceremai, si Masam Bulat Mungil yang Bisa Bikin Kurus dan Juga Bisa Mengusir Asma)

Daging buah ini selain berbau harum sampai dipakai sebagai deodoran, juga bersifat diuretik, memperlancar pembuangan air sendiri yang kecil. Air sendiri ini juga berbau harum.

Sifat ini kemudian dimanfaatkan sebagai peluntur. Dengan manipulasi tertentu, buah kepel dapat dipakai sebagai peluntur pencegah kehamilan.

Sampai sekarang belum ada penelitian, zat apa yang menyebabkan daging buah itu berbau harum seperti bunga violces, dan zat apa yang menyebabkan sifat diuretik.

Ini merupakan bahan penelitian yang bagus untuk major study calon sarjana biologi dan pertanian strata dua.

Sekali ditemukan senyawaan itu berikut cara ekstraksinya dari daging buah, burahol niscaya dapat diusahakan lebih lanjut sebagai tanaman industri sumber minyak wangi seperti kenanga, melati, sitronella, dan lainnya itu.

Tetapi sebelumnya, kita harus bekerja keras agar masyarakat usaha tani mau menanam pohon kepel itu lagi.

Jadi masyarakat dapat memperoleh bahan eksperimen yang cukup banyak dan murah. Mula-mula diharapkan ditanam di kebun pekarangan sendiri masing-masing (oleh perorangan), kemudian di lahan tidur (oleh masyarakat) dan akhirnya juga di lahan kritis (oleh perkumpulan swasta dan LSM pelestari lingkungan).

Daerah yang cocok untuk ditanami kepel ialah daerah kaki pegunungan setinggi 150-300 m di atas permukaan laut.

Tidak usah seluruh lahan diburaholkan (atau dikepalkan), tetapi daerah pinggirannya saja, sebagai tanda batas. Atau tepi jalan yang dibangun di lahan itu, sebagai peneduh.

(Baca juga:Meski Tersingkir dari Menteng Buah Menteng Punya Pamor Mentereng Melancarkan Menstruasi, Cocok untuk Para Gadis dan Istri)

Bagian lain masih dapat dimanfaatkan untuk tanaman lain yang nilai jualnya tinggi, seperti jeruk, durian, atau mangga.

Kendala utama yang menghalangi ajakan melestarikan pohon ini ialah lamanya ia mulai berbuah. Karena dibiakkan dengan biji, ia baru dapat berbuah pada umur 6 - 8 tahun.

Beda sekali dengan pohon yang dapat dibiakkan secara vegetatif, seperti okulasi jeruk misalnya, atau tempelan mangga.

Rata-rata 4 - 5 tahun tanaman itu sudah bisa berbuah. Sayang, sampai sekarang belum ada yang berhasil menemukan teknik pembiakan kepel dengan okulasi.

Ini juga bahan studi yang bagus bagi para calon sarjana pertanian strata dua. Sekali ditemukan teknik okulasi yang berhasil bagi pohon kepel, kendala yang sebelumnya menurunkan semangat menanam pasti lenyap.

Bibit kepel asal biji untuk dikembangkan di pelbagai lahan itu dapat diperoleh antara lain dari: (1) Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian, Bener, Purworejo 54183; (2) Kebun Pembibitan dr. Mambodiyanto, Pabuaran, Baturaden, Purwokerto 53151; (3) Kebun Buah Mekarsari, Cileungsi, Bogor 16820.

Melestarikan Pohon Kepel

Sampai sekarang penangkaran bibit pohonkepelhanya dapat dilakukan dengan biji. Usaha penangkaran dengan setek, tempelan, dan okulasi masih belum berhasil.

Belum diketahui apa penyebabnya, sehingga belum ditemukan cara mengatasinya.

Biji untuk itu harus diambil dari buah-yang benar-benar sudah masak. Yaitu buah yang sudah jatuh sendiri di tanah.

Tetapi kalau bukan kita sendiri yang memungut buah, melainkan orang lain yang kita minta, sangat boleh jadi kumpulan buah yang diserahkan kepada kita tercampur buah mentah yang bukan buah jatuhan.

Uji kemasakannya dapat dilakukan dengan menggores kulit buah yang bersangkutan. Kalau bekas goresan berwana kuning atau coklat muda, itu tanda bahwa buah sudah masak betul.

(Baca juga:Jamblang, Si Ungu yang Kandungan Antioksidannya Tinggi dan Cocok untuk Penderita Kencing Manis)

Bijikepeltersusun melintang dalam buah. Sesudah dikupas dan dikeluarkan dari daging buahnya, biji-biji dicuci bersih agar bebas dari getah dan daging buah.

Lalu dikering-anginkan di tempat teduh (tapi berangin), sampai kering sendiri.

Karena kulitnya tebal dan keras, biji perlu diampelas dulu. Jadi air penyiram di tempat pesemaian nanti mudah menembus dinding biji.

Sedangkan tunas dari dalam juga mudah menembus keluar, dan cepat berkecambah nanti. Tidak usah semua dinding diampelas.Cukup bagian yang ada lembaganya saja.

Mula-mula biji dikecambahkan dalam kotak kayu berisi pasir bersih yang sudah diayak halus, setebal 5 cm, dan ditutup pasir setebal 5 cm juga.

Sesudah berkecambah (kalau disirami setiap hari), biji yang sekarang disebut benih itu dipindahtanamkan ke bedengan pesemaian di lapangan.

Tanah bedengan ini dicampur pupuk kandang dulu dengan perbandingan 1:1. Jarak tanam benih diusahakan 20 cm dalam barisan, dan 60 cm antarbarisan.

Setelah menumbuhkan 3-5 helai daun, tanaman yang sekarang disebut bibit itu dipindahtanamkan lagi ke dalam kantung plastik hitam bergaris tengah 30 cm, berisi campuran tanah, pupuk kandang, dan pasir halus dengan perbandingan 1:1:1.

Deretan bibit dalam kantung (sekantung satu batang) kemudian dirawat di bawah naungan pohon di kebun.

(Baca juga:Wahai Para Orangtua, Inilah 5 Vaksin yang dibutuhkan anak dalam pertumbuhannya)

Sesudah tumbuh setinggi 0,5 m, bibit boleh ditanam dalam lubang penanaman yang permanen di kebun pekarangan, lahan tidur, atau lahan kritis.

Lubang penanaman ini dibuat yang cukup dalam, yaitu 50 cm x 50 cm x 50 cm. Tanah lapisan atas yang digundukkan di suatu tempat dicampur pupuk kandang sebanyak dua kaleng (bekas) minyak tanah, sebelum dikembalikan ke lubang, setelah bibit ditanamkan. (Kantung plastiknya dirobek dan dibuang, tentunya).

Jarak tanam di kebun permanen ini 6 m kalau ditanam berbaris sebagai tanda batas, atau peneduh tepi jalan.

Pohonkepeltidak lazim ditanam sebagai tanaman utama di tengah kebun, dengan jarak tanam segi empat atau segi tiga seperti rambutan misalnya, atau mangga manalagi.

Sesudah satu tahun berada di kebun, bibit itu diberi pupuk kandang sebanyak delapdri kaleng (bekas) minyak tanah.

Ini jatah setahun tiap batang. Pemupukan dilakukan pada awal musim hujan, kalau tanaman sudah melek dari "tidur istirahatnya" selama musim kemarau, dan ada air penyiram gratis dari langit.

Dua minggu sesudah dipupuk-kandang, bibit diberi pupuk kimia, campuran Urea 400 g, dubbel superfosfat 150 g, dan kalium sulfat 500 g.

Setiap tahun selanjutnya, pemupukan semacam itu diulang lagi pada awal musim hujan.

Dengan pemupukan yang teratur seperti ini, tanaman yang kini disebut pohon itu (karena batangnya jelas hanya satu, dan baru bercabang di daerah ataean), akan berbuah pertama kali pada umur enam tahun.

(Baca juga:Tak Hanya Melarutkan Kadar Lemak, Teh Hijau Juga Bagus untuk Mencegah Kerusakan Gigi)

Batangnya baru bergaris tengah 25 cm. Tetapi kalau sudah belasan tahun, dan tingginya sudah 20 m, garis tengah batangnya bisa sampai 40 cm.

Buahnya dapat dipetik kira-kira empat bulan sejak berbunga. Musim buahnya dua kali setahun, yaitu Desember - Febmari, dan Juni - Juli.

Buah di musim hujan Desember - Februari paling banyak, tetapi rasanya kurang manis karena kebanyakan air. Sebaliknya, buah di musim kemarau Juni - Juli, tidak sebanyak pada musim sebelumnya, tetapi rasanya lebih manis. (Slamet Soeseno)

(Diambil dari MajalahIntisariedisi Januari 1999)

Artikel Terkait