Intisari-online.com - Pada masa penjajahan Belanda, Depok tidak luput dari kedatangan para saudagar keturunan Tionghoa yang terkenal ulet dan cerdik dalam mencari keuntungan.
Hal ini rupanya sejak awal telah menimbulkan kekhawatiran pada diri Cornelis Chastelein, manatan pejabat VOC sekaligus tuan tanah di Depok pada abad ke-17.
Untuk melindungi masyarakatnya dari “invasi” pedagang Tionghoa itu, dalam surat wasiatnya Chastelein melarang keturunan Tionghoa untuk tinggal di Depok.
Tujuannya agar orang Depok tidak tergantung pada para pedagang itu sekaligus menghindarkan mereka dari kebiasaan sebagian orang Tionghoa yang suka madat.
Bukan hanya larangan untuk tinggal di Depok, bahkan sebenarnya orang-orang Tionghoa itu dilarang untuk bermalam di Depok.
(BACA JUGA: Petir Terganas di Dunia Ada di Indonesia Lo! Ini Dia Lokasinya)
Orang Tionghoa tak mungkin pulang ke Glodok, tempat asal mereka. Glodok terlalu jauh untuk ditempuh pulang-pergi setiap hari.
Saat itu, Pondok Cina bukan bagian dari Depok.Maka mereka diperbolehkan tinggal di sana. Orang Tionghoa tak berkeberatan.
Posisi Pondok Cina sangat strategis, terletak di jalur utama (Margonda sekarang) menuju ke tiga pasar, yaitu Pasar Cimanggis, Pasar Cisalak, dan Pasar Lama. Tetapi, tiga pasar itu belum begitu ramai.
Sebagai gantinya, mereka hanya diizinkan menempati batas kota tersebut. Lambat laun, dari istilah pemondokan Cina, kawasan tersebut dikenal orang dengan nama Pondok Cina.
(BACA JUGA: Kisah Nyata Perempuan yang Sejauh Ini Sudah Tidur dengan 1.000 Lelaki)