Intisari-Online.com -Rupanya yang ingin menyelesaikan konflik AS-Korut melalui “perundingan tingkat tinggi” bukan hanya Presiden Donald Trump tapi juga pemimpin Korea, Kim Jong-un.
Jika AS menampilkan perundingan gaya cowboy dengan menggelar persenjataan siap tembak, Kim Jong Un justru sebaliknya.
Ia membalasnya dengan ajakan perundingan gaya gangster.
(Baca juga:Ahok Menghuni Rutan atau Lapas? Ini Perbedaannya)
Caranya, sejumlah warga AS di Korut yang memang keturunan Korut sengaja disandera dan dimanfaatkan sebagai tameng.
Jadi ketika milite AS berniat menyerang Korut, warga AS keturunan Korut yang disandera itu akan dijadikan tameng senjata.
Sebenarnya warga AS keturunan Korut yang selama ini tinggal di Korut tidak banyak.
Hanya sekitar empat orang. Dua dari mereka bekerja di Pyongyang University of Science dan Technology: Kim Hak Song dan Kim Sang Duk.
Sedangkan dua warga AS lainnya adalah Otto Warmbier (22) yang sedang belajar di Korut dan seorang lainnya Kim Dong Chul (62) berprofesi sebagai misionaris.
Keempat warga AS keturunan Korut itu telah ditangkap pihak keamanan Korut atas tuduhan “sejumlah tindakan kriminal”.
Ketika Korut sudah memutuskan menyandera orang, biasanya sangat serius.
Jika tuntutan tidak dipenuhi para sandera itu akan dikirim ke kamp kerja paksa Korut.
Kamp-kamp kerja paksa itu situasinya mirip kamp konsentrasi di zaman Nazi Jerman atau kamp kerja paksa Gulag komunis Uni Soviet di era kepemimpinan Joseph Stalin.