Intisari-Online.com – Sejumlah tersangka yang diduga pejuang ISIS ditahan di sebuah penjara yang sempit di Mosul.
Mereka mengklaim bahwa yang melakukannya adalah pasukan Irak.
Pasukan Irak sendiri diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia setelah merebut kembali kota tersebut.
Dilansir dari dailymail.co.uk, ada sebuah gambar yang menunjukkan orang-orang berkumpul bersama di dalam ruangan bersuhu 45 derajat Celcius.
Tempat tersebut adalah sebuah penjara tanpa listrik atau ventilasi di selatan kota. Penjara itu bisa menampung sekitar 370 tahanan.
(Baca juga: Ratusan WNI Terafiliasi ISIS akan Dideportasi, Menhan: Enggak Usah Balik, Berjuang Saja di Sana Sampai Mati)
Setelah gambaran tersebut, muncul seorang letnan Irak yang mengungkapkan ingin balas dendam dan bersikukuh bahwa anggota ISIS bukanlah manusia.
Tidak hanya itu, mereka juga yakin bahwa anggota ISIS pantas untuk mati.
Kehidupan para tahanan juga menyedihkan. Beberapa dari mereka terinfeksi penyakit dan terkena masalah kulit.
Sebab mereka tidak terkena sinar matahari.
“Mayoritas tidak bisa berjalan. Kaki mereka bengkak karena tidak bisa bergerak.”
(Baca juga: Rencana Deportasi WNI Terafiliasi ISIS, GP Ansor: Sudah Menolak NKRI, Kok, Mau Balik Lagi?)
Dikatakan ada lebih dari 1.150 tahanan yang telah berada di penjara tersebut selama 3 bulan terakhir.
Sementara 5.040 lainnya dikirim ke Baghdad untuk penyelidikan lebih lanjut.
Lalu 2.800 tahanan lainnya ditahan di pangkalan udara Qayara di selatan Mosul dan ratusan lainnya berada di beebrapa fasilitas yang lebih kecil.
Dilain pihak, tahanan yang diam-diam diwawancarai oleh AP bersikeras bahwa mereka tidak bersalah.
“Anda tidak akan menemukan 10 anggota sebenarnya ISIS di antara orang-orang ini.”
Salah satu tahanan juga meyakinkan bahwa ia adalah seorang pegawai negeri yang telah melakukan perjalanan antara Baghdad ke Mosul. Lalu tiba-tiba ditahan.
“Kami benar-benar ingin mati. Tak satu pun dari kami telah menerima kunjungan dari keluarga. Bahkan mungkin mereka tidak tahu di mana kami berada.”
Sementara itu, Perdana Menteri Haider al-Abadi telah mengakui pasukan Irak melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Namun menegaskan bahwa ini adalah “tindakan individu”.