Advertorial

Menari untuk Orang Mati: Inilah Ritual Suku Misterius dari Malaysia

Muflika Nur Fuaddah
Moh. Habib Asyhad
Muflika Nur Fuaddah
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Intisari-Online.com- Suku Mah Meri di Malaysia memiliki upacara pemujaan leluhur tahunan.

Itu adalah ritual rumit penari dengan topeng berukir yang melakukan tarian utama Jo-oh untuk festival Hari Moyang tahunan di Pulau Carey.

Masyarakat setempat menggunakan festival ini sebagai kesempatan untuk memanjatkan doa bagi leluhur mereka.

Lebih jauh, tarian itu juga bentuk rasa berterima kasih kepada leluhur untuk nasib baik di masa lalu dan berharap untuk kemakmuran di masa depan.

Baca Juga:Indonesia Masuk 4 Besar Klasemen Asian Games 2018, Malaysia Hanya Nangkring di Peringkat ke-14

Waktu pelaksanaan ritual ini tidak selalu sama setiap tahunnya karena dihitung berdasarkan siklus bulan.

Tanggal pastinya dipilih oleh dewan penatua yang konon diberikan hari melalui roh leluhur yang hadir dalam mimpi.

Ada banyak misteri di sekitar orang-orang Mah Meri, sangat sedikit yang diketahui tentang asal-usulnya.

Baca Juga:Salut! Ayahnya Jadi Orang Terkaya di Indonesia, Gaya Hidup Armand Hartono Jauh dari Kemewahan

Dikenal oleh penduduk setempat sebagai 'gipsi laut' atau 'pengembara laut', Mah Meri dikatakan telah menjadi suku pribumi nomaden yang melarikan diri dari pantai selatan Malaysia untuk menghindari serangan perompak.

Pada Hari Moyang, setiap desa berkumpul di sekitar Rumah Roh, yang dipenuhi dengan bunga, kemenyan dan makanan, untuk memberi penghormatan kepada leluhur mereka.

Campuran tersebut dibakar, aromanya dipercaya dapat mengingatkan roh leluhur pada mereka. Kemudian tarian pun dimulai.

Para lelaki tidak mengenakan topeng ekspresif yang diukir dari kayu, yang mirip dengan yang dibuat oleh suku-suku Polinesia, dan mengenakan kostum yang terbuat dari anyaman daun pandan.

Baca Juga:Punya Garis Tangan Langka Berbentuk M? Ternyata Ada 'Makna Khusus' tentang Diri Anda di Baliknya

Para wanita memakai rok, ikat pinggang, dan hiasan hasil lipat yang juga terbuat dari daun pandan.

Para penari menghormati roh leluhur mereka sebelum pergi ke dukun desa untuk menerima berkah mereka.

Baca Juga:Isabel, Si Gadis Ayam yang Dikurung Ibunya dalam Kandang Sejak Bayi

Artikel Terkait