Intisari-online.com - Hampir semua orang pernah menilai dan menghakimi orang lain, disadari maupun tidak disadari.
Kita menilai cara berpakaian orang lain, menilai sikapnya, mengkritisi pilihan-pilihan hidupnya, dan yang paling parah menghakimi hidup orang lain. Duh, celaka!
(Baca juga:Perang, Saat Manusia Mengambil Alih Peran Tuhan untuk Saling Menghakimi Sesamanya)
Kadang-kadang kita menghakimi orang lain tanpa berpikir dengan jernih. Misalnya, seseorang memotong jalan kita di jalan raya, dalam hati kita langsung menggerutu.
Seseorang menggunakan pakaian yang menurut kita ketinggalan zaman, kita langsung menilainya dalam hati.
Padahal kita pun bisa saja berada di situasi serupa dan memiliki alasan untuk situasi itu. Namun betapa mudahnya kita menilai orang lain.
Adakah alasan psikologis mengapa kita saling menilai dan menghakimi satu sama lain?
Ada! positivelypresent.commengungkapkan ada empat alasan mengapa kita menghakimi orang lain dan semuanya menunjukkan bahwa orang yang suka menghakimi adalah orang yang lemah:
1. Orang menghakimi karena ia merasa tidak aman/nyaman.
Inilah alasan utama mengapa seseorang menilai dan menghakimi orang lain.
Kita merasa tidak nyaman, tidak aman, dan tidak senang akan diri kita sendiri. Kita menghakimi karena kita cenderung merasa lebih baik dengan menjadikan orang lain buruk. Dan mungkin seburuk diri kita.
2. Orang menghakimi karena ia merasa takut.
Ketika kita takut ditekan oleh orang lain, kita akan berusaha untuk menjatuhkan orang tersebut.
Misalnya para karyawan di kantor meledek dan menggosipi bos mereka sendiri. Perempuan yang melihat perempuan lain lebih cantik dari diri berusaha mengejek cara berpakaiannya. Manusia memang cenderung tidak mau mengalah.
3. Orang menghakimi karena ia kesepian.
Orang yang memiliki hubungan baik dengan orang lain tidak akan memiliki waktu untuk menilai dan menghakimi orang lain. Karena kesepian, ia berusaha untuk mencari teman melalui menghakimi orang lain.
4. Orang menghakimi karena ia terlalu bosan akan hidupnya sendiri.
Ketika seseorang bosan akan hidupnya, ia berusaha untuk mencari pengalaman baru.
Salah satunya adalah dengan menghakimi hidup orang lain. Misalnya, berupaya untuk mencampuri urusan orang lain dengan berbagai prasangka di dalam hatinya.