Advertorial

Kisah Mendebarkan Penyelamatan Seorang Anak yang Terkubur Salju di Dalam Rumahnya Sendiri Selama Dua Jam

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Ketika berhasil digali, ia sempat dinyatakan sudah mati. Detik-detik upaya penyelamatannya menjadi untaian kisah yang mendebarkan.
Ketika berhasil digali, ia sempat dinyatakan sudah mati. Detik-detik upaya penyelamatannya menjadi untaian kisah yang mendebarkan.

Intisari-Online.com – Bencana alam, di mana pun dan apa pun bentuknya, selalu menampilkan drama kemanusiaan yang intens. Di bawah longsoran tanah bersalju Desa Valzur, Austria seorang bocah telah dua jam terkubur.

Ketika berhasil digali, ia sempat dinyatakan sudah mati. Detik-detik upaya penyelamatannya menjadi untaian kisah yang mendebarkan. Seperti dalam tulisan Dua Jam Terkubur Salju yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1999 berikut ini.

--

Di Rumah Sakit St. Vincent di Zams, Tirol (Austria), anak berumur tiga tahun itu duduk tegak di tempat tidurnya. Ketika pintu terkuak, ia menyapa riang, "Ya, halo!" kepada orang tuanya yang masuk.

"Ya, ampun, Aleeeex!" teriak ibunya sambil lari mendekat dan memeluknya. Air matanya merebak. Jelas bukan karena sedih, tetapi haru kegirangan! Suaminya yang berada di belakangnya diam saja. Ia teringat bagaimana salju longsor menimpa rumahnya.

Baca Juga : Bukan Curi Senjata, Tapi Iran Tuduh Israel Curi Awan dan Salju Mereka

Selasa, 23 Februari 1999 pukul 9.00

Desa Valzur terletak di Lembah Paznaun, antara Ischgl dan Galtur. Hanya ada 15 rumah di desa itu. Salah satunya Apartemen Larein. Helmut Walter (28), ayah Alex, sedang membersihkan salju di tempat parkir mobil.

Sebenarnya ia harus masuk kantor di Galtur, tetapi jalan ke sana ditutup oleh yang berwajib, karena bahaya tanah longsor. Jadi ia tinggal di rumah saja. Salju yang menimpa rumahnya bermeter-meter tebalnya.

Pukul 15.45

Baca Juga : Dijuluki ‘Putri Salju’, Inilah Nariyana, Gadis Albino yang Curi Perhatian Dunia Modeling

Rumah penginapan Sonnenhof di desa itu, selain menjadi rumah penginapan juga menjadi pusat informasi. Pengelolanya (bernama Egon) mempunyai pesawat radio dan TV.

Ketika Helmut Walter yang sebelumnya minum bir di ruang tengah bersiap-siap mau pulang, Egon memberi tahu, "Di Galtur ada tanah longsor!"

Walter menanggalkan jaketnya lagi, dan tidak jadi keluar ruangan. Tak lama kemudian radio menyiarkan berita gawat, "Harus segera bertindak! Ada 20 sampai 40 orang yang terbenam timbunan salju. Mereka perlu dokter lebih banyak lagi!"

Dalam perjalanan pulang, Walter berpikir, apa yang akan dikatakannya kepada Susanne nanti? Paman dan bibinya tinggal di Galtur, yang sedang dilanda malapetaka itu.

Baca Juga : Terinspirai dari Kereta Salju, Beginilah Sejarah Singkat Jet Ski

Sementara itu, para tamu di Sonnenhof meneruskan menonton TV. Tiba-tiba listrik padam, dan TV hanya memperlihatkan titik kecil, sebelum akhirnya mati. Ruangan jadi gelap, seorang gadis mulai menangis. Mula-mula hanya sejumlah angka pada telepon genggam yang masih "menyala".

Kemudian ada sejumlah lilin yang dinyalakan. Dalam kegelapan itu seseorang memetik gitar dan menyanyikan lagu What shall we do with a drunken sailor.

Rabu, 24 Februari pukul 7.00

Tiap setengah menit ada helikopter yang menderu-deru di atas Lembah Paznaun. Evakuasi penduduk Galtur sudah dimulai. Pada pukul 9:30, listrik hidup lagi.

Baca Juga : Unik, Fenomena Salju Berwarna Oranye Ini Mengubah Empat Negara Menjadi Seperti di Planet Mars

Di rumahnya, Helmut Walter lari ke pesawat TV. Berita darurat melalui Teletext sungguh mengejutkan, "Duabelas korban telah terenggut jiwanya dalam badai salju." Untuk pertama kali ini, sejak 28 tahun tinggal di Valzur, Helmut merasa tidak aman.

Di depan penginapan Sonnenhof telah disiapkan tempat pendaratan helikopter. Sekelompok wisatawan menunggu kedatangan pesawat-pesawat itu.

Ketika Helmut Walter mendengar berita tentang rencana evakuasi itu, hatinya makin kecut. la mengumpulkan para tetangga, dan membicarakan keadaan gawat itu. Diputuskan untuk mengevakuasi semua penduduk Desa Valzur ke Obervalzur.

Termasuk wisatawan yang menginap di Apartemen Larein. Mereka mendatangi tiap rumah, menanyakan berapa orang wisatawan yang perlu diungsikan. Ada 50 orang yang perlu tempat yang lebih aman.

Baca Juga : Meski Seluruh Permukaan Tertutup Salju, Ternyata di Antartika Terdapat Magma Panas, Ini Buktinya

Siangnya, pukul 15.10, semua pengungsi sudah berkumpul di Sonnenhof. Hanya satu keluarga dari Ingolstadt dan keluarga Walter yang belum ada. Keluarga ini sebetulnya sudah siap berangkat. David dan Alexander juga sudah memakai jaket hangat untuk berjalan kaki ke Sonnenhof.

Tetapi Helmut masih memeriksa apakah mesin faks masih menyala dan siap menerima berita. Susanne Walter memeriksa sekali lagi setiap kamar, dan mengumpat-umpat bahwa ada satu pesawat TV yang tidak dimatikan.

Pukul 16.10

Tiba-tiba ada suara mengaung yang keras sekali. "Seperti mobil melaju 200 km per jam!" tutur Susanne kemudian. la lari ke jendela, tapi yang tampak cuma "dinding" putih. Salju longsor!

Baca Juga : Karena Tidak Ada Salju di Atap, Rumah Ini Disergap Polisi dan Mereka Menemukan Sesuatu yang Mengejutkan

"Ke kamar bawah! Ke kamar bawah!" teriak suaminya dari kamar di tingkat satu. Susanne ingin lari ke kamar mandi. Satu-satunya kamar yang jendelanya terbuka. Tetapi kemudian terdengar anak-anak menangis di kamar. Aduh! Bagaimana anak-anak ini?!

Dari kamar mandi, Susanne lari ke koridor menuju ke kamar di tingkat atas. Suara mengaung berakhir dengan ledakan dahsyat! Mengerikan. Lantai rumah bergetar hebat.

Baru ia mencapai tangga, gumpalan salju raksasa sudah melindas dinding rumah dengan suara benturan yang teredam. Kaca-kaca jendela pecah berantakan, pintu-pintu jebol. Tekanan yang timbul membuat Susanne terpelanting dan pingsan.

Setelah siuman, tahu-tahu ia sudah terbaring di ruang tamu Apartemen Larein. Di depannya berdiri suaminya. "Anak-anak! Anak-anak!" teriak Susanne yang ingin lari ke tangga, tetapi teralang dinding salju putih.

Baca Juga : (Foto) Nyeleneh! Aneka Rupa Manusia Salju Ini Sungguh Kreatif, Juga Konyol!

"Tenanglah, tenanglah!" bujuk suaminya.

Tetapi Susanne tidak mau tinggal diam. Ia lari ke bangunan tambahan yang menonjol ke luar, naik ke jendela, dan terjun ke luar. Ia berteriak minta tolong dari atap bangunan ini, tetapi tergelincir dan jatuh di tempat parkir. Rasa sakit tidak dihiraukannya.

Suaminya turun dari balkon ke tanah di sisi lain dari rumah. Keduanya mencapai pintu depan rumah yang sudah terbenam salju, dan bersama-sama mereka mencoba membukanya. Begitu berhasil, serta-merta David jatuh ke pelukan mereka.

Tekanan udara yang timbul telah melempar anak berumur dua tahun itu ke dekat pintu depan rumah. Ia tidak menangis, diam seribu basa.

Baca Juga : Meski Tanpa Visa, Anda Bisa Mengunjungi 5 Landmark Terpopuler di Dunia ini, Termasuk Gurun Panas yang Pernah Bersalju

Tetapi di mana Alex? Panggilan orang tuanya tidak terjawab. Ayahnya meraih sekop di tempat parkir, tetapi tidak berdaya terhadap salju yang keras seperti beton. Susanne hanya bisa menemukan kotak dari kaleng.

"Galilah salju dengan itu!" teriak suaminya. Baru 10 menit, mereka sudah kecapekan.

Pukul 16.20

Patryk anggota pasukan Snowboarder lari dari Sonnenhof. Dengan sekop yang ditemukan di tempat parkir Larein ia menggali salju yang masih tersisa di depan pintu.

"Kemari, kemari!" teriak Helmut Walters dari gang. Ia sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk menolong anaknya.

Baca Juga : Hemat Biaya Pulang untuk Belikan Istri Baju Baru, Buruh Ini Rela Berjalan Sejauh 40 Km di Tengah Salju

"Galilah di sana!" katanya hampir menangis putus asa, "Demi Allah, galilah! Anak saya terbenam di sana!"

Patryk menyerbu ke dinding putih. Ia mengganco, menggali, dan menyekop sekuat tenaga. Tetapi salju itu keras seperti batu.

"Masya Allah! Bagaimana kalau saya mengganco lalu memotong tangan anak itu dalam salju ini!" pikirnya. Makin lama makin banyak orang berdatangan mau menolong.

"Kawan-kawan yang masih segar! Maju kemari!" kata Patryk.

Baca Juga : Setelah Salju Turun di Gurun Sahara, Kini Salju Juga Turun di Salah Satu Gurun di Arab Saudi

Dengan cepat orang-orang bergantian menggali dan menyerahkan hasil galiannya ke orang di belakangnya. Ada pula yang menerangi tempat dengan lampu baterai.

Pukul 16.22

Pilot Walter Strolz (36) tergabung dalam skuadron pesawat penyelamat Alpen di bawah Kementerian Dalam Negeri. Sudah enam jam ia siap dengan helikoptemya "Libelle". Ketika ia hendak terbang ke Galtur, tempat ia akan menginap dan memarkir helikoptemya malam itu, tiba-tiba ada berita radio, "Badai raksasa dan tanah longsor telah terjadi di Valzur!"

Ia mendarat darurat di Ischgl. Polisi Alpen dan pakar badai Stefan Jungmann naik ke helikopter, dan ikut terbang ke Valzur. Ia minta diterbangkan langsung ke tempat badai.

Baca Juga : Bukan Salju Putih, Melainkan Salju Hitam yang Turun di Salah Satu Kota di Kazahkstan Ini, Apa Penyebanya?

Dengan cekatan mereka turun, dan helikopter terbang lagi. Sebenarnya pekerjaan gila, itu! Tetapi pilot Strolz terbang ulang alik 12 kali mendaratkan pasukan penolong di tempat itu. Di antaranya ada pawang anjing pelacak-Gunther Walser, dengan anjing Munsterlandernya, Arko.

Susanne dan Helmut Walter diungsikan oleh beberapa tetangganya ke tempat yang lebih aman. Mereka ditempatkan di kamar belakang Villa Wipas.

Pukul 16.30

Tipis harapannya akan menemukan Alex hidup-hidup. Gunther Walser mengerahkan anjing pelacaknya. Setelah mencium kian kemari, anjing itu berhenti di pojok paling belakang, di bawah tangga.

Para penolong bersemangat lagi. Mereka menusukkan tongkat pelacak berhati-hati ke dalam salju, dan menggali lebih lanjut.

Baca Juga : Salju Turun di Gurun Sahara: Mungkinkah 8 Fenomena Alam Langka yang Terjadi Baru-baru Ini Pertanda Akhir Dunia?

Tiba-tiba salah seorang menusuk sesuatu yang lunak. Itulah Alexander. Cepat-cepat anak yang meringkuk itu dibebaskan. Seorang dokter memeriksa detak pergelangan tangannya, tetapi tidak merasakan detak sama sekali.

"Sudah meninggali" katanya. Tetapi Alex kemudian merintih. Suhu badannya hanya 31°C. Jadi harus dirawat di rumah sakit.

Pilot Walter diberi tahu melalui radio. Pesawatnya telah diparkir di Galtur dan sebenarnya tidak boleh terbang lagi karena hari sudah gelap. Tetapi siapa yang menghiraukan peraturan itu dalam keadaan darurat begini?

Lima menit kemudian, Libelle tinggal landas. Tetapi membawa Alex ke rumah sakit di Zams terlalu besar risikonya. Karena itu, ia diterbangkan ke Galtur. Di sana akan disiapkan rumah sakit darurat, bekas gelanggang tenis tertutup.

Baca Juga : Dikenal Sebagai Salah Satu Tempat Terpanas di Bumi, Mengapa Gurun Sahara Justru Diselimuti Salju?

Pukul 18.10

Pintu kamar belakang Villa Wipas tiba-tiba dibuka. George Walter, adik Helmut, menyerbu masuk. "Alex hidup!" teriaknya. Kakaknya langsung memeluknya gembira. Susanne menangis, dan mendekap David lebih erat.

Kemudian telepon genggam Helmut berdering. Suara paman dari Galtur memberitahukan, ia sudah di rumah sakit darurat menunggui Alex. Dua jam lamanya para dokter berjuang untuk memulihkan Alex lagi.

Suhu badannya dinaikkan pelan-pelan dengan selimut panas, sampai mencapai 36,5°C. Detak pergelangan tangannya kini makin jelas. Pernapasannya lebih teratur.

Esok harinya baru ia diterbangkan ke Rumah Sakit St. Vincent di Zams. Orang tuanya menemuinya pada hari Kamis, esok harinya.

Untuk sementara, anak itu tinggal bersama ibunya di rumah kakeknya di Karnten. Tentang kecelakaan salju longsor, ia tidak ingat lagi. Ayahnya tinggal bersama teman-temannya di Valzur. Baru musim semi ia akan membangun kembali rumahnya yang porak poranda. (Stern/ss)

Baca Juga : Bagaimana Boneka Salju Menjadi Budaya dan Simbol Kegembiraan Musim Dingin, Juga Natal?

Artikel Terkait