Intisari-Online.com - Tidak hanya Presiden Rusia Vladimir Putin yang gusar terhadap uji coba rudal balistik Korut karena China juga merasa sangat terganggu.
Ketika Korut meluncurkan rudal balistik Hwasong-12 pada hari Minggu (14/5), presiden China Xin Jinping sedang berada di Filipina untuk mengkampanyekan konsep One Belt Belt One Road (OBOR), Satu Sabuk Satu Jalan, demi meningkatkan perekonomian di kawasan Asia, Afrika, dan Eropa sekaligus.
(Baca juga: Perang Semakin Dekat: Untuk Tangkis Rudal Balistik Korut, AS Kerahkan Kapal Perang Antirudal ke Korsel)
Konsep OBOR yang sedang digencarkan China selain melalui jalur pereknomian darat juga melintasi jalur Laut Pasifik.
Konsep perekonomian yang akan menghidupkan wilayah China bagian selatan itu hanya akan bisa berjalan jika kondisi kawasan Asia, Afrika, dan Eropa dijamin aman.
Uji coba peluncuran rudal balistik Korut jelas “mengacaukan” situasi di kawasan Asia Pasifik karena makin meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea yang sewaktu-waktu bisa berubah jadi peperangan.
China sebenarnya telah melakukan pendekatan kepada Korut agar menyelesaikan konflik dengan Korsel dan AS melalui perundingan damai.
(Baca juga: Belum Juga Diserang Korut, AS Sudah Alami Bencana Nuklir)
Tapi disisi lain China juga memberi dukungan kepada AS jika akan melancarkan serangan militer ke Korut.
Sikap muka dua China itu jelas membuat Korut marah dan Korut bahkan akan “bertindak tegas” jika China sampai melanggar “garis merah” yang telah ditentukan Korut sendiri.
Yang dimaksud garis merah adalah China yang sesungguhnya sekutu Korut seharusnya bukan malah membantu AS.
Atau sebaliknya jika China memang tidak mau membantu Korut sebaiknya diam saja.
Korut tampaknya dalam uji coba peluncuran rudal yang terbilang sukses tidak hanya mengancam AS.
Tapi juga memprovokasi Rusia, sekaligus ‘’memberi pelajaran’’ kepada China terkait program OBOR-nya.