‘Dasar Ndeso’ Bisa Jadi ‘Hanya’ Ucapan untuk Mengekspresikan Kekesalan Seseorang

Ade Sulaeman

Penulis

Kaesang Pangarep
Kaesang Pangarep

Intisari-Online.com - Dalam pergaulan sehari-hari seseorang bisa saja merasa kesal dan untuk mengekpresikan kekesalan itu ada banyak kata-kata yang dipilih.

Seseorang yang kesal sejatinya juga sedang tidak merasa gembira, sehingga kata-kata yang keluar untuk mengekpresikan perasaan tidak gembira itu, terasa tidak enak didengar.

Ungkapan kekesalan dengan kata-kata “dasar ndeso” secara semantik merujuk pada sifat-sifat orang desa yang lugu, membuang sampah secara sembarangan, kurang berpendidikan, pemalas, dan sifat-sifat “menyebalkan” lainnya.

Kata-kata “dasar ndeso” bersinonim dengan kata “dasar kampungan” yang bisa bermakna “orang kampung yang menyebalkan”.

Pada kondisi terkini sesungguhnya masyarakat yang tinggal di pedesaan atau kampung sudah tidak seperti dulu lagi.

(Baca juga: (Video) Kata yang Disensor Inilah yang Membuat Kaesang Dilaporkan karena Dianggap Menistakan Agama)

Tidak seperti ketika masih dijajah oleh kolonial Belanda atau baru beberapa tahun merdeka karena situasi kehidupan saat itu memang serba susah.

Jaman sekarang desa atau kampung sudah maju sehingga banyak orang malah bangga disebut orang desa atau “ wong ndeso”.

Oleh karena itu makna ujaran “wong ndeso” di era terkini baik untuk mengungkapkan kekecewaan, sindirian, maupun candaan bisa bermakna ganda.

Pasalnya orang yang disebut “wong ndeso” kadang malah merasa bangga atau bisa juga tersinggung.

Kalaupun tersinggung dijuluki “wong ndeso” dan kemudian lapor polisi, unsur tersingungnya dalam hal apa?

(Baca juga: Kaesang Dilaporkan Melakukan Penodaan Agama, Ini Ancaman yang Akan Diterima Putra Bungsu Jokowi Tersebut)

Sebab secara semantik, makna “wong ndeso” atau “orang desa” bukan kata-kata yang kasar dan tidak pula kata yang berarti menghina.

Dia hanyalah kata-kata kiasan, sedikit eufemisme, bukan sarkastik.

Kebanyakan orang yang disindir sebagal “wong ndeso” malah termotivasi untuk maju sehingga bisa hidup seperti “wong kota”.

Orang kota yang ketika Lebaran tiba berjuang keras untuk mudik, demi menemukan jati dirnya sebagai “wong ndeso”, orang kampung.

Artikel Terkait