Advertorial

Tuyul itu Ada atau Tidak Sih? Tergantung Kacamata yang Dipakai untuk Melihatnya

Moh. Habib Asyhad
K. Tatik Wardayati
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Jadi, sebenarnya tuyul itu ada atau tidak? Tergantung apa kacamata yang kita pakai. Apakah dengan ilmu tidak kasat mata atau dengan kacamata ilmiah.
Jadi, sebenarnya tuyul itu ada atau tidak? Tergantung apa kacamata yang kita pakai. Apakah dengan ilmu tidak kasat mata atau dengan kacamata ilmiah.

Intisari-Online.com – Ada makhluk halus tak tampak mata dan bisa membikin orang menjadi kaya. Siapa pula dia kalau bukan tuyul.

Tuyul atau setan gundul memang sejenis setan paling masyhur dan akrab dengah masyarakat Jawa.

Kemasyhuran tuyul mengalahkan puluhan jenis makhluk halus: wedhon, gendruwo, wewe, banaspati, uwil, kuntilanak, jiangkrong, blorong dan lain sebagainya seperti dilaporkan B. Soelist dari Yogyakarta.

Laporannya pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Mei 1991 dalam tulisan Tuyul…. Tuyul…

Pernahkah Anda melihat tuyul? Setan cilik pintar mencuri uang ini, bentuknya ya begitu itu.

Menurut kalangan tertentu yang mengaku pemah melihatnya, tuyul itu sebesar bocah berusia sekitar 3 - 4 tahun.

Baca Juga : Dari Tuyul Hingga Babi Ngepet, Inilah Makhluk-makhluk Gaib ‘Pencuri’ Harta dari Tanah Indonesia

Dia telanjang, ada lelaki ada perempuan. Katanya, warna kulitnya agak kelabu, kalau berjalan jlingkrik.

Katanya lagi, tuyul itu anak setan. Umumnya berkepala plontos, namun ada yang berkucir dan berkuncung.

Jenis tuyul berkucir inilah yang paling tak disukai, karena suka rewel pada tuan pemiliknya (Sukarto, 1986:35).

Satu ciri lagi, tuyul bermata tajam bulat mengkilat, mulutnya sedikit lancip, kepalanya pun sedikit besar cocok dengan perutnya yang buncit. Siapa yang tak ngeri, melihat sosok setan cilik ini mengendap-endap di malam hari.

Itu gambaran umum tuyul, dari kacamata kelompok orang yang mengaku memiliki daya linuwih.

Lebih dari itu, makhluk halus ini konon gemar berdiam di tempat-tempat angker atau pohon-pohon besar dan tua, seperti beringin, randu alas, awar-awar, ketos, jangkang dan Iain-lain.

Baca Juga : Kok Banyak Pengemudi Taksi dan Ojek Online yang Pakai ‘Tuyul’, Makhluk Apa sih Itu?

Dia itu memang jenis lelembut, namun berbeda sifat dengan kebanyakan lelembut lainnya yang gemar bergentayangan mengganggu orang.

Tuyul justru sebaliknya, disenangi orang karena bisa diajak kerja sama mencari uang!

Jadi jenis lelembut bernama tuyul yang menurut bayangan awam menyeramkan ini, sesungguhnya tidak memiliki perangai jahat.

Bentuknya yang begitu rupa, mungil - malah menyemburatkan kesan lucu bagi yang tak takut.

Kemasyhuran tuyul tervisual dalam wayang ataupun dongeng, dan komiknya pun laku keras di sekitar tahun 60-an.

Maka tak salah, kalau sampai ada mingguan yang menyediakan ruang khusus berjudul "Jagading Lelembut" (dunia makhluk halus).

Mungkin konsep seram dan lucu ditambah sanggup mendatangkan rezeki, inilah barangkali menjadikan tuyul begitu lengket dengan kehidupan masyarakat Jawa khususnya, Indonesia umumnya.

Baca Juga : Awas! Ada ‘Tuyul’ Jadi Driver Ojek Online

Di Aceh dia disebut loce. Di mana saja makhluk halus ini selalu dikaitkan dengan suatu bentuk perewangan manusia pengumpul harta. Jadilah dia simbol kekayaan yang gaib.

Tak ada dalam kitab suci

Sejak kapan masyarakat kita mengenal tuyul? Sukar ditebak, apalagi diketahui pasti. Ilmuwan paling-paling hanya bisa angkat bahu – lalu diam daripada keliru menjawab.

Betapa tidak, di samping makhluk ini irasional, juga teramat aneh.

Dalam kitab suci agama apa pun, istilah tuyul tidak ada. Makhluk "adikodrati" ini, barangkali hanya dikenal di Jawa saja.

Dia itu tak tampak mata, tapi diyakini ada. Tentunya ini sebuah fenomena menarik, paling tidak di satu sisi dalam kebudayaan Jawa.

Itulah sebabnya Clifford Geertz dalam bukunya Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terlihat kesulitan menempatkan tuyul dalam pengklasifikasian jagat makhluk halus yang dia garap.

Baca Juga : Terus Diterpa Masalah, Mungkinkah Nasib Meikarta akan Sama dengan Kota 'Hantu' Ordos di China Ini?

Kalau memedi atau hantu ini universial, yang dalam bahasa Inggris disebut spook. Begitu juga wedhon, bongso alus dalam rupa mayat hidup terbungkus kain putih di Bargt dipanggil ghost.

Lantas istilah apa yang pas untuk menamai dedemit cilik bemama tuyul? Tak ada dalam kamus Barat.

Tuyul oleh Clifford Geertz lalu dinilai sebagai makhluk halus lain yang karib. Lewat informannya, sarjana ini mencatat ada tiga orang di Mojokuto, Pare, Kediri, Jatim, yang dianggap penduduk setempat memiliki tuyul.

Para pemilik tuyul tersebut, tulis Geertz dalam bukunya yang laris itu, setiap tahun harus mempersembahkan kurban.

Kurban itu bisa dari keluarga atau teman terdekat, namun sudah menjadi perjanjian sebelumnya, kelak pemilik tuyul itu katanya, kalau mati akan mengalami sekarat yang luar biasa sakitnya (Geertz, 1981:26).

Bahkan studi antropolog Barat ini pada subbab Kepercayaan Makhluk Halus, sempat menemukan jenis bongso alus mirip tuyul yang disebut mentek.

Katanya, mentek itu sepupu tuyul. Tugasnya bukan mencuri uang, melainkan mencuri padi. Karena itu mentek gemar bergentayangan di ladang- ladang atau persawahan di saat panen tiba.

Baca Juga : Ibu Muda Cantik yang Bekerja Sebagai Pemburu Hantu Ini Melahirkan di Jalan Tol Setelah Ko

ntraksi Mengerikan

Tuyul = teledhek = pelacur

Studi tentang makhluk gaib ini sudah lama ada. Misalnya contoh yang agak klasik dari H.H. van Hien dalam bukunya De Javaansche Geestenvereld tahun 1906.

Sarjana ini memang betul-betul gandrung terhadap jagad bongso alus tanah Jawa.

Sayang sekali, penelitiannya dalam buku legendaris itu, van Hien tetap belum mampu menjawab pertanyaan klasik, ada atau tidaknya tuyul secara ilmiah.

Namun paling tidak, van Hien telah berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 50 jenis makhluk halus Jawa dalam berbagai rupa dan karakternya.

Tuyul oleh van Hien dianggap sebagai anak makhluk halus yang khas Jawa.

Lain halnya kalau soal tuyul ditanyakan kepada Drs. M.M. Sukarto K. Atmodjo, Arkeolog dan epigraf kenamaan ini pernah meneliti jagat makhluk halus Jawa. Ahli tulisan kuno itu bisa bercerita banyak.

Baca Juga : Mengintip Isi Wahana Rumah Hantu Paling Seram di Dunia, Tak Ada yang Bertahan Lebih dari 6 Jam

Menurutnya, sejak zaman prasejarah bangsa Indonesia sudah mengenal makhluk halus. Ada pun nama-nama makhluk halus yang sekarang ini ada, hanyalah perkembangan dari zaman sebelumnya.

Jumlah dan keragamannya pun semakin lama semakin bertambah, namun jelas-jelas semua itu muncul akibat percampuran antara budaya Indonesia asli dan budaya pendatang.

Berbagai data prasasti maupun filologi memperlihatkan hal itu.

Prasasti Pucangan dari zaman Raja Airlangga bertarikh 6 November 1041 M misalnya, menyebutkan makhluk halus bernama hanitu (makhluk jahat musuh manusia) yang sekarang berubah menjadi hantu.

"Cukup banyak prasasti Jawa kuno menyebut nama-nama makhluk halus, tapi kata tuyul rasanya belum pernah kami temukan," kata Sukarto. Jadi, tuyul itu dari bahasa Jawa baru dari perkataan takhayul, lalu jadi takhyul akhirnya menjadi tuyul. “Dus tuyul itu takhayul,” tegas epigraf itu.

Baca Juga : 7 Takhayul yang Masih Dipercaya Keluarga Kerajaan Inggris Bahkan Hingga Kini

Mencari-cari arti kata tuyul, menarik sekali mengutip kamus Practisch Jayaansche Nederlansch Woordenboek susunan P. Janz terbitan 1913.

Tuyul diartikan sebagai penari (teledhek) atau pelacur jalanan (straatthoer). Arti itu cocok dengan kamus Javanns – Nederlands Hanwoordenboek susunan Th. Pigeaud tahun 1928 yang mengartikan tuyul sebagai penari muda jalanan dan pelacur.

Pengertian yang terakhir ini sampai sekarang masih membekas sisanya di salah sebuah distrik di Tuban, Jawa Timur, yang menjuluki pelacur jalanan sebagai tuyul.

Aneh

Memang aneh, kalau menilik arti tuyul adalah pelacur, lalu berubah makna menjadi dedemit kecil berkepala gundul.

Namun, begitulah realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat kita, bahwa tuyul oleh sebagian masyarakat, diyakihi benar-benar ada, bukan dalam bentuk kepercayaan saja.

Baca Juga : Dari Museum Dosa Sampai Museum Takhayul, Inilah Lima Museum Aneh Di Rusia

Dalam kerangka mengangkat fenomeha sosial-religius aneh inilah, ada seorang antropolog muda dari UGM, Suparjiman namanya, dengan tekun membuat skripsi tentang Pandangan Orang Jawa Terhadap Dunia Gaib Dalam Katannya Dengan Aktivitas Perdagangan (1987).

Dalam pengantar karyanya itu, Suparjiman menyatakan ingin memberikan sumbangan lebih jauh tentang relevansi sistem kepercayaan dengan aktivitas perdagangan. Antropolog ini memilih ladang pe nelitian di daerah Yogyakarta dan sekitarnya.

Setelah keluar-masuk tempat-tempat keramat dan angker, setelah berdialog dengan para dukun dan pedagang besar kecil di pasar, Parjiman berkesimpulan ada kalangan tertentu cenderung menciptakan semacam individual, kebatinan gaib yang berorientasi pada kekuasaan.

Suparjiman melihat, ada pedagang yang pergi ke dukun atau tempat-tempat keramat mencari sarana pelarisan.

Soalnya, mereka percaya, keberhasilan seseorang tidak cuma ditentukan oleh keuletan atau keahlian saja.

Baca Juga : Kaca Pecah Jadi Tanda Datangnya Kesialan dan Beberapa Takhayul Paling Populer Lainnya

Melainkan hanis dibarengi dengan praktek-praktek gaib. Malah Parjiman juga mencatat rinci, bentuk-bentuk ritual gaibnya, berikut benda dan peralatan sesaji sampai pada mantera-manteranya sekaligus (Suparjiman, 1987:97).

Memang antropolog ini tidak khusus membicarakan tuyul, tapi kalau menyimak detil penelitiannya, pembaca akan dibuat terperangah.

Karena Parjiman sempat memberi tahu beberapa dukun tuyul yang konon sanggup menghubungkannya dengan manusia yang menginginkannya.

Malah jelas sekali, lewat peta yang dia buat, sarjana ini menunjuk tempat tuyul.

Apa syarat punya momongan?

Momongan adalah istilah halus pengganti tuyul. Tentu saja jika berniat mencari momongan, mau tak mau orang harus mengalami prosesi gaib dan laku yang cukup berat.

Apa syaratnya? Tidak gampang orang mencari tahu.

Baca Juga : Benarkah Bola Api Bukan Takhayul?

Salah satu syarat sesaji yang dicatat Parjiman dalam skripsinya, yaitu selamatan berupa gecok ayam (jeroan ayam) di samping puasa tentunya.

Harto Suparno (51), murid seorang juru kunci mengatakan, orang yang ingin cari momongan, harus lewat perjanjian terlebih dahulu tentang korban tebusan kepada calon momongan-nya. "Tapi korbannya tidak harus berupa manusia," ujar Suparno polos.

Menurutnya, tuyul-tuyul itu terjadi dari manusia yang mati kalap, mati yang belum saatnya seperti bunuh diri, nggantung dan Iain-lain.

Makhluk-makhluk ini, daripada gentayangan mengganggu orang, katanya sengaja dibina Nyi Roro Kidul dan ditampung di tempat tersebut.

Di mana tuyul-tuyul itu sekarang? Apa boleh lihat? "Mereka ada di ruang dalam itu, Anda tak bakalan bisa melihatnya," jawab Suparno enak sekali.

Lalu murid dukun "sakti" ini berkata lagi, sebaiknya jangan bertanya yang tidak-tidak di sini, karena mereka (tuyul) itu tahu kalau sedang dibicarakan.

Baca Juga : Takut Dikejar Hantu Janda, Pria di Thailand Ramai-ramai Cat Kukunya

Ada lagi sebuah peristiwa. Percaya atau tidak, Mbah Mardjo Wiyono, dukun yang juga penjaga sebuah gua, baru-baru ini mengantarkan momongan-nya yang dipesan orang Bandung. Dia bersama seorang muridnya berangkat naik kereta, mendapat imbalan Rp 250.000,00.

Gua keramat yang terselip di punggung sebuah gunung di Yogyakarta ini memang menyemburatkan kesan angker. Di bawahnya ada sebuah area rusak dan dua pohon raksasa ketos serta sendang.

Katanya, di sini tempat dedemit cilik berdiam. Berhubungan dengan makhluk-makhluk ini tentu saja juga harus lewat perantara si penjaga, di samping menjalani proses ritual dan laku gaib tertentu.

Di tempat tuyul yang lain ada aturan lain lagi. Di situ katanya, peminta momongan tidak bisa langsung membawa tuyul ke rumah. Melainkan lewat simbol tertentu, entah itu berupa cecak, kadal, jangkrik dan Iain-lain.

Baca Juga : Pesawat yang Tiba-tiba Hilang dari Radar saat Melintasi Kalimantan Timur, Mungkinkah Disembunyikan Hantu?

Lalu, apa ciri pemilik tuyul? Dijelaskan, mereka berwajah dingin dan rumahnya kelihatan seram, serta ada ruang khusus yang dirahasiakan. "Tapi jangan takut, bocah momongan itu sebenarnya tidak nakal dan mereka gampang ditolak," kata Mbah Mardjo serius.

Caranya, taruh cermin dan merica di tempat penyirnpanan uang. Beres! Cara lain, letakkan jambangan berisi air yang diisi dua yuyu (kepiting) di belakang pintu rumah.

Konon, tuyul itu akan keasyikkan sendiri bermain-main terus dengan kepiting dalam jambangan, sehingga lupa tugasnya mencuri uang.

Kisah tuyul di atas, untuk beberapa orang mungkin tak asing, atau untuk beberapa orang lagi barangkali justru terlalu asing. Apalagi kalau hendak dicari pertanggungjawaban rasionalitasnya. Sementara betapa muskilnya ini semua, toh telah jadi realitas sendiri yang hidup, bahkan menjadi sistem tersendiri.

Baca Juga : Heboh Penampakan Kuyang di Kalimantan, Ternyata Hantu Ini Juga Ada di Berbagai Negara Termasuk Malaysia

Peristiwa di Jember, Jawa Timur, Juli 1987, adalah contoh nyata di kancah pertuyulan ini. Nyonya Siti, seorang pedagang pasar, beserta Marzuki, "penasihat spiritualnya", diajukan ke Pengadilan Negeri jember oleh pedagang lain bernama Haji Hasan yang semula dituduh kedua terdakwa sebagai pemilik tuyul (Tempo, Agustus 1987) yang menjarah uang simpanan Nyonya Siti.

Perkara memang tak berlanjut lantaran pengadilan dan juga instansi lain, barangkali tak punya perangkat untuk membuktikan keberadaan makhluk halus ini. Meski begitu, gunjingan masyarakat adalah bukti-bukti sampingan perihal keyakinan adanya tuyul.

Tuyul doyan besi karatan

Betulkah tuyul itu ada? Atau tuyul itu cuma semacam kepercayaan yang muncul akibat kompensasi budaya saja? Untunglah, persoalan ini pernah diseminarkan Yayasan Parapsikologi Semesta (YPS) cabang Semarang tanggal 24 Oktober 1985.

Tak kurang dari Sejarawan Onghokham angkat bicara, di samping kalangan paranormal lainnya.

Baca Juga : Viral Video Penampakan Hantu Kuyang di Balikpapan: Inilah Mitos Kuyang di Wilayah Kalimantan

Apa kesimpulan seminar? Ada tidaknya alam nonfisik, tetap belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Malah dengan tegas Onghokham menyatakan skeptis, karena memang tak bisa dibuktikan secara otentik berdasar ilmu sejarah.

Lain lagi kalau menurut Kolonel (Purn.) Notowiyadi sebagai penanggap pembicara. Tuyul itu memang ada betul. Katanya, makhluk kecil ini berasal dari anak manusia yang tak jadi, akibat abortus atau sebab lain.

"Kecuali jika janin-janin tadi dirawat baik dengan cara selamatan, dia tak akan jadi tuyul," ujarnya saat itu sebagaimana dikutip berbagai media massa.

Menarik sekali mengutip pendapat Rauf Winata Kusuma, tuyul katanya makhluk gaib yang mengandung partikel Fe (zat besi). Karena itu menurut paranormal ini, makanan tuyul berupa bekas buangan besi atau logam lain yang berkarat.

Baca Juga : Misteri Kapal Hantu Berbendera Indonesia yang Bikin Geger Myanmar Terpecahkan

Memang makhluk tak kasat mata ini tercipta sebagai "bakteri penghancur", untuk mengeroposkan besi di dunia agar unsur-unsur murni Fe dapat masuk ke dalam perut bumi dan bersatu dengan tanah, untuk didaur ulang manusia.

"Jadi," kata Rauf, "Kalau ada tuyul mau mencuri uang, itu hanya ekses sampingan oknum tuyul tertentu yang mau disuap manusia.". (Kedaulatan Rakyat, 26, Oktober 1985).

Dalam seminar tuyul enam tahun silam (mungkin pertama di Indonesia), beberapa

pembicara umumnya lebih banyak bercerita pengalaman pribadi dan meyakinkan bahwa tuyul itu ada.

Mungkin makalah Drs. Yakobus Mulyadi agak lebih mendekati, menguraikan bagaimana cara membuktikan sekaligus menghindarinya. Antara lain,tempat penyimpanan uang perlu diberi garam, kaca atau jahe. "Kepercayaan ada tidaknya tuyul itu subjektif," ujarnya.

Baca Juga : Wangsa Widjaya, Orang Kepercayaan Bung Hatta yang Uang Pensiunnya Cuma Rp200 Ribu

Ketika pakar ini diwawancarai di rumahnya, Gamping, Sleman Yogyakarta dan didesak apakah pernah melihat, Mulyadi akhirnya berterus terang, belum pernah melihat. "Tapi saya percaya setan itu memang ada," jawabnya diplomatis.

Versi kalangan tertentu tentang dedemit cilik bernama tuyul, masih belum juga rampung, pada akhir seminar. Konon, keraton tuyul adalah sebuah pohon besar ketos di sebuah desa di Klaten. Kontan saja desa sepi berubah jadi gempar, sampai-sampai pihak keamanan kewalahan oleh luapan masyarakat yang ingin tahu. Peristiwa itu terjadi pada hari Minggu, 26 Oktober 1985.

Seminar tuyul enam tahun telah lewat, "tour de tuyul" pun sudah dilupakan orang. Namun rasa ingin tahu kembali mendesak. Di tengah permukiman penduduk Desa Bero, ada pohon ketos besar dikelilingi pagar seluas 5 x 5 m, yang sampai sekarang masih dikeramatkan. Bahkan tiap malam Jumat kliwon banyak diziarahi orang yang punya keinginan tertentu.

Tiap setahun sekali, habis panen penduduk menanggap wayang di sini. Tapi Pardikem (51), juru kunci, marah besar ketika ditanyakan kebenaran tempat itu sebagai keraton tuyul. "Itu tidak benar. Saya tidak rela tempat ini dijadikan bual-bualan seperti dulu," ujamya.

Baca Juga : Yuk Mengenal Neopaganisme, Kepercayaan Kuno yang Menyesuaikan Diri dengan Cara-cara Kekinian

"Tempat ini hanya pedhayangan Kyai dan Nyi Bondo, cikal bakal Desa Bero. Apakah bapak berani menentangnya?"

Tuyul, bagaimanapun makhluk halus irasional. Subjektivitas keberadaannya berkaitan dengan kultur. Dengan demikian, lain kultur lain pula logikanya.

Lantas, yang benar tuyul itu ada atau tidak? Silakan, meraba kepercayaan sendiri. Mau tahu banyak dan percaya tuyul ada, pakailah teropong ilmu tidak kasat mata. Mau percaya tuyul tidak ada, pergunakan kacamata ilmiah berdasar kebenaran ilmu pengetahuan.

Baca Juga : Nyatanya, Banyak Kepercayaan Mistik yang Selalu Mewarnai Tugas dan Operasional TNI

Artikel Terkait