Advertorial
Intisari-Online.com – Sosok tanaman mengkudu berbentuk perdu setengah pohon rendah yang bengkok batangnya. Tingginya hanya 3 - 8 m.
Biasanya ia ditanam di pekarangan rumah penduduk daerah pesisir sebagai peneduh yang lumayan karena cabangnya banyak dan tajuk daunnya lebar.
Yang aneh ialah bunganya. Sejumlah bunga kecil-kecil bertangkai pendek duduk menggerombol pada satu dasar bersama yang membengkak sampai disebut bongkol.
(Baca juga:Tak Hanya Mengobati Hipertensi, Mengkudu Juga Bisa Menghilangkan Ketombe)
Mahkota setiap bunga pada bongkol ini berbentuk tabung seperti terompet putih yang harum bcamya.
Kalau bunga ini sudah rontok, bekas tempatnya tampak seperti kutil pada kulit bongkol itu.
Tiap kutil dibatasi oleh garis segi lima atau enam. Bongkol bunga yang sementara itu membengkak kemudian mengukuhkan diri menjadi "buah" mengkudu.
Mula-mula, ketika masih mentah, buah itu masih kencang padat berisi, berwarna putih kekuning-kuningan. Setelah agak matang, bahannya jadi lembek.
Makin matang makin kuning dan tipis kulitnya. "Daging buah"-nya makin banyak berair seperti jeli, sambil mengumbar bau yang tidak sedap.
Bau ini timbul karena gabungan antara bau asam kaproat seperti bau keringat kambing gibas, dan bau asam kaprik (capric acid) yang agak busuk.
Dulu, biang keladinya dikira asam kaprilat, tetapi kemudian ternyata senyawa kaprilat alias oktanoat ini tidak berbau busuk. Ia bahkan dipakai sebagai bahan pembuatan parfum.
(Baca juga:Suka Beli Parfum Mahal karena Merasa Wanginya Lebih ‘Enak’ dari Parfum Murah? Kamu Wajib Baca Ini!)
Mendengar istilah buah mengkudu, kita selalu kontan ingat akan bau busuk yang didakwakan padanya.
Bau busuk ini timbul kalau buah itu memang benar-benar sudah membusuk karena diserang bakteri pembusukan, pembongkar protein dalam sari buah, menjadi senyawa aldehida atau keton yang lebih sederhana.
Keton-keton inilah yang berbau busuk. Tapi busuknya berbeda dengan bau asam kaproat tak sedap seperti bau keringat kambing gibas itu.
Cerita bahwa buah mengkudu matang kadang juga dimasak sebagai lalap kukus adalah isu salah kaprah yang ditiup sebagai cerita burung.
Yang benar iaiah buah setengah masaklah yang dilalap, ketika asam kaproat belum banyak terbentuk, dan sama sekali belum ada keton yang timbul.
Salah satu khasiat buah mengkudu yang sampai sekarang masih dimanfaatkan orang sebagai jamu tradisional ialah mengobati radang tenggorokan yang menimbulkan demam dan tekanan darah tinggi.
(Baca juga:Artikel Berjudul Dalam Sesuap Daging Ikan Lele, Terkandung 3.000 Sel Kanker Bikin Pembudidaya Lele Mengeluh)
Juga radang usus yang menimbulkan efek yang sama dapat diturunkan dengan buah ini.
Untuk itu, dua buah mengkudu matang yang sudah dicuci bersih diremas-remas sampai keluar sarinya.
Sari ini dituang dalam wadah bersih, lalu diberi madu murni dua sendok makan untuk diaduk rata. Sesudah disaring, sarinya sebanyak setengah cangkir (kira-kira 100 cc) diminum secara cicilan tiga kali sehari, sepertiga-sepertiga.
Minumnya harus berulang-ulang setiap dua hari sekali , sampai sembuh.
Karena kuman penyebab radang-radang itu tertumpas, dengan sendirinya demam dan tekanan darah tinggi jenis ini akan turun. (Siamet Soeseno)
(Pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 2000)