Intisari-Online.com - Dengan tantangan ke depan yang makin kompleks seperti krisis Laut China Selatan yang makin menegang, Indonesia yang wilayah pulau dan perairannya terancam klaim oleh China memang tidak bisa tinggal diam.
(Baca juga: Senjata untuk Membunuh Permusuhan Itu Bernama: CINTA)
Krisis di Laut China Selatan, khususnya di seputar perairan Natuna sebenarnya bukan datang secara tiba-tiba.
Dalam Rapim TNI yang diselenggarakan tiap tahun potensi menegangnya krisis di Laut China Selatan selalu dibahas.
Tapi begitu krisis itu tiba, secara militer TNI ternyata kurang siap, khususnya dalam langkah antsipasi menggunakan alutsista canggih.
Pemerintah pun terkesan tergesa-gesa ketika memutuskan untuk membeli satu skadron Su-35 dan mempercepat pengadaan kapal selam.
(Baca juga: Dibanding Mengurusi Rakyat yang Kelaparan, Pempimpin Korea Utara Lebih Mengutamakan Produksi Senjata Nuklir)
Sebenarnya tidak ada kata tergesa-gesa dalam soal pembelian senjata canggih karena pemerintah sudah memiliki prosedur dan standar yang memadai.
Kebutuhan akan alutsista pertama kali diajukan oleh masing-masing satuan TNI kepada Kemhan.
Di lingkup Kemhan kebutuhan alustista itu kemudian dievaluasi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Kemhan kemudian akan melakukan cross check ke masing-masing satuan apakah alutsista yang dibutuhkan oleh satuan itu memang urgen.
Tapi yang jelas Kemhan memiliki patokan bahwa alutsista yang dibeli harus memiliki kemampuan interoperability.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR