Intisari-Online.com – Anton dan Rochadi adalah teman sepermainan di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Garis hidup memisahkan nasib mereka sangat jauh.
Anton lulus ITB dan MM-UI, kini memimpin sebuah perusahaan pemasok suku cadang pesawat terbang.
Sementara Rochadi hanya berbekal ijazah SMA telah mencoba belasan pekerjaan di Jakarta dan berakhir dengan satu istri, dua anak, dan rumah cicilan mungil di Perumnas jauh di luar kota.
(Baca juga:Ibu Itu yang Ikhlas Memberikan Miliknya yang Berharga untuk Kesempurnaan Anaknya)
la pernah bekerja di jasa fotokopi, menjadi tukang batu, jadi pengasong rokok, hingga akhirnya terdampar ke perusahaan jasa cleaning service.
Keduanya bertemu saat Anton menjadi narasumber di sebuah stasiun radio swasta, dan Rochadi bertugas di sana.
Sayang, Anton tiba-tiba terkena serangan jantung. la dibawa ke rumah sakit, namun akhirnya tak tertolong. Rochadi menyusul seusai jadwal kerja.
Dalam kesedihan, Susan, istri Anton, mengingat kesungguhan dan semangat suaminya dalam bekerja walau banyak kebijakan perusahaan yang tidak sesuai dengan pemikirannya.
"Walau menggerutu, itu tetap dia kerjakan dengan semangat. Dia bahkan sering kehilangan waktu bersama saya dan anak-anak demi pekerjaan," kata Susan.
Rochadi sempat menatap jasad dingin teman masa kecilnya itu. Anton memang berhasil dalam karier, sukses secara materi, tapi kini itu semua tak berarti.
la meninggal dengan ekspresi seolah menahan beban berat.
(Baca juga:Wajah Gembira saat Masa Gencatan Senjata di Suriah Diberlakukan)
Sementara Rochadi, meski hidup dengan standar Upah Minimum Provinsi, ia bisa menyekolahkan kedua anaknya di sekolah negeri yang berkualitas baik.
Istrinya yang menjadi buruh cuci juga berperan sehingga cicilan rumah tak pernah menunggak.
Yang pasti, keluarganya hampir selalu punya kesempatan untuk makan malam bersama di rumah - sesuatu yang sangat jarang terjadi di keluarga Anton.
Ketika Susan bertanya apa yang menyebabkan Rochadi terlihat jauh lebih segar dari suaminya, jawabnya:
"Barangkali Pak Anton terlalu keras bekerja, juga untuk pekerjaan yang sesungguhnya tidak dia suka. Kita memang tidak bisa memilih pekerjaan, hanya melakukan pekerjaan yang kita suka misalnya. Saya tidak pernah mendapat pekerjaan yang saya suka. Tapi saya selalu melakukannya dengan rasa suka."