Intisari-Online.com -Kekurangan tak menjadikan Wahyu Samudra ciut. Untuk tetap terus sekolah, bocah penderita hidrosefalus ini tetapgigih membantu orangtunya dengan jadi buruh angkut terminal di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Di sekolahnya, SD Luar Biasa Kota Bima, Wahyu tercatat sebagai siswa yang berprestasi. Kini Wahyu duduk di kelas VI.
(Baca juga:(FOTO) Kehidupan Sesungguhnya di India, yang Jauh dari Keindahan Drama India)
Wahyu berasal dari keluarga miskin yang tinggal di Jatibaru, Kecamatan Asakota, Kota Bima.
Orangtuanya tidak memiliki pendapatan yang cukup. Ibunya hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sedangkan ayahnya berprofesi sebagai tukang ojek.
Di tengah kondisi yang serba kurang itu, anak keempat dari enam bersaudara pasangan Kuswati dan Kusman itu terpaksa jadi buruh angkut di terminal.
Sepulang sekolah, ia sering gunakan waktu untuk mengais rezeki di terminal dengan mengangkat barang-barang penumpang saat turun dari bus angkutan umum ketika sore hari.
Dalam sehari dia bisa mengantongi mulai dari Rp50 ribu hingga Rp100 ribu.
“Biasanya dua kali angkat barang, yang berat itu dapatnya Rp 5.000. Kalau sehari dapatnya Rp 50.000, kadang Rp 80.000, tapi enggak nentu. Kemarin aja dapat Rp 100.000,” kata Wahyu saat ditemui di salah satu rumah warga, Sabtu (13/5).
Wahyu mengaku, dari hasil yang didapatkan ia bisa menabung untuk membeli sepatu dan membantu biaya hidup orangtuanya.
“Saya cari uang buat beli sepatu baru dan jajan di sekolah. Kalau dapat Rp100 ribu, saya kasih mama Rp50 ribu, bapakRp10 ribu, sisanya saya tabung,” tuturnya.
Wahyu memang tidak seperti anak lainnya. Sepulang sekolah dan menjadi buruh, ia tidal bermain atau keluyuran seperti teman sebayanya.
Ia lebih banyak memanfaatkan waktu untuk belajar dan membantu orang tua.
(Baca juga:Nikahi Wanita yang 31 Tahun Lebih Tua, Pria Ini Keluarkan Mahar Hingga Rp50 Juta, Alasannya?)
“Kalau habis cari uang, saya istrahat di rumah. Kadang bantu pijat bapak. Kalau pulang ojek katanya capai. Saya pijitin sampai tidur. Setelah itu saya belajar,” kata dia.
“Alhamdulillah, saya sudah empat kali dapat juara satu,” tambahnya.
Bocah aktif ini mengaku bercita-cita ingin menjadi seorang pendidik. Ia memiliki keinginan agar kelak bisa menjadi guru.
“Saya ingin jadi guru agar bisa ajarin anak-anak,”ujar Wahyu.
Wahyu menderita hidrosefalus sejak usia kecil. Karena orangtuanya tak punya biaya berobat, ia terpaksa dirawat dirumah.
Lantaran tidak pernah mendapat perawatan medis menyebabkan ukuran kepalanya terus membesar, karena mengalami penumpukan cairan dalam kepala.
Seiring perkembangan usianya, Wahyu terus melawan rasa sakit tanpa penanganan dokter.
Hampir setiap hari ia merasa kesakitan. Namun ia merasa masih ada secerca harapan untuk hidup sehingga memilih untuk tetap bersekolah.
“Di sekolah sering sakit, kejang-kejang. Itu hampir setiap hari. Tapi kemarin dikasih obat di rumah sakit, sekarang sudah sehat. Enggak kejang-kejang lagi,” sebutnya.
(Baca juga:Selain Kehilangan Rp9,6 Juta, Wanita Ini Juga Ditangkap Polisi karena Turuti Perintah Konyol Penipu)
Bocah miskin ini rupanya mendapat perhatian dari Lembaga Kesejahteraan Sosial dan Anak (LKSA). LKSA pun membawa Wahyu ke RS Sanglah Bali.
“Kita hanya melakukan pendampingan, sudah dua kali kita bawah ke rumah sakit. Semua biaya pengobatan kita minta bantuan dari pemerintah Kota,” ucap Muchtar ari LKSA.
Namun setelah dua bulan di rumah sakit Sanglah, sebut Muchtar, dokter tidak berani melakukan operasi karena dikhawatirkan terjadi gangguan pada jaringan otak.
“Hasil analisis dokter, ia cukup diberikan obat-obatan antikejang. Kalau dioperasi dikhawatirkan malah akan memperburuk keadaan,” tuturnya.
Menurutnya, kepala Wahyu dipastikan sudah tak lagi membesar. Bahkan Wahyu disebut sebagai anak hidorosefalus yang pintar oleh dokter tumbuh kembang anak di Denpasar.
“Kondisi kepalanya tidak akan membesar lagi. Dia sudah dijadikan icon sebagai salah satu anak hidrosefalus yang pintar di Indonesia,” katanya. (Syarifudin/Kompas.com)