Intisari-Online.com– Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali mengungkapkan curahan hatinya. Kali ini, curhat soal anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengkritik tajam kebijakan-kebijakannya.
Salah satu kebijakannya yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
(Baca juga: Dipanggil “Doktor Honoris Causa”, Menteri Susi: Akan Saya Tenggelamkan)
Dengan peraturan tersebut Kapal Asing dan Kapal Eks Asing dilarang mengeksplorasi kekayaaan laut Indonesia.
Selain itu, anggota DPR juga mengkritisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pelarangan Bongkar Muat atau Transhipment di Laut.
Kedua peraturan tersebut dianggap merusak industri perikanan Indonesia.
Namun, Menteri yang sering berpenampilan nyentrik ini merasa kebingungan dengan kritikan dari anggota DPR. Pasalnya, yang dilakukannya itu demi melindungi kekayaan laut Indonesia dari penjarahan oleh kapal asing.
(Baca juga: Jika Tak Diledakkan, Bagaimana Kapal-kapal Pencuri Ikan Ditenggelamkan oleh Menteri Susi?)
Wanita asal Pengandaran, Jawa Barat,ini pun kembali menanyakan kepada anggota DPR, industri perikanan mana yang rusak gara-gara peraturan tersebut.
Dia pun merasa heran, masih adanya anggota DPR yang hanya mengkritisi tanpa berbuat untuk mendukung kemajuan perikananan Indonesia.
"Jadi beberapa hari ini, kita santer dikritik lagi, dikorek-korek lagi. Urusan Permen 56 diangap Daniel Johan dan Ono Surono merusak industri, tetapi industri yang mana. Saya heran saja anggota DPR ngurusin Permen 56?," ujarMenteri Susi.
Tidak hanya permasalahan itu, wanita berumur 52 ini dikritik habisan-habisan oleh para nelayan mengenai alat tangkap cantrang. Padahal, dia sudah memberikan keringanan kepada nelayan untuk memperpanjang masa penggunaannya sampai akhir 2017.
Akan tetapi, kelonggaran itu tidak membuat para nelayan bergeming. Mereka tetap menuntut penggunaan alat cantrang tetap diperbolehkan.
(Baca juga: Wow! Dibandingkan US Navy, Menteri Susi Lebih Banyak Tenggelamkan Kapal)
Namun, hal itu pastinya tidak bisa terjadi, sebab ada tuntutan dari Sang Petinggi Negara Presiden Joko Widodo untuk mempercepat masalah urusan cantrang. Sehingga, mau tidak mau Susi harus menekan nelayan agar beralih ke alat tangkap lain.
Soalnya, penggunaan alat tangkap ikan cantrang terus menerus akan menghabiskan stok ikan perairan laut Indonesia.
"Saya tidak boleh ngomong cantrang karena Presiden ingin selesai tahun lalu. Ada permintaan keringanan, ya sudah kita kasih sampai 2017 selesai, yang kecil kita ganti alat tangkapnya, di bawah 10 GT, yang besar harus ganti. Bukan suruh ganti, boleh silahkan tapi harus ganti alat tangkapnya. Karena alat tangkap itu akan menghabiskan stok ikan kita," imbuh dia.
Susimempersilahkan kepada siapa pun yang tidak puas dengan kinerjanya untuk melapor ke Presiden Joko Widodo. Jadi, dirinya mohon jangan urusan perikanan dipolitisasi.
Pengusaha kapal eks-asing juga jangan sedikit-sedikit mengadu ke wakil rakyat terkait kebijakan. Dalam hal ini, Susi tidak ingin merugikan nelayan, melainkan hanya ingin menguntungkan nelayan.
"Jadi jangan sampai masyarakat jadi alat politisasi dan keserakahan beberapa pengusaha. Kita tidak mau menangkis isu yang sama tiap tahun," kata dia.
"Tidak puasa dari kerjaan menteri ya lapor saja kepada presiden, tolong ganti menteriKKP, selesai sudah. Jangan bawa-bawa nelayan yang sekarang sudah diuntungkan dengan hal yang kita lakukan, stok ikan naik, Nilai Tingkat Nelayan naik, usaha perikanan naik," tambah dia.
Membaik
Meski demikian, walaupun banyaknya hujatan yang didera, Susi mengaku kondisi perikanan di Indonesia semakin membaik. Misalnya stok ikan di Indonesia meningkat hingga 12,6 juta ton.Stok ikan meningkat hampir 100 persen dibandingkan awal pemerintahan Jokowi yang hanya 6,5 juta ton.
Tidak hanya itu, Susi juga sukses meningkatkan konsumsi ikan di Indonesia. Dari hanya 36 kilogram per kapita sekarang meningkat 43,6 kilogram per kapita.
"Harapanya tahun depan bisa konsumsi 46 kilogram. Yang sudah kita makan 1,7 juta ton per tahun. Kalau dinilai, nilainya AS$1,75 miliar )sekitar Rp23 triliun). Kita jugaharapkan ada komitmen dari semua pihak untuk mendukung keberlanjutan agar stok ikan tetap ada," pungkas dia.
(Artikel ini telah dimuat di Kompas.com dengan judul “Curahan Hati Menteri Susi yang Kebijakannya Selalu Dikritik”)