Intisari-Online.com -Ketika pada 2014 lalu Iran berhasil menembak jatuh pesawat pengintai tanpa awak alias unmanned aerial vehicle (UAV) milik AS, RQ-170 Sentinel, dan kemudian menahannya, dunia internasional pun dibuat gempar.
Apalagi Presiden AS saat itu, Barrack Obama, meminta Iran mengembalikan Sentinel segera mungkin.
Sejak pertama kali muncul di jagad kedirgantaraan pesawat tanpa awak memang telah membuat gempar meskipun tidak harus diwarnai oleh intrik politik seperti Iran dan AS yang memang sudah lama berseteru.
(Baca juga:Pesawat Intai Siluman Tercanggih dan Tercepat di Dunia Siap Gentayangan, Indonesia Patut Berhati-hati)
Pesawat UAV atau drone yang pertama kali muncul memang belum dimanfaatkan untuk misi mata-mata yang hasil pengintaiannya bikin heboh namun masih sebatas digunakan untuk kegiatan bersifat hobi.
Adalah penerbang tempur RAF, Reginald Denny, yang setelah Perang Dunia I berperan sebagai stuntman pilot tempur dalam film-film Hollywood.
Selain berprofesi sebagai pilot stuntman, Denny juga mempunyai hobi radio control berupa berbagai pesawat modeler yang biasa diterbangkan di kawasan seputar Hollywood.
Pada 1934, Denny bahkan membuka toko hobi yang khusus menjual pesawat modeler yang berlokasi di sepanjang Hollywood Boulevard.
Nama Denny pun makin dikenal di kalangan artis Hollywood dan militer AS yang tertarik menggunakan pesawat modeler sebagai drone untuk sasaran menembak meriam.
Ketika Perang Dunia II meletus, sebelum pasukan AS dikirim ke medan perang Eropa dan Pasifik, mereka berlatih terlebih dahulu menembak drone buatan Denny menggunakan senapan mesin antiserangan udara.
Drone berupa pesawat radio kontrol itu dinamai RP-4 Radioplane Dennymite yang bertenaga mesin berekuatan 6 tenaga kuda dan memiliki panjang badan 12 kaki serta sayap sepanjang 3 inchi.
(Baca juga:Pesawat Tanpa Awak Ini Disebut Sang Malaikat Pencabut Nyawa, Kini Kemampuannya Kian Sakti)
Pada 1940, US Army memesan 53 unit RP-4 Radioplane yang kemudian diberi nama sandi OQ-1.
Latihan intensif militer AS menggunakan OQ-1 sebagai sasaran makin meningkat setelah Jepang menyerang Pearl Harbour.
Sebanyak 15000 OQ-1 dibeli oleh militer AS dan sekaligus menandai untuk pertama kalinya pesawat tanpa awak diproduksi secara besar-besaran.