Intisari-Online.com - Konflik Suriah yang pemerintahannya didukung oleh Rusia melawan pasukan pemberontak Syrian Democratic Force (SDF) yang didukung AS dan koalisinya makin menjadi-jadi.
Konyolnya semua kekuatan tempur yang berseteru itu saling mengklaim bahwa peperangannya untuk melawan militan ISIS.
Dalam gempuran yang mengakibatkan tragedi kemanusiaan kadang militan ISIS juga dipakai sebagai kambing hitam.
(Baca juga: Siapa Sangka, Pasukan Israel yang Terkenal Digdaya Itu Pernah Babak Beluk karena Dihajar Pasukan Mesir dan Suriah)
Contohnya adalah pertempuran yang berlangsung pada hari Minggu sore (18/6), ketika satu jet tempur Su-22 Suriah yang sedang menggempur posisi pasukan SDF, langsung direspon militer AS dengan mengerahkan satu jet tempur canggih F/A-18 E Super Hornet.
Jet tempur Su-22 buatan Rusia yang bukan tandingannya Super Hornet itu segera diperingatkan untuk pergi karena serangannya juga membahayakan pasukan AS.
Tapi Su-22 ternyata tak mau pergi dengan alasan serangannya ditujukan kepada pasukan ISIS.
Akhirnya setelah terjadi pertempuran singkat di udara (dogfight), Su-22 berhasil ditembak jatuh dan pilotnya tewas.
(Baca juga: Pesawat Tempur Koalisi Asing Pimpinan AS Serang Suriah, 100 Orang Lebih Tewas Termasuk Anak-anak Tak Berdosa)
Suriah langsung mengecam serangan AS yang mengakibatkan pesawatnya rontok karena misi tempurnya bukan untuk menyerang SDF tapi ISIS.
Tapi yang kemudian lebih marah adalah Rusia. Pasalnya secara politis dan teknologi tempur, Rusia merasa ‘’dikalahkan’’ oleh AS dengan rontoknya jet tempur Suriah yang notabene produksi Rusia.
Pemimpin Rusia yang berang, Vladimir Putin selain mengecam tindakan militer AS itu juga mengancam jika drone atau pesawat tempur AS berani terbang lagi di atas udara Suriah, militer Rusia siap menembak jatuh menggunakan rudal S-400 yang digelar di Suriah.