Tapi itu belum semuanya: hipotalamus, septum, wilayah motorik sensorik dan korteks visual juga membesar. Semua itu merupakan bagian otak yang memproses respon emosional, gairah, agresi dan pengelihatan.
(Baca juga: Untuk Para Orangtua, Membacakan Buku untuk Anak Memiliki Keistimewaan terhadap Perkembangan Otaknya)
Mungkin, itulah sebabnya peningkatan paparan TV terhadap anak di bawah usia tiga tahun berkorelasi dengan tertundanya kemahiran berbahasa, sehingga membutuhkan waktu beberapa tahun bagi mereka untuk mengejar ketertinggalan.
Ketika memasuki masa sekolah, anak yang menonton TV dua jam atau lebih sehari kemungkinan besar mengalami kesulitan psikologi, termasuk hiperaktif, masalah emosional dan perilaku, serta konflik sosial dengan teman-temannya di kelas.
Buku
Orang bilang, membuka buku adalah membuka jendela dunia.
Survei yang dilakukan oleh Pew Research Center menemukan, 15% orang membaca buku untuk ‘melarikan diri’ ke dunia imajinasi mereka.
Sementara 26% orang yang membaca buku mengatakan bahwa mereka menikmati belajar, memperoleh pengetahuan dan menemukan informasi dari membaca buku.
Ternyata membaca memiliki manfaat bagi kesehatan. Membaca memperkuat jalur saraf.
Bahkan di usia muda, anak yang dibacakan buku oleh orangtuanya mengembangkan lima kemampuan membaca, termasuk kosakata yang lebih banyak, pengenalan kata melalui ucapan, kemampuan untuk menghubungkan huruf tertulis dengan yang dilisankan, pemahaman terhadap bacaan, dan kelancaran untuk membaca teks secara akurat dan cepat.
Meskipun memiliki banyak manfaat, diperkirakan sekitar 42% lulusan perguruan tinggi tak lagi membaca buku setelah mereka memperoleh gelarnya.
Padahal, meski otak kita sudah berhenti berkembang, bukan berarti kita tak perlu membaca lagi.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR