Advertorial
Intisari-Online.com -Pada 23 Mei 1952, pada hari ulang ke-32 berdirinya PKI, DN Aidit yang telah menyerang “Republik Soekarno-Hatta” sejak peristiwa pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, menciptakan slogan baru “Hidup Sukarno! Hidup PKI!” dalam upaya mempengaruhi agar Bung Karno mau bersekutu dengan PKI.
Sebagai Presiden RI yang harus menjalin kerja sama dengan semua partai, hubungan Bung Karno dan PKI memang tampak akrab.
Demikian pula relasi Bung Karno dengan negara-negara komunis seperti Rusia dan China, juga terkesan sangat dekat.
Apalagi pada 1960-an, Indonesia membutuhkan banyak senjata yang harus dibeli dari Rusia untuk misi tempur membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda.
Baca Juga : Benarkah Soekarno Sudah Tahu Rencana G30S Bahkan Berniat Sembunyikan Jejak Para Jenderal yang Diculik?
Mau tak mau hubungan diplomatik antara Rusia dan Indonesia harus dekat sehingga AS sampai mencurigai Indonesia lebih condongngeblokke negara-negara komunis.
Lima hari setelah peringatan hari jadi PKI yang ke-32, pasangan Soekarno-Hatta, dan Sultan HB IX yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, beserta sejumlah pimpinan Indonesia lainnya berada di kapal perusak ALRI Gadjah Mada dalam rangka menyaksikan latihan perang di Laut Jawa.
Ikut juga dalam kapal perang Gadjah Mada wartawan kawakan asal AS dari kantor berita United Press, Arnold C Brackman, yang biasa meliput kondisi Indonesia dari masa revolusi hingga kemerdekaan.
Ketika kapal perang Gadjah Mada sedang mengarungi Laut Jawa, Brackman berjalan ke haluan kapal dan di ujung haluan itu tampak Sri Sultan HB IX sedang termenung-menung sambil menatap ke depan seakan sedang “mengadakan komunikasi dengan Nyai Roro Kidul”.
Baca Juga : Ucapan Memilukan Ade Irma Suryani Tepat Sebelum Meninggal di Peristiwa G30S PKI
Brackman berani menduga Sultan HB IX sedang melakukan komunikasi dengan Nyai Roro Kidul, karena pada wawancara yang pernah dilakukan dengan Sultan HB IX, yang juga raja Keraton Yogyakarta itu, Sultan mengaku pernah berjumpa dengan Nyai Roro Kidul secara gaib.
Melihat kedatangan Brackman, Sultan HB IX menoleh dan berkata.
“Saat-saat yang penuh bahaya dan kesukaran berada di depan kita,” ujar Sultan HB IX seperti terulis dalam buku bertajukTahta Untuk Rakyat Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX.
Yang dimaksud Sultan adalah tidak lama lagi akan terjadi “persekutuan” antara Soekarno dan PKI.
Persekutuan itu menurut Sultan merupakan pertanda bencana bagi Indonesia.
Sebagai salah satu tokoh yang berperan dalam penumpasan pemberontakan PKI di Madiun (1948), Sultan HB IX jelas-jelas menentang PKI.
Maka ketika Mayjen Soeharto sebagai Pangkostrad berinisiatif melakukan penumpasan G30S/PKI, Sultan HB IX termasuk yang turut memberi dukungan.
Apalagi baik Soeharto dan Sultan HB IX sudah sering bertemu di Keraton Yogyakarta dalam rangka mengkoordinir Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta dan kemudian berhasil secara gemilang.
Ketika Presiden Soeharto menjadi Presiden RI yang ke-2, Sultan HB IX pun dengan senang hati menjabat Wakil Presiden (1973-1978).
Niat Sultan HB IX itu adalah sebagai wujud dukungan penuh kepada Soeharto yang sudah sangat dikenalnya dan secara militer pernah sukses menumpas G30S/PKI.
Baca Juga : Gatot Nurmantyo Tantang KSAD untuk Putar Film 'G30S' dan Tahun 1965 yang Tak Pernah Berakhir bagi Indonesia